Polisi Masih Dalami Penganiayaan Siswa SMP hingga Tewas di Alor
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Alor meminta empat teman korban MM (13), siswa SMPN Padang Panjang, Kabupaten Alor, NTT, yang meninggal akibat dianiaya guru, terbuka saat pemeriksaan di kepolisian setempat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Alor masih mendalami penyebab kematian siswa di SMPN Padang Panjang, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Guru LK (34) yang diduga menganiaya siswa MM (13) hingga tewas di Rumah Sakit Umum Daerah Kalabahi belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Bidang Humas Polda Nusa Tenggara Timur Komisaris Besar Polisi Rishian Krisna Budyaswanto di Kupang, Kamis (28/10/2021), mengatakan, atas laporan orangtua korban, polisi telah memeriksa LK (34), guru SMPN Padang Panjang, yang diduga melakukan penganiayaan terhadap korban MM. Pemeriksaan sudah berlangsung, tetapi masih membutuhkan hasil autopsi atas kematian korban.
”Polisi masih mendalami kasus ini. Korban sudah diotopsi kemarin, Rabu (27/10/2021), di Rumah Sakit Umum Alor. Apakah penyebab kematian karena penganiayaan atau faktor lain. Laporan orangtua menyebutkan korban meninggal karena dianiaya guru LK, tetapi polisi butuh bukti yang akurat terkait penyebab kematian itu,” kata Rishian.
Kasus penganiayaan berlangsung Sabtu (23/10/2021) karena korban tidak mengerjakan tugas bahasa Inggris. Pelaku menganiaya korban dengan cara memukul korban dengan kepala tangan di bagian puncak kepala dengan sekuat tenaga.
Polisi segera mengumumkan status tersangka beberapa hari ke depan (Rishian Krisna).
Sang guru juga menendang pantat korban dengan kaki kanan serta memukul betis korban dengan belahan bambu. Akibat perbuatan guru itu, korban mengalami bengkak di kepala, bengkak di bagian leher, serta luka memar di pantat dan betis.
Korban menjalani perawatan di Puskesmas Lantona, Minggu (24/10/2021), kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Kalabahi. Rabu (26/10/2021), korban meninggal di rumah sakit itu.
Pelaku belum ditetapkan sebagai tersangka, tetapi telah ditahan di Polres Alor untuk kepentingan penyidikan sekaligus menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, terutama dari keluarga korban. ”Polisi segera mengumumkan status tersangka beberapa hari ke depan,” kata Rishian.
Lima orang
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Alor Albert Ouwpoly mengatakan, polisi juga telah memeriksa empat teman korban yang sama-sama mendapatkan penganiayaan serupa. Keempat anak yang juga menjadi korban penganiayaan didampingi orangtua masing-masing serta anggota staf dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Alor. Para saksi diajak menyampaikan secara terbuka apa yang mereka alami dan lihat saat kejadian pada Sabtu (23/10/2021) itu.
Keempat rekan korban tidak mengalami luka atau memar sampai dirawat. ”Korban yang meninggal itu sebelumnya juga sakit-sakitan. Apakah korban meninggal akibat penganiayaan atau penyakit lain, kini sedang diselidiki polisi,” kata Ouwpoly.
Ia mengatakan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengambil sikap tegas terhadap pelaku penganiayaan dengan membentuk satu tim melakukan penyelidikan di lapangan. Tim investigasi ini dipimpin Kepala Bidang Pendidikan Menengah.
”Saya telah menerbitkan surat keputusan pemecatan terhadap LK selaku guru kontrak daerah di sekolah itu. Pemberhentian itu terhitung sejak Rabu (27/10/2021),” ujarnya.
Keputusan ini diambil setelah laporan tertulis dari tim investigasi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Alor. ”Saya juga telah menyurati semua kepala sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Alor agar stop tindak kekerasan di sekolah,” kata Ouwpoly.
Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho sangat menyayangkan kejadian itu. Polisi diminta mengusut sampai tuntas kasus penganiayaan siswa oleh guru yang berujung kematian ini.
”Jangan ada upaya lain menghambat kasus ini oleh siapa pun, termasuk pelaku dan keluarganya. Pemecatan terhadap guru yang diambil Pemkab Alor sudah tepat, tetapi tidak cukup di situ, harus diproses hukum sebagai pembelajaran bagi guru lain,” ujarnya.
Ia menilai, kasus penganiayaan terhadap siswa di sekolah-sekolah pedalaman di NTT masih marak. Penganiayaan ini dianggap lumrah oleh guru dan pihak sekolah. Mereka pun merasa pernah dididik dengan kekerasan atau penganiayaan seperti itu. Mereka tidak sadar bahwa dalam era keterbukaan informasi dengan perkembangan informasi digital yang begitu cepat, sekecil apa pun perbuatan mereka segera menjadi viral di dunia maya.
Sampai hari ini belum ada kebijakan pemerintah daerah bagaimana menghentikan tindak kekerasan di sekolah. Aturan pemerintah pusat soal pendidikan sudah jelas, yakni guru atau pengelola pendidikan tidak boleh mengedepankan tindak kekerasan terhadap siswa dengan alasan apa pun.
Tetapi, dalam praktik di lapangan, tindak kekerasan masih berlangsung. Guru sangat cepat emosional terhadap siswa pada saat siswa tidak mengerjakan tugas sekolah atau melakukan kelalaian lain. Kasus ini sebagian besar didiamkan masyarakat pedalaman karena telah mempercayakan anak sepenuhnya kepada guru di sekolah untuk dididik.
Saya telah menerbitkan surat keputusan pemecatan terhadap LK selaku guru kontrak daerah di sekolah itu terhitung sejak, Rabu (27/10/2021) (Alor Albert Ouwpoly).
”Siswa di pedalaman tidak memiliki ponsel pintar, juga sebagian sekolah belum memiliki listrik dan jaringan internet. Kejadian-kejadian di sekolah sulit terekam ponsel dan masuk media sosial atau menjadi viral seperti kejadian di kota. Dengan kondisi ini, guru seenaknya bertindak terhadap siswa,” kata Riwu Kaho.