Guru Diperkuat Terapkan Pendidikan Kaya Digital
Indikator keberhasilan program digitalisasi pendidikan di Indonesia sangat tergantung pada kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusianya.
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan berbasis digital terus berkembang, baik dengan model pembelajaran campuran maupun pendidikan penuh secara daring. Penguasaan guru untuk menerapkan pendidikan kaya digital semakin penting dengan terus memperkuat pelatihan pendidikan digital untuk semua guru.
Pelatihan guru untuk memperkuat pembelajaran berbasis digital salah satunya digelar Tanoto Foundation dengan nama program PINTAR 2021/2022 untuk mengakomodasi dan mempercepat digitalisasi pembelajaran serta pelatihan guru dan kepala sekolah di Indonesia.
Pelatihan ini melibatkan 1.100 fasilitator pembelajaran dan manajemen sekolah yang akan melatih serta mendampingi lebih dari 10.000 guru dan kepala sekolah dari 842 sekolah dan madrasah di lima provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur.
Training Lead Program PINTAR Tanoto Foundation Golda Simatupang, Sabtu (23/10/2021), mengatakan, pelatihan berbasis digital program PINTAR menerapkan model pelatihan yang memanfaatkan penggunaan teknologi serta dengan memasukkan unsur-unsur gamifikasi untuk mendorong pelatihan virtual yang lebih menyenangkan. Selain itu, juga dilakukan menggunakan learning management system (LMS) dan mempraktikkan pembelajaran yang terintegrasi teknologi untuk mendorong keaktifan siswa.
Tidak bisa dimungkiri bahwa masih terdapat guru-guru yang kesulitan menjalankan pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh.
Dengan mengikuti pelatihan berbasis digital program PINTAR, guru dapat belajar untuk memadukan konsep belajar mandiri dan terpadu serta memanfaatkan ragam teknologi digital untuk mendukung pembelajaran di kelas. Pelatihan yang dimulai Senin (18/10/2021) akan berjalan sekitar tiga bulan.
”Kami akan terus belajar bersama para guru dan kepala sekolah di lapangan untuk memperbaiki sistem pembelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan anak-anak, tidak hanya di masa kini, tetapi juga untuk masa depan mereka nanti,” ujar Golda.
Sementara itu, CEO Global Tanoto Foundation J Satrijo Tanudjojo mengatakan, transformasi pembelajaran menggunakan teknologi harus dimulai dari diri guru-guru dan tenaga pendidik yang akan menjadi fasilitator pembelajaran. ”Kami mendukung para guru dan tenaga pendidik untuk berani mencoba, bereksperimen, mengonstruksi, berimajinasi, dan membuat definisinya sendiri tentang pembelajaran yang kaya digital,” kata Satrijo.
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Suharti menyebut, indikator keberhasilan program digitalisasi pendidikan di Indonesia sangat bergantung pada kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusianya.
Kemendikbudristek telah menyiapkan digitalisasi pendidikan, termasuk platform, kurikulum, dan kualifikasi pendidik yang dibutuhkan. Hanya saja, tidak bisa dimungkiri bahwa masih terdapat guru-guru yang kesulitan menjalankan pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh.
Baca juga : Gim Video dan Pendidikan Digital
Peningkatan kapasitas bagi guru dan kepala sekolah sangat penting. Ini supaya mereka mampu memberikan pembelajaran yang berkualitas dan relevan, khususnya terkait penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama M Ali Ramdhani mengungkapkan bahwa transformasi digital di dunia pendidikan adalah sebuah kemutlakan yang harus dilakukan. ”Jika hal tersebut sudah dilakukan, kelak anak-anak kita secara mindset sudah siap menghadapi kehidupan di masa depan,” ujarnya.
Tingkatkan praktik baik
Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) meluncurkan Guru Belajar dan Berbagi Seri Guru Merdeka Belajar sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Guru Sedunia. Direktur Jenderal GTK Iwan Syahril mengatakan, guru-guru harus didorong meningkatkan praktik baik, memercayai penilaian pedagogi dari guru yang terlatih dan berpengalaman, serta membekali para guru dengan keterampilan menggunakan teknologi pendidikan untuk mendukung pembelajaran dan pergeseran paradigma ke pembelajaran hibrida. Selain itu, juga mendorong guru mengadaptasi konten pembelajaran dan praktik pedagogi.
”Upaya ini diwujudkan untuk memulihkan ancaman putus sekolah, adaptasi dan kontekstualisasi pendidikan guru untuk mengajar pada level yang tepat (teaching at the right level), serta menyesuaikan kurikulum terhadap setiap perbedaan kebutuhan guru dalam pembelajaran,” kata Iwan.
Dalam hal tata kelola dan partisipasi, perlu diciptakan wadah untuk keterlibatan guru dan organisasi profesi dalam pengambilan keputusan pendidikan serta wadah untuk berbagi pengetahuan dan praktik, baik secara daring maupun luring.
Direktur Guru Pendidikan Dasar Rachmadi Widdiharto mengatakan, program Guru Belajar dan Berbagi Seri Guru Merdeka Belajar merupakan kerja sama Ditjen GTK dengan Yayasan Guru Belajar. Program ini bertujuan mengembangkan program peningkatan kompetensi guru, terutama dalam upaya mendorong guru agar menjadi guru yang merdeka dalam pembelajaran. Selanjutnya guru mengenali konsep pengembangan guru merdeka belajar sehingga bisa mengakselerasi, melejitkan karier, dan berkontribusi terhadap pendidikan.
Program bimbingan teknis ini dilaksanakan secara sinkronus dan asinkronus melalui berbagai media belajar, yaitu infografik, video, asesmen, serta pendampingan belajar berkelanjutan bagi para guru dan kepala sekolah yang terlibat dan forum diskusi di kanal telegram.
Yulia Rahmawati, guru SDN Krejengan Probolinggo, Jawa Timur, mengatakan, pengembangan guru yang merdeka belajar bukan hanya sekadar pengembangan portal, melainkan juga pilar vital untuk menjaga arah pendidikan nasional. Dalam pengembangan konsep guru merdeka belajar terdapat tiga kunci.
Baca juga : Perlu Desain Baru Pendidikan Guru pada Era Digital
Pertama, komitmen terhadap tujuan belajar. ”Artinya, guru memahami mengapa perlu mengajarkan suatu materi atau suatu keterampilan tertentu, guru bisa berkomitmen atas suatu ketercapaian pada dirinya sendiri, bukan dari atasan, melainkan dari dalam dirinya sendiri,” ujar Yulia.
Kedua, guru mandiri. Guru mandiri, kata Yulia, selalu bergantung pada dirinya untuk mengatasi tantangan, tidak mudah menyerah untuk menghadapi tantangan, serta tidak menyalahkan keadaan tertentu dan orang lain, tetapi mencari cara dan berinovasi.
Ketiga, guru yang reflektif. Artinya, guru memahami kekuatannya dan menggali area yang perlu dikembangkan dan terus-menerus memantau proses belajarnya sebagai upaya melakukan pengembangan yang berkelanjutan.