Surabaya, Senin depan, mengikuti kabupaten/kota lain yang mengadakan pembelajaran tatap muka dalam situasi pandemi Covid-19 secara terbatas. PTM akan menerapkan protokol kesehatan untuk menekan risiko penularan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 di Surabaya, Jawa Timur, berada di level 3 atau risiko penularan sedang (zona oranye) sehingga memungkinkan untuk pembelajaran tatap muka. Surabaya berencana memulai kembali persekolahan dengan kehadiran sivitas secara terbatas, Senin (6/9/2021).
”Sesuai keputusan bersama empat menteri (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Menteri Kesehatan; Menteri Agama; serta Menteri Dalam Negeri), daerah level 3 dapat mengadakan pembelajaran tatap muka dengan kehadiran siswa-siswi maksimal 50 persen, tetapi di Surabaya akan didahului dengan kehadiran maksimal 25 persen,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Selasa (31/8/2021).
Menurut Eri, kehadiran maksimal 25 persen pelajar pada awal persekolahan pekan depan telah disepakati dalam rapat koordinasi dengan semua kepala sekolah dasar dan sekolah menengah pertama pada Senin kemarin.
Jika dalam pelaksanaan sekolah dianggap mampu menerapkan protokol kesehatan demi menekan risiko penularan Covid-19, kehadiran pelajar ditingkatkan secara bertahap, yakni 30 persen, 40 persen, dan 50 persen.
Eri menyatakan, dalam pekan ini, satuan tugas penanganan Covid-19 akan mengecek dan menilai kesiapan sekolah untuk PTM. Sekolah yang dianggap belum siap tidak akan diperkenankan mengadakan PTM dan harus meneruskan metode pembelajaran jarak jauh atau dalam jaringan (online).
Menurut kewenangan, Pemerintah Kota Surabaya mengoordinasi pendidikan di satuan TK, SD, dan SMP dan sederajat, yakni madrasah dan pondok pesantren.
”Jika dalam pelaksanaan ada sekolah yang dianggap tidak taat protokol kesehatan, kewenangan PTM saya cabut sampai dapat memberikan kepastian kepada satgas telah mengatasi seluruh kekurangannya,” kata Eri.
Sekolah harus sudah memiliki sarana cuci tangan untuk memastikan sivitas menjaga kebersihan. Gugus tugas guru dan pelajar diperlukan untuk memantau penerapan protokol kesehatan. Kehadiran sivitas juga tidak boleh melebihi kesepakatan bersama.
Jangan sampai persekolahan menjadi klaster penularan.
Jam pelajaran di sekolah dibatasi maksimal empat jam pelajaran dan tanpa istirahat. Seusai sekolah, siswa-siswi harus pulang. Jangan ada kegiatan di sekolah yang memancing kehadiran banyak orang sehingga berisiko terjadi penularan.
Mengizinkan
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Supomo menambahkan, untuk persekolahan TK belum bisa diwujudkan di luar jaringan (offline) dengan kehadiran murid. Untuk SD, pembelajaran tatap muka hanya berlaku bagi siswa tingkat akhir atau kelas VI yang berusia 12 tahun, sudah divaksin, dan mendapat izin kehadiran dari orangtua atau wali. Murid kelas I-V harus menjalani persekolahan daring.
Adapun siswa dan siswi SMP dapat mengikuti PTM sesuai kapasitas maksimal 25 persen sehingga akan diterapkan prioritas, misalnya pelajar tingkat akhir atau kelas IX, sudah vaksin, dan mendapat izin keluarga. ”PTM berlangsung bersamaan dengan persekolahan online sehingga hibrida atau campuran,” ujar Supomo.
”Kami juga gencarkan vaksinasi bagi guru, tenaga pendidikan, dan pelajar untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi sivitas ketika memilih terlibat dalam PTM,” katanya.
Secara terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, secara statistik di Surabaya memang terjadi penurunan risiko penularan Covid-19. Dalam kurun Juni-Juli, situasi pandemi secara nasional, termasuk di Surabaya, memburuk terkait serangan varian Alpha, Beta, Gamma, dan atau Delta sehingga risiko penularan tinggi.
Saat berada di zona merah, penambahan kasus harian di Surabaya bisa mendekati 2.000 kasus dengan kematian tembus 70 orang. Semua fasilitas penanganan pasien Covid-19 penuh, bahkan membeludak. Namun, Selasa ini, penambahan kasus harian menurun jadi 149 kasus dan kematian 11 jiwa.
”Situasi sedang menurun, tetapi perlu diimbangi dengan kewaspadaan. Jangan sampai situasi memburuk kembali, apalagi dengan cepat karena ada pelanggaran-pelanggaran dan pembiaran,” kata Windhu.
Dalam situasi yang sedang menurun, pengendalian mobilitas; penegakan hukum terkait protokol kesehatan; sosialisasi bahaya Covid-19; program tes, telusur, dan tangani atau 3T; serta vaksinasi harus tetap digencarkan.
Ketua Dewan Pendidikan Jatim Akhmad Muzakki mengingatkan, PTM harus berprinsip mengutamakan keselamatan para pelajar dan sivitas. Pembatasan kehadiran, waktu persekolahan, dan penerapan protokol kesehatan diharapkan benar-benar menekan risiko penularan Covid-19.
”Jangan sampai persekolahan menjadi kluster penularan,” kata Akhmad Muzakki, Guru Besar Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, dan Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jatim. Sivitas yang hadir di sekolah idealnya yang sudah menerima vaksinasi dosis pertama dan kedua serta untuk kalangan pelajar mendapat izin tertulis keluarga.
Satgas harus menghukum kepala sekolah yang memberi tekanan, apalagi sanksi, terhadap keluarga atau siswa dan siswi yang menolak hadir dalam PTM karena merasa belum aman dari risiko penularan.