Sosok mendiang Toety Heraty Noerhadi-Roosseno telah berada dalam keabadian. Meski demikian, pemikiran dan karya budayawan, aktivis, serta penulis yang dikenal sebagai penggerak ini tak lekang oleh waktu.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Kompas/Riza Fathoni
Toety Heraty Rooseno
JAKARTA, KOMPAS — Sosok mendiang Toety Heraty Noerhadi-Roosseno dikenal sebagai sang penggerak. Berbagai pemikiran dan karya perempuan akademisi, budayawan, aktivis yang memperjuangkan kesetaraan jender, dan penulis ini berusaha dikenalkan kepada publik, terutama kalangan anak muda.
Menyambut 88 tahun Toeti pada 27 November nanti, acara Tribute kepada Profesor Toeti Heraty Noerhadi-Roosseno dengan judul Toeti Sang Penggerak disiapkan. Ada rangkaian acara yang dimulai pada Jumat (12/11/2021) malam dengan menyajikan Diskusi Publik ”Toeti Sebagai Akademisi Filsafat”. Acara ini digelar Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI).
Ketua Panitia yang juga Dekan FIB UI Adrianus LG Waworuntu mengatakan, ide untuk mengenang sosok Toeti, demikian ia akrab disapa, muncul saat sejumlah teman, sahabat, dan murid melayat Toeti pada 13 Juni lalu. Ada ide yang didukung keluarga untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-88 Toeti sekaligus mengenang karya dan pengabdian almarhumah pada generasi muda.
”Sosok Ibu Toeti dikenal sebagai salah satu perempuan Indonesia dengan berbagai peran dari guru besar, intelektual, sastrawan, seniman, pengusaha, dan aktif memperjuangkan kesetaraan jender. Kami mengajak semua organisasi tempat Ibu Toeti untuk berkolaborasi, seperti FIB UI, DKJ, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), Institut Kesenian Jakarta, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Cemara 6 Galeri,” kata Adrianus.
Kompas
Wakil Ketua Akademi Jakarta Toety Heraty N Roosseno menyerahkan penghargaan Akademi Jakarta 2016 kepada Trisutji Djoeliati Kamal di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (29/12/2016). Trisutji Djoeliati Kamal merupakan komponis perempuan pertama yang membawa dan mengangkat musik klasik Indonesia ke kancah dunia.
Gagasan acara Tribute Toeti Sang Penggerak ini ialah hendak menjadikan obituari bukan sekadar berita kemalangan dan kabar sedih atau meratapi orang yang kita sayangi pergi untuk selama-lamanya. Namun, membuka ruang diskusi untuk mengenang kembali kontribusi, jasa, dan pemikiran.
”Mengingat luasnya kontribsui dan banyak karya yang diterbitkan serta banyak murid yang berkarya di berbagai instansi, acara ini diadakan untuk mengenang bagi semua dan terutama generasi muda,” kata Adrianus.
Sosok Ibu Toeti dikenal sebagai salah satu perempuan Indonesia dengan berbagai peran dari guru besar, intelektual, sastrawan, seniman, pengusaha, dan aktif memperjuangkan kesetaraan jender.
Acara Tribute Toeti Sang Penggerak dibagi dalam tiga sesi yang dimulai Jumat pekan ini, kemudian pada 19 November, dan 26 November 2021, secara daring. Dalam rangkaian acara itu, sejumlah narasumber menyampaikan paparan serta mengajak publik terlibat dalam diskusi untuk membuka memori tentang Toeti.
”Ada yang mengenal akrab dengan pemikiran dan karya serta berinteraksi dengan beliau. Banyak yang belum kenal dan hanya sekilas mendengar nama dan kiprah beliau. Ada yang membaca karya dan pemikiran beliau. Lewat acara ini, kami mengundang publik untuk membaca dan mendiskusikan serta berkolaborasi dan berefleksi tentang pemikiran, karya, teladan, dan tindakan dalam memori dan interaksi secara langsung,” papar Adrianus.
Sebuah video Toeti Sang Penggerak disiapkan dari DKJ. Tayangan video tersebut menampilkan kiprah dan pemikrian Toeti yang diharapkan dapat menginspirasi lebih bayak lagi orang, dari pemikiran bidang filsafat, budaya, hingga sastra.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para tokoh nasional (dari kiri ke kanan) Franz Magnis-Suseno, Taufiequrahman Ruki, Albert Hasibuan, Bivitri Susanti, Emil Salim, Ismid Hadad, Toeti Heraty, dan Atika Makarim memberikan keterangan kepada para jurnalis di Cemara 6 Galeri, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2019). Para tokoh tersebut mengingatkan elite politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kemdikbudristek, Hilmar Farid mengenang pemikiran Toeti dalam buku berjudul Aku dalam Budaya. Kita diajak menjelajahi manusia dan kemanusaiaan. ”Saya membaca pas mahasiswa, rasanya sulit. Tapi mulai dapat pencerahan dan relevan dengan kondisi saat ini,” tuturnya.
Hilmar mengatakan, sumbangan pemikiran Toeti mengingatkan kita bahwa lintas disiplin ilmu diperlukan dan didorong, bahkan sekarang menjadi keharusan. ”Problemnya di Indonesia lintas disiplin masih di tahap awal. Kita masih ragu-ragu bicara dengan yag berbeda,” kata Hilmar.
Dalam diskusi pemikiran Toeti di bidang filsafat yang dimoderatori dosen Fakultas Psikologi UI, Bagus Takwin, tampil sebagai narasumber Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Satrio Soemantri Brodjonegoro dan dosen FIB UI Tommy F Awuy.
Satrio mengenang Toeti yang memiliki kontribusi besar di AIPI. Karena telah memasuki usia 80 tahun saat masih berkiprah di AIPI, Toeti menjadi anggota kehormatan. Toeti terlibat aktif di Komisi Bidang Kebudayaan dengan kepakaran filsafat.
Hasil buku karya Toeti cukup banyak. Ada banyak referensi, informasi, rujukan, dan panduan terkait dengan filsafat. Ada buku Dialog dengan Kematian yang diterbitkan pada tahun 2014 dan disajikan Toeti dalam seminar internal di AIPI. Buku ini sebaga wujud nyata pengabdian di AIPI sampai mendapat status anggota kehormatan.
”Ada keragaman dari aspek budaya yang dibahas. Ini yang menjadi kekuatan di AIPI bahwa ada sosok ilmuwan di AIPI yang bisa melahirkan demikian banyak tulisan yang menunjukkan pandangan menatap masa depan. Kekayaan dari pemikiran beliau terhadap perkembangan budaya dan filsafat, termasuk paling banyak di antara komisi lain di AIPI,” kata Satrio.
Di AIPI, pendekatan keilmuan dilakukan dengan multidisplin. Toeti dengan kepiawaian sebagai ahli filsafat selalu bisa memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan yang dibahas di AIPI, termasuk yang bukan bidang kebudayaan.
Ciri khas dari pemikir atau ilmuwan ialah memiliki rasa ingin tahu tinggi dan selalu berbagi pengetahuan agar semua orang dapat memanfaatkan berbagai pemikiran dan karya Toeti.
KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Tokoh teater perempuan, Tatiek Maliyati Wahyu Sihombing, memberikan sambutan setelah menerima penghargaan sebagai Abdi Abad Federasi Teater Indonesia 2017, Rabu (27/12), di Gedung Kesenian Jakarta. Dalam kesempatan ini, tiga tokoh perempuan lain juga menerima penghargaan, yaitu aktris teater Ratna Riantiarno menerima penghargaan Tokoh FTI 2017, budayawan Toeti Heraty Noorhadi-Roosseno menerima penghargaan Maecenas FTI 2017, dan pematung Yani Mariani Sastranegara menerima Penghargaan Khusus FTI yang saat ini dipimpin oleh Radhar Panca Dahana.
Sementara itu, Tommy F Awuy merupakan murid filsafat Toeti di FIB UI. Sosok dosen seperti Toeti memiliki pengaruh untuk membelokkan cita-citanya yang mau jadi penulis menjadi dosen filsafat yang diberi peluang Toeti sebelum lulus. Karakteristik filsafat di UI saat itu dibawa untuk berdialog dengan ilmu-ilmu lain.
”Yang saya tangkap adalah semangat Ibu Toeti untuk memberikan bekal bagaimana mendapatkan pemahaman filosofis yang dasar untuk berdialog dengan ilmu-ilmu pengetahuan. Modal filsafat mendasar itu adalah tentang filsafat simbol,” ujarnya.