Pemulihan Pendidikan Butuh Penguatan Guru
Pembelajaran tatap muka terbatas diragukan efektivitasnya untuk menghasilkan pembelajaran bermutu di masa pandemi Covid-19. Karena itu, peran guru sebagai jantung pemulihan pendidikan di masa pandemi perlu diperkuat.
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka terbatas mulai disambut baik sebagian besar orangtua siswa selama dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan, dan para guru telah divaksin. Namun, pembelajaran dengan model pembelajaran campuran itu diragukan efektivitasnya untuk menghasilkan pembelajaran bermutu di masa pandemi Covid-19.
Lebih dari 50 orangtua meragukan kesiapan guru memfasilitasi penerapan pembelajaran campuran. Hal ini terlihat dari kondisi pembelajaran di sekolah, hanya 1 dari 4 guru memakai kurikulum darurat (khusus) yang dianjurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Para guru merasa belum cakap menggunakan model pembelajaran campuran atau blended learning dalam pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Tiga dari empat guru mengharapkan pengembangan kemampuan profesional mengenai strategi, metode, dan model pembelajaran campuran,
Hal itu mengemuka dari hasil survei kesiapan sekolah menghadapi PTM terbatas yang dilakukan Tanoto Foundation selama Juni-Juli 2021. Survei ini dilakukan pada 7.013 orang responden yang terdiri dari kepala sekolah, guru, orangtua, termasuk siswa dari 842 sekolah mitra Program PINTAR Tanoto Foundation yang tersebar di 25 Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur.
Survei yang dirilis itu mencakup indikator pemenuhan daftar periksa sekolah, perencanaan guru dan kepala sekolah terhadap PTM terbatas yang di dalamnya terdapat kurikulum, metode, penjadwalan, dan vaksinasi. ”Selain beberapa indikator tersebut, kami menanyakan persepsi orangtua dan siswa terhadap PTM terbatas,” kata Direktur Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Margaretha Ari Widowati dalam Webinar Persiapan PTM Terbatas, Selasa (5/10/2021).
Data ini menunjukkan orangtua dan siswa berkeinginan PTM terbatas. Sebanyak 95 persen orangtua dan guru mendukung anak-anak kembali ke sekolah, ”Berangkat dari hasil survei ini, kami memberikan tiga rekomendasi. Pertama, memberikan pemahaman kepada guru agar lebih fokus membangun fondasi kecakapan guru di masa kurikulum darurat ini,” kata Ari.
Rekomendasi kedua adalah mendampingi kepala sekolah dalam menerapkan pemenuhan kesiapan PTM terbatas, termasuk hal-hal yang diwajibkan Kemendikbudristek. ”Salah satunya, membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi kepala sekolah untuk mengaktifkan Satgas Covid-19 di sekolah, dan juga melibatkan partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Untuk rekomendasi jangka panjang, penting memperluas bimbingan teknis kepada guru, dengan menggunakan metode pembelajaran campuran. ”Kami turut membantu para guru dan kepala sekolah serta pemerintah daerah dalam menghasilkan pembelajaran lebih berkualitas. Kita perlu berkolaborasi menghasilkan sesuatu yang mendukung anak-anak belajar,” ucap Ari.
Pemulihan kondisi pembelajaran yang lebih fokus menguatkan kompetensi dasar siswa dalam literasi, numerasi, dan karakter di masa pandemi ini juga sesuai dengan hasil Studi Analisa Situasi Pembelajaran dalam Masa Pandemi oleh Inovasi dan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, Kemendikbudristek. Hasil studi itu dipaparkan pada Temu Inovasi #12 bertajuk ”Menciptakan Ruang untuk Memulihkan Pembelajaran Siswa SD/MI dari Dampak Covid-19” pada Jumat (1/10/2021).
Baca juga: Memulihkan Pembelajaran yang Tertinggal Selama Pandemi
Pandemi Covid-19 berdampak pada kemajuan belajar siswa di tahun-tahun berikutnya. Kehilangan kemajuan belajar siswa setara dengan 5-6 bulan setelah 12 bulan belajar dari rumah dalam hal kemampuan literasi dan numerasi sebelum dan selama pandemi.
Pemulihan pendidikan akan berhasil jika dilakukan bergandengan tangan dengan guru. Beri mereka suara dan ruang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Kondisi lebih parah bisa terjadi karena keberagaman dari daerah dan kondisi sosial ekonomi siswa. Siswa dengan latar belakang sosial ekonomi rendah, yang sulit mengakses pembelajaran secara daring karena tidak ada gawai, kuota, jaringan internet, dan listrik, serta anak-anak berkebutuhan khusus, perlu menjadi perhatian khusus dalam memulihkan pembelajaran sebagai dampak pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Hasil studi pada April-Mei 2021 yang dilakukan di 8 provinsi meliputi 17 kabupaten dan 3 kota serta fokus pada jenjang pendidikan kelas 1-3 SD menunjukkan terjadi kehilangan pembelajaran atau learning loss. Capaian pembelajaran siswa tidak sesuai yang diharapkan pada jenjangnya.
Sekolah yang mengimplementasikan Kurikulum Darurat yang menyederhanakan Kurikulum 2013 dengan lebih fokus pada hal esensial daripada menuntaskan materi atau kurikulum membuat guru lebih fokus membantu siswa untuk tetap menguasai kompetensi dasar.
Sayangnya, penggunaan Kurikulum Darurat hingga Selasa (2/10/2021) baru dilaksanakan di 37,49 persen sekolah. Padahal, hal itu terbukti efektif untuk mengatasi keterbatasan PTM dan pembelajaran jarak jauh yang belum optimal.
Guru jantung pemulihan
Dalam peringatan Hari Guru Internasional setiap tanggal 5 Oktober, UNESCO menggarisbawahi bahwa guru menjadi jantung dari upaya pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan penutupan sekolah selama 18 bulan. Karena itu, pemerintah dan komunitas internasional diminta fokus pada guru yang menghadapi tantangan dalam menjalankan profesinya dan berbagai respons kebijakan yang efektif.
”Sekarang waktunya mengenali peran luar biasa guru dan memberdayakan mereka dengan pelatihan, pengembangan profesional, dukungan, dan kondisi kerja yang mereka butuhkan untuk menyebarkan bakat mereka. Pemulihan pendidikan akan berhasil jika dilakukan bergandengan tangan dengan guru. Beri mereka suara dan ruang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,” kata Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay.
Masih butuh upaya lebih untuk mendukung guru bertransisi dari pembelajaran remote dan campuran. Berdasarkan survei global 2021 yang dilakukan UNESCO, Unicef, Bank Dunia, dan OECD yang diumumkan pada Juli lalu, 40 persen negara melatih tiga perempat atau lebih guru tentang metode belajar jarak jauh dan efektivitas penggunaan teknologi pada tahun 2020.
Baca juga: Sekolah Berstrategi Atasi ”Learning Loss” Sekaligus Memastikan Sekolah Tetap Aman
Hanya 6 dari 10 negara menyediakan guru dengan pengembangan profesional tentang dukungan psikososial dan emosional. Hanya separuh negara (58 persen) yang menyediakan guru dengan materi untuk belajar jarak jauh, sedangkan 42 persen menyediakan guru peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan koneksi internet.
Persiapan daerah
Dalam menjalankan PTM terbatas, Pemerintah Kabupaten Siak mengacu kepada surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. Sekolah juga harus menyediakan dua layanan pendidikan, yaitu PTM secara terbatas dengan menjalankan protokol kesehatan dan pembelajaran jarak jauh.
Ada tiga hal perlu dilakukan sebelum melaksanakan PTM terbatas terkait persiapan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi. ”Tahapan kebijakan pelaksanaan PTM terbatas tersebut dilaksanakan tahun ajaran 2021/2022,” ujar Bupati Siak Alfredri.
Dalam tahapan persiapan, Alfredri mengadakan pertemuan bersama semua pemangku kepentingan, seperti Satuan Tugas Penanganan Covid-19, TNI, Polri, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, dinas kesehatan, dan dinas perhubungan. Pihaknya juga sudah membagikan 181.880 masker, thermogun, dan tempat cuci tangan sebanyak 426 unit, membuat studio pembelajaran, pelatihan berbasis TIK, hingga merelaksasi dana BOS untuk penanganan Covid-19.
Selama PTM terbatas, Bupati Siak memastikan kembali dokumen izin bertahap sebelum belajar di kelas dilaksanakan. ”Tentu izin bertahap dari saya selaku Bupati, sesuai kesiapan satuan pendidikan, dan pelaksanaan juga harus sesuai prosedur dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat,” tegasnya.
Setelah PTM terbatas digelar, pihaknya bersama Satgas Covid-19 setempat memantau dan mengawasi secara langsung dengan berkunjung ke sekolah. ”Kabupaten Siak berada di PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) Level 2. Namun kami masih 50 persen dalam pelaksanaan PTM. Kami selalu berhati-hati menjalankan kebijakan PTM terbatas,” kata Afredri.
Sementara itu, Junaedi Rahmad, Kepala Dinas Pendidikan Tanjung Jabung Timur, Jambi, menyebut pelaksanaan PTM di kabupatennya didasari saling koordinasi antarlembaga. ”Praktik baiknya adalah kita ujicobakan dulu di beberapa sekolah, dan hasil ujicoba digunakan untuk membuat regulasi tentang PTM terbatas,” tuturnya.
Regulasi tersebut disebarluaskan ke semua sekolah. Sebelum hal itu dilakukan, tim Satgas Covid-19 Tanjung Jabung Timur melakukan evaluasi dan monitoring ke sekolah-sekolah yang melaksanakan uji coba. Selanjutnya, sekolah tersebut dijadikan standar untuk pembukaan PTM di sekolah lainnya.
Pihaknya juga melibatkan organisasi lainnya, seperti Dewan Pendidikan, Persatuan Guru Republik Indonesia, Kelompok Kerja Guru, dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran. ”Mereka memiliki anggota yang besar sehingga kita bisa melibatkan mereka, baik sosialiasi PTM maupun bersama-sama melakukan evaluasi,” ujarnya.