Penyiapan Guru Muda Belum Memadai
Para guru muda belum mendapat dukungan yang dibutuhkan untuk menjadi pendidik profesional yang mampu meningkatkan capaian hasil belajar siswa. Hal itu mengancam mutu pendidikan nasional.
JAKARTA, KOMPAS—Penyiapan guru-guru muda untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia belum memadai. Hal itu menghambat proses regenerasi guru berkualitas dan profesional.
Sejauh ini para guru muda atau pemula belum mendapat dukungan yang dibutuhkan untuk menjadi pendidik profesional yang mampu meningkatkan capaian hasil belajar siswa, saat di pendidikan profesi guru maupun saat memulai karir sebagai guru.
Padahal, para guru muda lulusan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan merupakan mahasiswa pilihan yang diseleksi secara ketat dari lulusan sarjana pendidikan dan nonpendidikan untuk penguatan pedagogi dan penguasaan konten. Namun, tambahan satu tahun penguatan sarjana calon guru tersebut belum berdampak signifikan untuk meningkatkan capaian hasil belajar siswa, terutama di jenjang Sekolah Dasar.
Persoalan mutu guru muda itu terungkap dari hasil riset tentang guru muda lulusan PPG dan guru muda yang baru berkarir sebagai pendidik profesional di sekolah. Riset itu dilakukan tim peneliti Program Research on Improving System of Education (RISE) di Indonesia – SMERU Research Institute.
Paparan hasil riset untuk menyambut Hari Guru Nasional ini disajikan di webinar bertajuk "Guru Muda untuk Generasi Masa Depan Indonesia: Siapkah Mereka?”, di Jakarta, pada Kamis (11/11/2021).
Baca juga: Pelatihan Guru Akan Mengakselerasi Kualitas Pendidikan
Ada dua studi RISE terkait guru yang dipresentasikan dalam webinar ini, yaitu hasil studi Catatan Perjalanan Guru dan studi Evaluasi Program PPG Prajabatan. Catatan Perjalanan Guru adalah studi longitudinal yang mengikuti perjalanan guru-guru muda, mulai dari bagaimana mereka mempersiapkan diri menjadi guru hingga saat memasuki dunia kerja dengan tantangan dan peluangnya.
Dalam studi evaluasi PPG Prajabatan, RISE meneliti sejauh mana perbedaan pengetahuan dan kinerja mengajar antara guru lulusan PPG Prajabatan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan guru yang tidak mengikuti PPG.
Astri Yusrina, Peneliti program RISE di Indonesia, memaparkan riset dilakukan pada peserta PPG prajabatan tahun 2018 di 7 LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) terbaik di Pulau Jawa. Para guru luusan PPG prajabatan ini diseleksi dengan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) lebih dari tiga dan memiliki pengalaman mengajar di bawah lima tahun.
Kemudian mereka mengikuti satu tahun PPG, selama enam bulan lokakarya dan enam bulan praktik pengalaman lapangan. Responden diperbandingkan dengan lulusan S1 LPTK yang sama, namun tidak ikut PPG prajabatan. “Guru lulusan PPG belum terbukti secara statistik memiliki kinerja lebih baik dibandingkan guru bukan lulusan PPG,” kata Astri.
Setelah mengestimasi dampak program PPG yang dikontrol dengan karakteristik guru dan murid, ditemukan bahwa kompetensi guru lebih dipengaruhi oleh IPK mereka saat S1. Kinerja guru berdasarkan hasil belajar murid lebih dipengaruhi oleh murid perempuan dan murid yang tinggal di hunian yang layak atau yang mempresentasikan kondisi ekonomi.
Baca juga: Kualitas Sebagian Guru Masih Rendah, Hasil Pendidikan Belum Merata
Dari penelitian juga ditemukan dampak PPG untuk meningkatkan pembelajaran numerasi dan literasi siswa rendah. Sebab, mahasiswa PPG berpendapat selama PPG mereka jadi lebih kuat dalam kemampuan membuat strategi pengajaran, media pembelajaran, dan kemampuan penguasaan kelas.
Namun untuk aspek penguasaan materi pengajaran numerasi dan literasi masih kurang. “Kami merekomendasikan agar PPG prajabatan perlu juga berfokus pada peningkatan kompetensi pedagogis numerasi dan literasi,” kata Astri.
Minim bimbingan
Sementara Peneliti RISE di Indonesia Ulfah Alifia memaparkan dari riset tentang pengalaman pada tahun-tahun awal mengajar para guru muda, terlihat program induksi yang membantu calon guru bertransformasi jadi pendidik profesional kurang mendapat dukungan sistematis dari kebijakan dan lingkungan sekolah.
Padahal, di masa awal karir ini penting bagi guru muda dalam pembentukan identitas profesional yang berpengaruh ke pengajaran siswa.
Kami merekomendasikan agar PPG prajabatan perlu juga berfokus pada peningkatan kompetensi pedagogis numerasi dan literasi.
Para guru selama dua tahun diikuti perkembangannya dan diminta untuk menuangkan perasaan serta pemikirannya tentang topik menjadi guru, saat mengajar, aspirasi, hingga tantangan.
Baca juga: Peran Guru
“Pada tahun pertama mengajar, guru muda ini merasa percaya diri mampu jadi guru ideal dalam pandangan mereka. Setelah memasuki tahun kedua mengajar, penilaian kepercayaan diri tentang sosok mereka sebagai guru ideal turun dari skala lima menjadi 4,3, bahkan 2. Kepercayaan diri berkurang saat dihadapkan pada kondisi siswa dan lingkungan sekolah yang menantang,” papar Ulfah.
Para guru muda ini merasa putus asa menghadapi siswa di kelas rendah. Para guru muda yang memiliki idealisme dan kreativitas dalam menempatkan strategi dan meodel pembelajaran, setelah terjun langsung ke sekolah jadi kurang terampil untuk jadi guru efektif karena lingkungan sekolah tidak ideal.
Ketika mereka berpegang untuk pembelajaran berpusat ke siswa sesuai keunikan dan potensi siswa maupun menginspirasi dan mengajarkan siswa berpikir kritis, ternyata hal itu tidak sejalan dengan kurikulum yang dianut di sekolah atau cara pembelajaran di sekolah.
“Ada tantangan keketiadaan induksi yang memadai bagi guru muda yang memulai karir di sekolah. Di sekolah negeri amat minim. Kalaupun ada program induksi atau pendampingan bagi guru baru, lebih pada hal-hal adminsitratif,” kata Ulfah.
Dari penelitian ditemukan kondisi ideal di sekolah swasta yang bagus. Ada pelatihan, pendampingan, hingga semacam refleksi cara mengajar guru muda. Bahkan, guru pemula mendapat mitra dari guru pendamping untuk menceritakan kesulitan mengajar dan mendapatkan berbagi pengalaman.
Guru pemula bukan dikenalkan pada urusan administrasi tapi lebih untuk memahami budaya sekolah dan nilai-nilainya. Hal itu membuat guru pemula lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekolah.
Menurut Ulfa, dari temuan soal tantangan guru muda yang belum siap baik dari hasil PPG maupun induksi sebagai pengajar pemula, pemerintah perlu mengkaji ulang standar profesionalisme guru Indonesia. Para guru saat ini tidak dibedakan level komptensinya sebagai guru pemula, madya, dan senior.
Ketua Tim Program RISE di Indonesia Sudarno Sumarto mengatakan guru muda butuh ekosistem baik agar kompetensi mereka berkembang. Fakta bahwa guru muda yang dipaparkan dari dua riset RISE diharapkan bisa jadi masukan untuk mengevaluasi penyiapan guru di Indonesia.
Ketua Program Studi PPG Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Yuliana Setyaningsih mengatakan, fakta-fakta yang disebutkan studi RISE harus dijadikan refleksi bagi para penyelenggara program PPG. Hasil dari pendidikan PPG seharusnya menghasilkan hasil belajar numerasi murid yang lebih tinggi.
Kemampuan literasi para mahasiswa PPG harus dijadikan perhatian bagi para penyelenggara program PPG karena literasi numerik sangat berkaitan dengan literasi teknologi digital.
Koordinator Pengembangan Konten dan Pelatihan Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) Dhitta Puti Sarasvati menyebutkan apabila PPG Prajabatan dianggap sebagai pendidikan profesi, maka salah satu keterampilan penting yang perlu dikembangkan yakni kemampuan mengambil keputusan berdasarkan ilmu-ilmu profesi.
Selain itu, berkaca dari hasil studi Catatan Perjalanan Guru, adanya bimbingan yang suportif dari guru yang lebih berpengalaman dan terampil bisa menjadi kunci peningkatan kompetensi guru muda.