Indonesia bersiap menjadi rumah bagi wayang dunia. Selain memiliki koleksi wayang yang kaya dan tersebar di berbagai daerah, seni tradisi tersebut telah mendapat pengakuan oleh UNESCO.
Oleh
Ninok Leksono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Indonesia memiliki koleksi wayang amat kaya dan tersebar di sejumlah daerah; mendapat pengakuan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2003; serta memiliki momen penting setelah penetapan Hari Wayang Nasional, 7 November 2018. Untuk itu, Indonesia menyiapkan diri jadi rumah bagi wayang dunia.
Hal ini juga selaras dengan semangat yang muncul dalam Sidang UNESCO tentang Warisan Dunia Tak Benda di Bogota, Kolombia, Desember 2019.
Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (Sena Wangi) yang menaungi komunitas dan organisasi pewayangan Indonesia siap menggelar ”Forum Warisan Budaya Tak Benda bagi Wayang di Indonesia”, 7-9 November 2021, di Jakarta, dan secara daring bagi peserta internasional.
Ketua Umum Sena Wangi Suparmin Sunjoyo didampingi Ketua Panitia Forum Nurrachman Oerip dan Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia Kondang Sutrisno menyampaikan kesiapan Indonesia dalam peluncuran awal (soft launching) acara itu, Jumat (8/10/2021), di Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Akan ada tiga format kegiatan selama Forum, yakni atraksi, diskusi, dan ekskursi.
Menurut Suparmin, akan ada tiga format kegiatan selama Forum, yakni atraksi, diskusi, dan ekskursi. Acara diharapkan menjadi tontonan sekaligus tuntunan pembangunan karakter bangsa bagi kaum dewasa dan generasi milenial.
Pada acara itu, contoh pergelaran wayang dari sejumlah daerah dan negara ditampilkan, antara lain dalang Irwan Riyadi mencontohkan gerakan Anoman, pemain wayang orang Agus Prasetyo memperagakan Sri Kresna bertiwikrama (berubah wujud jadi raksasa), serta penari dan pemain wayang Santi Dwisaputri menarikan wayang Kamboja.
Regenerasi
Sebelumnya, sebagaimana diberitakan Kompas.id, sejak wayang diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur pada 7 November 2003, pelestariannya tidak mudah dilakukan. Globalisasi menyebabkan kelangkaan regenerasi pembuat, pemain, penonton, dan penanggap wayang.
Hal itu menjadi benang merah webinar ”Peringatan Hari Wayang Sedunia”, Sabtu (7/11/2020), di Jakarta. Webinar ini diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama).
Dosen Sastra Jawa Universitas Gadjah Mada (UGM), Rudy Wiratama, menjelaskan, UNESCO memberikan pengakuan warisan budaya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur kata untuk mendorong masyarakat lokal mendemonstrasikan nilai luar biasa wayang sebagai mahakarya manusia yang jenius kreatif. Kesadaran bahwa wayang adalah bukti luas dari akar sejarah budaya masyarakat bersangkutan.
Pengakuan berfungsi untuk menegaskan nilai-nilai wayang sebagai kesaksian unik dari tradisi budaya yang hidup. Selain itu, wayang memiliki risiko mengalami degradasi atau menghilang.
Rudi mengatakan, pengakuan tersebut diraih dengan kerja keras. Setelah pengakuan, terdapat jeda 15 tahun sampai akhirnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2018 yang isinya tentang penetapan Hari Wayang Nasional pada 7 November setiap tahun.
”Pengakuan UNESCO adalah hal yang membanggakan, tetapi di sisi lain terdapat hal yang memprihatinkan. Masih ada kelompok masyarakat, termasuk dari Indonesia, yang berpendapat wayang tidak menarik dan ketinggalan zaman. Pengakuan itu memungkinkan adanya evaluasi,” ujarnya.
Sementara itu, dalam acara penganugerahan secara daring serta luring di Yogyakarta dan Jakarta yang dipimpin Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Panut Mulyono, Jumat (18/12/2020), Dr (HC) H Solichin menyampaikan orasi ilmiah yang dibacakan putrinya, Elok Satiti. Filsafat wayang yang lahir dari pergulatan panjang Solichin, ia sebut sebagai filsafat asli Indonesia, yang digali atau bersumber dari bumi Nusantara yang juga berbasis Pancasila.
Fisafat wayang memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan karena mengandung obyek materi (berupa pergelaran wayang, lengkap dengan struktur serta isi yang menyangkut adegan, karawitan, dan unsur-unsur lain) serta obyek formal (perspektif rasional, kritis, mendasar, dan komprehensif).