Gagasan untuk mengembangkan gim video dengan konten edukatif bukan mustahil bisa kita lakukan, sebagaimana yang sudah ditunjukkan Ubisoft dalam menerobos industri gim video di pasar global.
Oleh
ADHITYA M MAHESWARA
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Komikus Caravan Studio tengah mengerjakan komik di Tanjung Duren, Jakarta, Jumat (12/2/2016). Selain menerbitkan majalah komik sendiri, dengan memperkerjakan 125 komikus dan ilustrator, Caravan menggarap pesanan klien dari sejumlah negara berupa komik, karakter gim video, desain mainan, konsep desain untuk film, juga novel grafis. Marvel, DC Comics, Penguin Books, Hasbro, HBO Asia, dan Mattel termasuk dalam daftar kliennya.
Benarkah gim video (video game) berbahaya lantaran mengandung unsur adiktif? Banyak orangtua cemas jika anaknya nanti kecanduan. Tak sedikit guru yang tegas melarang muridnya bermain gim video. Apalagi, jika ada unsur kekerasan, tentu berdampak buruk bagi mental seseorang. Mungkin juga menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang. Itulah beberapa pandangan sempit dan keliru dalam memosisikan keberadaan gim video.
Pada dasarnya, gim video sekadar wahana hiburan digital. Hakikatnya tak berbeda dengan nonton film kartun atau hiburan ringan lain. Hanya, dalam gim video, orang mesti masuk sebagai bagian dari permainan. Ada interaksi antara pemain dan jenis permainan yang disediakan perangkat video itu. Di situlah muncul keasyikannya.
Dalam gim video yang menampilkan pertandingan sepak bola, duel para petarung, simulasi balap mobil, perburuan bandit, atau apa pun, seseorang bisa masuk sebagai bagian dari permainan. Ia bisa kalah (game over) atau bisa juga menang.
Tren gim video sendiri pada awalnya dikenal di Amerika Serikat pada 1970-an. Sejalan dengan perkembangan teknologi dunia digital, beberapa negara di Eropa dan Asia memanfaatkan industri ini sebagai bidang industri yang menguntungkan.
Jepang, misalnya, kini tampil sebagai negara dengan industri video game terbesar di dunia, bersaing dengan Amerika. Selama periode 1980-1990-an, ribuan gim video diproduksi para pengembang dari Amerika dan Jepang.
Melihat kesuksesan itu, beberapa negara Uni Eropa mulai ikut mengembangkan industri gim video. Meski kalah bersaing dengan Amerika dan Jepang, pengembang video Ubisoft asal Prancis berhasil memasuki pasar global sebagai wakil Eropa. Salah satu produk unggulannya, adalah gim video berjudul Assassin’s Creed yang dirilis pada 2007.
Kini, berbagai penelitian tentang dampak gim video terus dilakukan.
Gim video ini tidak sekadar media hiburan digital, tetapi juga dianggap salah satu inovasi besar dalam sejarah perkembangan industri gim video. Bahkan, membuka perspektif baru dalam dunia hiburan digital.
Kini, berbagai penelitian tentang dampak gim video terus dilakukan. Sebagian besar menunjukkan, gim video dari semua genre dan gaya, diyakini bisa mendukung pembelajaran orang dalam keterampilan berkomunikasi, berkolaborasi, memecahkan masalah, dan memperkuat ingatan.
Penelitian Dr Giorgos Papanastasiou (2017), pengajar bidang Artificial Intelligence and Engineering in Medicine, menyimpulkan bahwa gim video dapat mengembangkan keterampilan kognitif, spasial, motorik, komunikasi. Bahkan, dapat pula mengajarkan para pemain untuk memecahkan masalah yang kompleks, meningkatkan kreativitas, dan membuat para pemain merasakan berbagai macam emosi.
AFP PHOTO / CARL DE SOUZA
Sejumlah pengunjung tampak sedang bermain gim video Assasins Creed ”Odissey” saat acara Game XP di Olympic Park in Rio de Janeiro, Brasil, pada 7 September 2018.
Seri gim video Assassin’s Creed dianggap sangat cocok untuk meningkatkan kreativitas, memecahkan masalah, dan mempelajari sejarah masa lalu. Jenis permainan ini dapat dikategorikan sebagai historical game. Stewart MacCallum dan Justin Parsler (2007) membuat kategori historical game jika gim video itu berlatar belakang sejarah dunia dan dapat berdampak meluaskan pengetahuan tentang sejarah dunia.
Bagi kedua peneliti itu, ada dua pendekatan untuk mengetahui bagaimana historical game menyajikan alur cerita sejarah. Pertama, ruang lingkup sejarah dibatasi dan fokus pada pertempuran, unit, atau momen sejarah yang sangat spesifik untuk menghindari penceritaan sejarah yang kompleks. Kedua, adanya keterlibatan kontrafaktual, yaitu untuk memicu kreativitas para pemain memecahkan masalah pada alur cerita permainan.
Bagaimana Assassin’s Creed menuangkan kisah sejarah yang kompleks dalam gim video? Komponen terpenting dalam permainan itu adalah keterlibatan pakar sejarah guna memberikan sensasi pengalaman menjelajahi sejarah masa lalu seakurat mungkin.
Dalam seri Assassin’s Creed ada pula seri terkenal, seperti Assassin’s Creed Unity (2014) berlatar Revolusi Prancis (1776-1800), Assassin’s Creed Odyssey (2018) berlatar Yunani era Perang Peloponnesia (431-404 SM), atau Assassin’s Creed Origins (2018) dengan latar waktu tahun 49 SM, yaitu masa kehidupan Cleopatra, ratu paling terkenal di Mesir.
Dalam seri gim video itu, para pemain diberi kebebasan menjelajahi kota-kota bersejarah.
Dalam seri gim video itu, para pemain diberi kebebasan menjelajahi kota-kota bersejarah. Itulah sebabnya Assassin’s Creed dianggap inovasi besar dalam industri gim video. Inovasi itu kemudian dikembangkan lagi oleh Ubisoft ketika menciptakan seri Assassin’s Creed Origins dengan menyuntikkan elemen museum virtual di dalamnya.
Fitur tersebut dikenal dengan Discovery Tour yang membuat pemain dapat mempelajari lokasi-lokasi bersejarah di Mesir, seperti piramida, Sungai Nil, dan jalanan Alexandria. Atas kesuksesan fitur itu, Ubisoft terus menerapkan fitur itu dalam seri Assassin’s Creed selanjutnya, yang diberi nama Assassin’s Creed Valhalla (2020).
Beberapa penelitian yang membahas efektivitas seri Assassin’s Creed terhadap anak muda dalam mempelajari sejarah menunjukkan respons bervariasi. Hal yang sama terjadi pada hasil penelitian Lisa Gilbert, ”Assassin’s Creed reminds us that history is human experience: Students’ senses of empathy while playing a narrative video game.” (2019).
Dalam penelitian itu, Gilbert mewawancarai 14 siswa SMA dari beberapa kota di Amerika yang pernah bermain seri Assassin’s Creed. Berdasarkan wawancara itu, Gilbert menyimpulkan bahwa mereka sangat menyukai seri Assassin’s Creed karena mengandung pengetahuan yang luas. Gilbert menambahkan, permainan Assassin’s Creed dapat memengaruhi persepsi para siswa terhadap sejarah masa lalu melalui tokoh utama atau peristiwa bersejarah yang ada dalam gim video.
Kompas/Priyombodo
Anak-anak mencoba berselancar di dunia maya dalam acara peluncuran program Tangkas Berinternet (#tangkasberinternet) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Jakarta, Senin (10/2/2020). Kegiatan yang digagas Google Indonesia ini digelar dalam rangka memperingati Hari Aman Berinternet Sedunia atau ”Safe Internet Day” yang diselenggarakan setiap 11 Februari. Program ini memuat beberapa materi ajar untuk guru dan orangtua, situs terkait literasi digital, dan permainan berbasis ”web” yang dapat membantu mengajarkan konsep literasi digital kepada anak-anak dengan bantuan guru dan orangtua.
Kini, para ilmuwan berbagai bidang meyakini bahwa gim video adalah produk budaya yang serius dan dapat dijadikan penelitian ilmiah. Gim video tidak hanya sebagai hiburan digital, tetapi sarana edukatif bagi kawula muda. Jadi, lewat gim video, pengembang dapat memasukkan konten sejarah, kepahlawanan, jiwa kesatria, perjuangan, dan pemihakan kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesungguhnya dapat menjadikan Ubisoft sebagai contoh dalam mengembangkan inovasi digital ke dalam dunia pendidikan. Dalam hal ini, para siswa didorong berinteraksi langsung dengan mata pelajaran apa pun.
Melalui gim video, para pengembang dapat memasukkan konten sejarah, geografi, budaya, sastra, atau genre apa pun. Dengan cara demikian, gim video berfungsi sebagai sarana bermain sambil memperkenalkan berbagai konten edukatif. Mungkin Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat menyelenggarakan lomba penciptaan gim video dengan konten yang sesuai dengan tujuan pendidikan kita.
Gagasan ini tentu bukan hal yang mustahil, sebagaimana yang dilakukan Ubisoft dalam menerobos industri gim video di pasar global sehingga dapat menjadi salah satu wakil Eropa.
(Adhitya M Maheswara, Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Kajian Wilayah Eropa, Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia)