Lukisan 17 Seniman Dipamerkan di Museum Basoeki Abdullah
Pameran lukisan yang diikuti 17 seniman lintas generasi digelar untuk memperingati bulan peresmian Museum Basoeki Abdullah. Pameran ini sekaligus membuktikan bahwa seni rupa tetap hidup di tengah situasi pandemi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Karya 17 pelukis lintas generasi dan daerah akan dipamerkan di Museum Basoeki Abdullah, Jakarta, pada 24 September hingga 24 Oktober 2021. Pelukis diminta menuangkan ide sosial-kemanusiaan menurut interpretasi dan gaya lukis masing-masing.
Pameran berjudul Bersama: Tema dan Lukisan Sosial-Kemanusiaan Basoeki Abdullah ini digelar untuk memperingati bulan peresmian Museum Basoeki Abdullah. Museum ini sebelumnya merupakan rumah maestro lukis Basoeki Abdullah (1915-1993). Rumah tersebut ditetapkan sebagai museum pada 2001 serta dikelola Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Kepala Museum Basoeki Abdullah Maeva Salmah, Selasa (14/9/2021), mengatakan, pameran ini akan berlangsung secara daring dan luring. Pameran bertujuan untuk menyebar informasi mengenai tokoh Basoeki Abdullah pada publik. Basoeki dinilai berpengaruh pada perkembangan seni rupa di Indonesia.
”Tahun ini temanya sosial-kemanusiaan. Ini adalah salah satu tema yang ditemui pada lukisan-lukisan Basoeki,” ucap Maeva di Jakarta.
Kurator pameran, Agus Aris Munandar, mengatakan, sejauh ini lukisan-lukisan Basoeki menggambarkan sembilan tema. Beberapa di antaranya merupakan legenda dan mitos, pemandangan alam, lukisan potret, perjuangan, flora dan fauna, serta sosial-kemanusiaan. Ketertarikan Basoeki pada tema sosial-kemanusiaan disebut muncul menjelang akhir hayat sang maestro.
Pameran ini akan berlangsung secara daring dan luring untuk menyebar informasi tentang tokoh Basoeki Abdullah pada publik. Basoeki berpengaruh pada perkembangan seni rupa di Indonesia.
Tema sosial-kemanusiaan tampak pada lukisan Basoeki berjudul ”Korban Kelaparan di Padang Tandus” dan ”Buruh”. Menurut rencana, dua lukisan itu akan dipamerkan bersama 17 lukisan lain pada pameran nanti.
Para seniman berasal dari sejumlah daerah, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Bengkulu, dan DKI Jakarta. Mereka juga berasal dari generasi yang berbeda-beda.
Para seniman itu terdiri dari Andi Sules, Didik Widiyanto, Eddy Sulistyo Edo POP, Hajriansyah, I Ketut Suwidiarta, Ilyasin, Isa Perkasa, Misbach Thamrin, Rano Bukan Karno, S Yadi K, Slamet Henkus, Sudigdo, Tofan Siregar, Wahid, Yaksa, dan Yuni Daud. Mereka menerima undangan dari tim kurator untuk menggarap lukisan bertema sosial-kemanusiaan.
Agus mengatakan, para seniman diminta untuk menafsirkan tema tersebut sesuai interpretasi masing-masing. ”Kami memilih lukisan yang dekat dengan tema dan yang ’mengikuti’ jejak Pak Basoeki, misalnya dari sapuan (kuasnya). Kami juga memilih lukisan yang dibuat dengan gaya lain,” ujarnya.
Sebagian besar lukisan telah dikirim para seniman dan kini disimpan pengelola museum. Setiap lukisan memiliki gaya dan cerita masing-masing. Selain lukisan dua dimensi, ada pula karya seni tiga dimensi.
Wahid, seniman yang membuat karya tiga dimensi, mengatakan, karyanya berjudul ”Selamatkan Alam”. Karya itu dibuat dari limbah. Karya ini menjadi medium untuk mengajak publik peduli masalah sampah.
Adapun seniman Rano Bukan Karno membuat lukisan berjudul ”Polusi Kata-Kota”. Lukisan itu bercerita tentang polusi di kota-kota besar. Selain polusi udara, komentar warganet yang berceceran di platform digital juga dianggap sebagai polusi.
Menurut kurator pameran, Dian Ardianto, pandemi Covid-19 berpengaruh pada penyelenggaraan pameran. Sejumlah seniman terinfeksi Covid-19 sebelum pameran. Beberapa di antaranya melukis saat proses pemulihan diri. ”Beberapa seniman harus fokus pada kesehatan mereka. Ada beberapa lukisan yang jadi kurang power,” kata Dian.
Salah satu pelukis, Sudigdo, meninggal di tengah proses menyelesaikan lukisan. Tim kurator akhirnya memilih lukisan lama Sudigdo berjudul ”Bullying” untuk dipamerkan. Nama dan karya Sudigdo disertakan pada pameran sebagai penghormatan pada almarhum. Adapun pameran lukisan Sudigdo pernah dibuka oleh Basoeki Abdullah pada tahun 1990-an.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menyatakan, pameran ini membuktikan bahwa seni rupa tetap hidup di tengah situasi sulit pandemi Covid-19. Harapannya, pameran dapat menginspirasi para seniman. ”Nyala kebudayaan tetap ada bahkan di dalam situasi kita seperti sekarang,” ucapnya.