Kebudayaan Sumber Inspirasi Kehidupan Berkelanjutan
Pekan Kebudayaan Nasional 2021 berlangsung secara daring pada 19-26 November 2021. Kebudayaan dinilai sebagai basis kehidupan berkelanjutan di masa depan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI
Pekerja menata sarung di tempat produksi sarung tenun bukan mesin kualitas ekspor di Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (13/3/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Kebudayaan dinilai sebagai sumber inspirasi kehidupan berkelanjutan, baik dari segi sandang, pangan, maupun papan. Narasi ini disuarakan dalam pelaksanaan Pekan Kebudayaan Nasional 2021.
Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) 2021 dibuka pada Senin (25/10/2021) secara daring. Rangkaian dalam PKN tahun ini berlangsung pula secara daring pada 19-26 November 2021. Publik dapat mengikuti agenda kebudayaan tahunan ini di laman PKN, kanal Youtube Budaya Saya, dan kanal budaya Indonesiana TV.
Sejumlah kegiatan telah berlangsung beberapa pekan sebelum PKN dibuka, seperti diskusi dengan pakar. Adapun program-program PKN tahun ini mencakup kompetisi, konferensi, lokakarya, pameran, dan Pekan Kebudayaan Daerah.
Solusi masalah keberlanjutan di sektor sandang, pangan, dan papan bisa ditemukan di kebudayaan Indonesia.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, gaya hidup adalah masalah utama masyarakat masa kini. Konsumsi berlebih atas kebutuhan sandang, pangan, dan papan dinilai membentuk rantai produksi yang tidak berkelanjutan.
”Gaya hidup yang tidak berkelanjutan ini tecermin pada cara kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar,” ucap Hilmar pada pembukaan PKN 2021.
TANGKAPAN LAYAR
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid pada pembukaan Pekan Kebudayaan Nasional 2021, Senin (25/10/2021).
Adapun industri busana kini mengadopsi sistem mode cepat (fast fashion). Sistem ini mendorong pergantian tren busana dalam waktu relatif singkat. Fast fashion juga diartikan sebagai pakaian jadi yang diproduksi secara massal dan dijual murah.
Data McKinsey menyebutkan bahwa setiap orang di dunia membeli sekitar 14 pakaian per tahun. Adapun pengeluaran untuk mode meningkat hingga 60 persen per orang.
Di sisi lain, mode cepat dinilai tidak ramah lingkungan karena limbah yang dihasilkan. Limbah itu bisa dari polusi air dari proses produksi tekstil. Selain itu, Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menyatakan, industri mode merupakan industri paling berpolusi di dunia setelah perminyakan. Emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan mencapai 1,2 miliar ton per tahun.
Sektor pangan juga menjadi sorotan. Hilmar mengatakan, industri pangan saat ini digerakkan model pertanian monokultur. Model pertanian ini mengabaikan nutrisi pangan dan daya dukung lingkungan. Sektor papan juga dinilai jauh dari prinsip keberlanjutan.
Menurut Hilmar, solusi masalah keberlanjutan di sektor sandang, pangan, dan papan bisa ditemukan di kebudayaan Indonesia. Nenek moyang sejak dulu memproduksi pakaian dengan cara yang dinilai ramah lingkungan, misalnya dengan menggunakan serat dan pewarna alam.
Indonesia juga punya model pengolahan pangan tradisional yang minim limbah. Lahan pun dikelola dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem dan konteks lingkungan, antara lain dengan menanam sorgum.
ARSIP LAKOAT.KUJAWAS
Suasana kegiatan mencicipi pangan lokal di Mollo, Nusa Tenggara Timur, yang diselenggarakan Lakoat Kujawas. Didirikan oleh Dicky Senda pada 2016, komunitas ini adalah sebuah kewirausahaan sosial yang fokus pada pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif yang bermarkas di Desa Taiftob, Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Sementara itu, dalam konteks papan, Indonesia mengenal arsitektur vernakular yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Arsitektur vernakular menyesuaikan model bangunan dengan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, hingga kebudayaan penduduk setempat.
”Singkatnya, kebudayaan semestinya menjadi pandu menuju normal baru. Kebudayaan yang tercipta dari praktik sosial ribuan tahun dan telah terbukti membuat kita bertahan hingga kini. Dalam perjalanan panjang ini, kita bisa mencari jalan keluar dari dilema hari ini,” ujar Hilmar.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan, PKN menjadi ruang interaksi inklusif untuk menghimpun gagasan-gagasan di seluruh negeri. Dengan demikian, setiap orang bisa berpartisipasi menata kehidupan berkelanjutan berbasis budaya.
”Cerlang Nusantara adalah terang yang membimbing kita menemukan jawaban dari berbagai tantangan. Terang ini menuntun kita ke masa depan,” katanya.