Satgas Covid-19 Diminta Tetap Disiplin Awasi Protokol Kesehatan
Kondisi pandemi Covid-19 yang mulai terkendali ini semestinya jangan menimbulkan euforia yang membuat warga sekolah lengah pada penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah dan keluarga.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembelajaran tatap muka terbatas menjadi solusi untuk meningkatkan capaian pembelajaran dan penumbuhkan karakter anak-anak. Agar pembelajaran tatap muka berjalan dengan aman, satuan tugas Covid-19 harus berfungsi optimal untuk menegakkan disiplin pada protokol kesehatan. Selain itu, pembukaan sekolah di masa pandemi ini juga menjadi peluang bagi sekolah untuk semakin meningkatkan pola hidup bersih dan sehat yang berkualitas.
Direktur Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Sri Wahyuningsih mengatakan, PTM terbatas semakin meningkat. Data per 28 September menunjukkan, dari 277.536 satuan pendidikan dan laporan dari dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota, sudah 49 persen satuan pendidikan yang membuka sekolah tatap muka. Kondisi pandemi Covid-19 yang semakin menurun membuat daerah memberikan izin untuk PTM terbatas.
Kondisi pandemi Covid-19 yang mulai terkendali ini jangan menimbulkan euforia yang membuat warga sekolah lengah pada penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah dan keluarga.
Sri mengingatkan agar kondisi pandemi Covid-19 yang mulai terkendali ini jangan menimbulkan euforia yang membuat warga sekolah lengah pada penerapan protokol kesehatan di lingkungan sekolah dan keluarga. “Dari hasil kunjungan ke beberapa sekolah, ada euforia seperti sekolah normal sebelum pandemi. Padahal, kita belum merdeka dari Covid-19. Ada yang tidak pakai masker dan berdekatan. Kami terus mengingatkan agar Satgas Covid-19 di satuan pendidikan dioptimalkan untuk pengawasan, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan PTM. Satgas Covid-19 di daerah dan dinas pendidikan juga harus ketat dalam pengawasan,” kata Sri di webinar Indonesia Hygiene Forum Ke-8 bertajuk Sekolah dan Anak Taat Protokol Kesehatan : Kunci Keamanan Pembelajaran Tatap Muka, Rabu (13/10/2021).
Terkait kesiapan sarana dan prasarana sanitasi di sekolah, dari sekitar 59 persen satuan pendidikan yang melaporkan, secara umum sudah memadai meskipun belum sampai 100 persen. Sekolah dipastikan memiliki toilet atau kamar mandi bersih, sarana cuci tangan pakai sabun (CPTS) dengan air mengalir atau hand sanitizer, serta disinfektan. Ketersediaan fasilitas kesehatan seperti akses ke fasilitas kesehatan, area wajib masker, dan thermo gun (alat pengukur suhu tubuh) masih di kisaran 72 -85 persen.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada Bayu Satria Wiratama menjelaskan, kondisi Covid-19 di Indonesia sudah mengalami penurunan. Inilah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi dan secara bertahap membuka aktivitas secara terbatas, termasuk PTM.
Namun, perlu diingat bahwa anak-anak juga rentan terhadap paparan Covid-19. Sekitar 1 dari 8 orang (12,8 persen) kasus Covid-19 terjadi pada anak usia di bawah 18 tahun. Adapun, sebanyak 0,4 persen atau 177 kematian dari 37.706 kasus konfirmasi positif merupakan anak-anak.
Selain itu, satu dari tujuh anak yang terkena Covid-19 berisiko mengalami long covid. Penelitian terbaru mendapati, satu dari 14 anak memiliki lima atau lebih gejala long covid, seperti nafsu makan yang berkurang, tidak mencium bau, lemas, hingga pengaruh pada kemampuan kognitif mereka.
“Ada risiko di anak. Apalagi yang usia di bawah 12 tahun belum bisa vaksin. Sedangkan yang usia 12 tahun ke atas saja baru sekitar 15 persen yang divaksin dosis kedua. Karena itu, PTM harus dipastikan aman dan menjadi tanggung jawab bersama sekolah, keluarga, dan masyarakat,” kata Bayu.
Bayu mengingatkan peran penting Satgas Covid-19 Sekolah untuk memastikan pengawasan, edukasi protokol kesehatan, hingga komunikasi sekolah, keluarga, dan pihak terkait lainnya. “Di tim kesehatan, saat screening tidak sekadar dengan pengukuran suhu menggunakan thermo gun. Harus juga dilihat dan ditanyakan kondisi siswa dan guru. Perlu juga memperhatikan apakah ada gejala batuk atau pilek. Ini harus mulai dibiasakan,” kata Bayu.
Chief of Water, Sanitation and Hygiene (WASH) Unicef Indonesia Kannan Nadarmengatakan, ada banyak dampak negatif pada anak-anak dari penutupan sekolah yang berkepanjangan dan konsekuensinya semakin parah, terutama bagi anak-anak yang paling rentan, yaitu anak-anak di pedesaan, daerah terpencil, dan mereka yang memiliki disabilitas. Kondisi ini termasuk meningkatnya angka putus sekolah, penurunan prestasi belajar anak-anak dengan banyaknya peserta didik yang diperkirakan akan mengalami kehilangan belajar, serta dampak pada kesejahteraan psikososial dan kesehatan mental mereka yang disebabkan oleh isolasi sosial yang berkepanjangan serta ketidakpastian ekonomi.
Kondisi Sanitasi di Sekolah
Di masa PTM terbatas ini, lanjut Kannan, ketersediaan fasilitas air bersih, sanitasi dan kebersihan (WASH) sangat penting untuk kelancaran sekolah. Cuci tangan pakai sabun perlu diprioritaskan di semua sekolah, permukaan yang bersentuhan harus secara rutin didesinfeksi, dan dana Bantuan Operasional Sekolah perlu secara kreatif digunakan untuk meningkatkan akses WASH dengan tetap menjaga fasilitas yang ada.
Namun, dari Profil Sanitasi Sekolah Tahun 2020 oleh Kemendikbudristek, Unicef Indonesia, GIZ Fit For School, dan SNV Indonesia, sekitar 73 persen sekolah tidak memiliki akses sanitasi yang layak. Satu dari tiga sekolah tidak memiliki jamban/toilet yang terpisah. Satu dari lima sekolah tidak memiliki akses air yang layak, serta tiga dari lima sekolah tidak memiliki akses kebersihan yang layak. Akibatnya, ada 43,5 juta peserta didik pada 356.388 pendidikan anak usia dini dan sekolah tidak memiliki akses kombinasi akses air bersih, sanitasi, dan kebersihan.
Padahal dari survei Unicef Indonesia pada orangtua, sekitar 62,8 persen orangtua sangat ingin mengirim anaknya kembali ke sekolah. Tidak ada perbedaan persepsi antara orangtua di perkotaan atau pedesaan dan latar belakang sosial ekonomi. Sebagian besar orangtua mempertimbangkan fasilitas cuci tangan dengan sabun, hand sanitizer dan jaga jarak yang aman dan kapasitas siswa 50 persen, tentang PTM terbatas yang aman dan sehat dari penyebaran Covid-19.
Sementara itu, Direktur PT Unilever Indonesia Tbk Reski Damayanti mengatakan, Indonesia Hygiene Forum (IHF) yang digagas PT Unilever Indonesia Tbk ini bertujuan meningkatkan kesadaran seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya penerapan protokol kesehatan dan higienitas yang tepat guna melindungi diri dan lingkungan dari bahaya penyebaran COVID-19, dalam hal ini di area sekolah yang mulai memasuki masa PTM terbatas. Di tengah forum, telah hadir sederetan pakar yang mewakilkan para pemangku kepentingan di bidang kesehatan dan pendidikan, mulai dari pemerintah, organisasi, akademisi hingga pelaku industri.
“Kami ikut mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat serta penerapan protokol kesehatan. Kali ini, sebagai bentuk dukungan, kami menyelenggarakan IHF untuk menyebarluaskan edukasi mengenai pentingnya penerapan protokol kesehatan sebagai kunci keamanan pelaksanaan PTM terbatas,” kata Reski.
Reski menambahkan, selama pandemi, Unilever Indonesia juga telah memberikan bantuan berupa produk kebersihan dan higienitas serta sarana cuci tangan yang disalurkan ke sekolah dasar di berbagai kota/kabupaten, dilengkapi berbagai program edukasi untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat). “Semoga pelaksanaan IHF hari ini semakin menggenapkan upaya kami untuk mempererat kerja sama dari semua pihak dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat dan higienis,” kata Reski.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya, menjelaskan, untuk menjamin keamanan, mutu, dan manfaat alat kesehatan serta Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) yang beredar di sekolah-sekolah selama PTM terbatas, Kementerian Kesehatan terus melakukan pengawasan yang ketat, pra dan pasca peredaran. Kerja sama sinergis antara pemerintah, industri, penyalur, pemberi layanan kesehatan dan masyarakat harus dilakukan untuk melaksanakan pengawasan, pembinaan, hingga pengendalian sehingga semua sekolah dapat menjadi tempat belajar yang aman, nyaman dan terlindungi.