Simpan Jejak Kehidupan, Museum Bisa Dimanfaatkan untuk Edukasi Isu Terkini
Museum menjadi medium edukasi isu strategis yang tepat ke publik. Untuk itu, upaya menyampaikan narasi itu secara tepat ke publik diperlukan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran museum dinilai penting untuk mengedukasi isu-isu strategis, termasuk isu lingkungan, ke masyarakat. Kemampuan pengelola museum untuk mengolah narasi, mencari relevansi dengan kehidupan masa kini, dan mengomunikasikannya kepada publik pun menjadi krusial.
Pamong Budaya Ahli Utama Permuseuman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Siswanto mengatakan, museum bukan hanya tempat penyimpanan barang-barang kuno. Koleksi yang disimpan museum merupakan bukti hidup dan kehidupan manusia di masa lalu. Di dalamnya ada narasi-narasi kehidupan yang bisa dipelajari.
”Jejak proses hidup dan kehidupan itu sangat dibutuhkan karena sering tidak tercatat, kemudian terlupakan oleh manusia. Dalam hal pembangunan berkelanjutan, peran museum adalah edukasi proses hidup dan kehidupan tersebut,” kata Siswanto saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (19/9/2021).
Barang sesederhana apa pun jika dinarasikan dengan baik dan dikomunikasikan akan membuat kekaguman.
Dinamika kehidupan dari masa ke masa, seperti perkembangan budaya hingga perubahan iklim, juga direkam oleh museum. Ini menjadi bekal pengetahuan masyarakat masa kini agar bisa mengelola alam dan kehidupan ke depan secara arif.
Menurut Siswanto, masih ada sebagian museum di dalam dan luar negeri yang baru menjaga, merawat, dan mengamankan koleksi museum. Belum semua mampu mengomunikasikan pengetahuan itu ke publik.
”Barang sesederhana apa pun jika dinarasikan dengan baik dan dikomunikasikan akan membuat kekaguman. Edukasi ke masyarakat berbagai latar usia dan pendidikan juga berjalan. Tantangan kami ke depan adalah bagaimana menginformasikan ini seluas-luasnya ke masyarakat dalam bentuk apa pun,” kata Siswanto.
Kurator museum Dian Ardianto mengatakan, peran museum strategis untuk belajar sejarah secara informal. Ia mencontohkan bahwa koleksi lukisan di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, secara tidak langsung mengangkat sejumlah isu strategis. Ini karena maestro lukis Basoeki Abdullah melukis dalam beberapa tema spesifik, seperti sosial-kemanusiaan dan alam.
Para siswa sebuah sekolah menengah atas mengunjungi Museum Pemasyarakatan di kompleks Lembaga Pemasyarakatan Wanita dan Anak Kelas IIA, Tangerang, Banten, Selasa (3/9/2019). ”Lukisan Dewi Sri, contohnya, bicara tentang penghargaan pada alam. Lukisan itu menceritakan sosok dewi padi, lalu bagaimana orang-orang bersyukur dan memberi penghormatan di masa panen,” tutur Dian.
Dian menambahkan, pengelola museum selalu mendiskusikan isu strategis yang berkembang di kehidupan masyarakat, baik isu sosial, jender, hingga lingkungan. Riset perlu dilakukan secara mendalam agar koleksi museum bisa dinarasikan sesuai konteks masa kini. Relevansi museum dengan kehidupan masyarakat menjadi penting. Salah satu strategi yang dilakukan untuk mengenalkan koleksi museum kepada publik adalah bekerja sama dengan seniman lintas generasi.
Pada pameran berjudul Bersama: Tema dan Lukisan Sosial-Kemanusiaan Basoeki Abdullah di Museum Basoeki Abdullah, seniman diminta mendalami isu sosial-kemanusiaan, kemudian menuangkannya dalam seni. Karya salah satu perupa berupa lukisan tiga dimensi yang terbuat dari sampah. Perupa berharap karyanya meningkatkan kesadaran publik tentang masalah sampah.
Sementara itu, G-20 atau kelompok 20 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia menilai museum berkontribusi untuk edukasi publik, khususnya soal pembangunan berkelanjutan hingga perubahan iklim. Ini disimpulkan dari pertemuan para Menteri Kebudayaan G-20 di Roma, Italia pada akhir Juli 2021.
Pertemuan itu membahas bagaimana museum bisa diintegrasikan sebagai penggerak utama pemulihan pasca-pandemi. Pembahasan soal peran museum terhadap edukasi perubahan iklim juga dilakukan.
Ketua Dewan Museum Internasional (ICOM) mengatakan, museum punya posisi yang unik untuk mendukung kebijakan lingkungan berkelanjutan, menyebar informasi ilmiah, hingga mendorong praktik hidup berkelanjutan di masyarakat.
”Memerangi krisis iklim secara aktif adalah keharusan di zaman kita. Budaya memegang peran kunci, tidak hanya untuk mendorong pengetahuan, kesadaran dan perubahan perilaku, tetapi juga mempertahankan startegi mitigasi,” ujarnya.