Ketika Maluku Punya Cara Jauhkan Anak dari Adiksi Gawai
Kecanduan gawai pada anak-anak bisa menyebabkan sejumlah permasalahan, mulai dari fisik hingga sosial. Dibutuhkan kegiatan alternatif agar anak tersalurkan energi, semangat, serta ketertarikannya. Maluku punya contohnya.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
Kondisi sekolah daring yang masih harus dijalani sejumlah anak-anak membuat orangtua susah untuk meminta anaknya melepaskan diri dari gawai. Adiksi gawai telah menjadi ancaman yang kian sulit. Namun, Maluku punya sejumlah contoh yang bisa menginspirasi kita untuk membantu anak-anak menyalurkan energinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh dokter Kristiana Siste, dokter Enjeline, dan tim Divisi Psikiatri Adiksi Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo di Jakarta pada 34 provinsi di Indonesia selama masa pandemi Covid-19 menunjukkan, angka kecanduan internet mencapai 19,3 persen pada remaja dan 14,4 persen pada dewasa muda. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2020
Ada 2.933 remaja mengalami peningkatan durasi daring (online) dari 7,27 jam menjadi 11,6 jam per hari, meningkat sekitar 59,7 persen. Sebanyak 4.734 dewasa muda mengalami peningkatan durasi online menjadi 10 jam per hari.
Hal ini harus diintervensi segera karena kecanduan internet menimbulkan dampak negatif bagi otak, fisik, kesehatan jiwa, dan sosial. Orang dengan kecanduan internet/gawai akan mengalami kesulitan untuk membuat keputusan, sulit konsentrasi dan fokus, pengendalian diri buruk, prestasi menurun, penurunan kapasitas proses memori, serta kognisi sosial negatif. Adiksi gawai berdampak sangat buruk pada anak.
Waktu pulang kami sudah lelah sekali. Jadi, kami lebih butuh tidur daripada butuh gawai. Intinya, kami jadi lebih cerdas menggunakan gawai untuk hal-hal yang penting saja.
Ahli neurosains terapan, Anne Gracia, menjelaskan, adiksi gawai bukan kondisi spontan, tetapi bergulir bersama pembiaran dan pembiasaan. Karena itu, sejak awal kendali dalam penggunaan internet pada anak perlu ditegakkan.
Oleh karena itulah, Yayasan Sejiwa terus meluaskan gerakan Jagoan atau ”Jauhkan Adiksi Gawai, Optimalkan Potensi Anak” (Jagoan). Setelah di Jakarta, peluncurkan dilakukan di Ambon, Maluku, pada 9 Oktober 2021. Gerakan Jagoan ini didukung Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy; Kepala Dinas Pendidikan Kota Ambon Jhon Sanders; Nico Tulalessy, pendiri Ambon Ukulele Kids Community (AUKC); komunitas Lebebai; Komunitas Anak Cinta Laut (ACL); psikiater; ahli neursains; dan para mitra dari Mauku.
Peluncuran kampanye dan program di Maluku ini juga dihadiri oleh Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Muhammad Hasbi. ”Apresiasi dari kami untuk inisiatif Jagoan ini, di mana program sangat relevan dengan tumbuh kembang anak, termasuk di masa usia dini,” kata Hasbi.
Diena Haryana, pendiri Sejiwa, menyatakan perlunya melibatkan mitra-mitra dari berbagai wilayah di Indonesia agar berbagai potensi daerah yang memiliki ”kisah sukses” dapat menjadi pembelajaran bagi kita semua. ”Gerakan Jagoan ternyata sudah banyak dilakukan, baik di sekolah-sekolah maupun oleh para penggiat anak serta anak-anak sendiri di Maluku. Hasilnya sangat luar biasa,” ujar Diena.
Ajak anak bermusik
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy memperkenalkan potensi Maluku yang kaya dengan kegiatan-kegiatan anak yang penuh komitmen, konsisten dan sangat menginspirasi. Ambon merupakan salah satu kota musik di dunia yang ditetapkan oleh UNESCO pada 2019 sejajar dengan kota musik lain, seperti Sevilla (Spanyol), Hamamatsu (Jepang), Liverpool (Inggris), Idanha-a-Nova (Portugal), dan Auckland (Selandia Baru).
”Dengan bermusik, anak-anak terpacu untuk ceria, kreatif, bahagia, bertanggung jawab, senang berkolaborasi dengan orang lain, dan bersemangat. Musik akan bisa membangun karakter unggul anak-anak kita, juga keterampilan hidup mereka,” kata Richard.
Jhon Sanders menyampaikan musik dapat menjadi sarana pembentukan karakter generasi muda Ambon. Kurikulum musik sudah masuk untuk tingkat SD dan SMP. Anak-anak belajar alat-alat musik tradisional Maluku, seperti ukulele, tifa, seruling bambu, dan rebana. Saat ini juga sedang dikembangkan kurikulum musik dari taman kanak-kanak dan pendidikan anak usia dini. ”Kami berkomitmen agar di sekolah anak-anak diperkenalkan musik sedini mungkin,” kata Jhon.
Sementara itu, Nico Tulalessy mengatakan, musik bisa menjauhkan anak-anak dari adiksi gawai. Amboina Ukulele Kids Community dibentuk dengan tujuan menyediakan kegiatan alternatif bagi anak-anak untuk mengisi waktu luang agar tidak melulu menghabiskan waktu dengan bermain gawai yang dapat menyebabkan kecanduan.
”Anak-anak ini senang bermusik karena di Maluku semua orang suka musik, tetapi mereka juga senang berkegiatan dengan teman-teman mereka, berlatih terus dengan konsisten. Musik membuat mereka berkembang, bergembira, dan tidak lekat dengan gawainya,” ujar Nico.
Kegiatan alam
Kezia Tulalessy (16), pendiri komunitas Lebebae untuk anak-anak pencinta lingkungan hidup di Maluku, mengatakan, dirinya ingin mengajak anak-anak mencintai laut dan pantai agar punya berbagai aktivitas yang tidak melulu lekat pada gawai. Komunitas Lebebae banyak berkegiatan di akhir pekan untuk mengangkat sampah di sejumlah tempat, berinteraksi dengan alam, bermain permainan-permainan tradisional, dan belajar lebih dalam tentang lingkungan hidup.
”Hal ini membuat kami semua tidak lekat dengan gawai. Adiksi gawai tidak terjadi. Kami sadar untuk melindungi diri dari adiksi gawai lewat kegiatan kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat di Lebebae,” ujar Kezia.
Hal senada disamapikan Christofani (16 ) dari Komunitas Anak Cinta Laut (ACL), Maluku. Kegiatan anak-anak di ACL bisa mencegah anak teradiksi gawai.
”Kami di ACL melakukan kegiatan menyelam, menanam karang, atau membersihkan pantai di akhir pekan. Waktu pulang kami sudah lelah sekali. Jadi, kami lebih butuh tidur daripada butuh gawai. Intinya, kami jadi lebih cerdas menggunakan gawai untuk hal-hal yang penting saja,” kata Christofani.
Ahli pendidikan dari Universitas Pattimura, Pamella Mercy Papilaya, mengatakan, karakter anak terbangun oleh kesempatan-kesempatan yang diperolehnya lewat banyak kegiatan di dunia nyata, baik melalui bermain, berteman, berinteraksi dengan alam, berolahraga, maupun pengembangan khusus dari potensi setiap anak yang dikaruniakan oleh sang Pencipta.
”Anak harus berinteraksi dengan dunia nyata sehingga ia mengenali dan mencintai lingkungan hidupya. Melalui kegiatan ini, tumbuh kepedulian, tanggung jawab, dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi lingkungannya. Anak memerlukan arahan dan dampingan orangtua agar cakap berdigital. Jangan sampai anak begitu lekat dengan gawainya sehingga ia justru jauh dan lupa akan lingkungan hidupnya,” papar Pamella.
Diena Haryana mengingatkan perkembangan internet ada sisi posisitif dan negatif. Saat ini, banyak terjadi kasus kecanduan internet/gawai. Sebanyak 1 dari 7 orang dewasa mengalami adiksi gawai, dan 1 dari 5 remaja mengalami adiksi gawai. Kondisi ini bisa merugikan potensi Indonesia dalam menghadapi masalah kehidupan yang membutuhkan ketangguhan, keunggulan, dan kreativitas.
”Dibutuhkan segala upaya untuk menumbuhkan potensi anak-anak kita. Apa yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan di Maluku, para penggiat anak serta anak-anak sendiri dalam membangkitkan potensi anak layak diapresiasi dan menjadi pembelajaran baik buat kita semua,” ucap Diena.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati mengatakan, komitmen KPAI untuk mendukung inisiatif dari masyarakat, seperti yang dilakukan Yayasan Sejiwa bersama mitra ini. ”Peran keluarga untuk mengenalkan literasi digital sejak dini,” kata Rita.
Pemerhati pendidikan dan pakar pendidikan karakter, Doni Koesoema, mengatakan, musik dapat menghaluskan rasa dan menajamkan budi anak sehingga ia bertumbuh menjadi anak- anak yang baik. Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk anak menjadi pribadi yang cerdas, berbudi luhur, dan sehat.
Musik merupakan sarana paling optimal untuk mencapai tiga hal ini. ”Cinta pada musik, disertai kepedulian pada alam, akan membentuk jiwa kepemimpinan anak-anak Maluku,” kata Doni.