Tarik Ulur PTM Terbatas di Sekolah
Capaian vaksinasi Covid-19 untuk guru masih rendah. Tapi, pemerintah pusat terus mendesak pemerintah daerah mengizinkan pembelajaran tatap muka terbatas untuk sekolah di daerah dengan kebijakan PPKM level 1-3.
Situasi pandemi Covid-19 begitu dinamis. Kasus Covid-19 yang naik turun berdampak pada kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM. Dunia pendidikan pun diharapkan bisa mengantisipasi dibukanya opsi pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas.
Sejak bulan Agustus 2021, Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri telah diperbarui dengan keluarnya izin menyelenggarakan PTM terbatas pada daerah dengan PPKM level 1-3. Bahkan, sekolah yang guru dan tenaga kependidikannya sudah menjalani vaksinasi Covid-19 lengkap dua dosis wajib memberikan pilihan PTM terbatas. Adapun sekolah di wilayah dengan PPKM level 4 tetap wajib menggelar pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Meskipun ajakan untuk menyiapkan PTM terbatas sudah jauh-jauh hari dikumandangkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebelum tahun ajaran baru dimulai Juli lalu, kenyataannya pembukaan sekolah tetap menimbulkan kegamangan sekolah dan pemerintah daerah. Sejumlah daftar periksa yang harus dikerjakan sekolah ternyata belum lengkap semuanya.
Cakupan vaksinasi
Secara umum kesiapan menjalankan protokol kesehatan di sekolah sudah baik, tetapi sejumlah hal yang tak kalah penting belum juga dituntaskan. Cakupan vaksinasi Covid-19 bagi pendidik dan tenaga kependidikan yang harusnya sudah 100 persen pada Juni lalu ternyata capaiannya masih jauh dari harapan. Pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah vaksin lengkap dua dosis baru 35 persen dari total sekitar 5,6 juta orang.
Pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak bisa ke sekolah belum optimal. Sekolah diminta mendata warga sekolah dengan penyakit penyerta atau komorbid, tidak memiliki akses transportasi yang aman, hingga riwayat kontak erat dengan pasien Covid-19. Pelaporan data ini hingga sekarang masih minim.
SKB 4 menteri yang diperbarui menyebutkan, vaksinasi Covid-19 untuk guru bukan menjadi dasar sekolah boleh menggelar PTM terbatas di daerah dengan PPKM level 1-3. Namun, desakan agar cakupan vaksinasi Covid-19 untuk guru dan siswa ditingkatkan menguat sebelum PTM terbatas. Adapun sekolah yang gurunya sudah mendapat vaksin lengkap wajib memberikan opsi PTM terbatas dan PJJ.
Saya ulang puluhan kali, mohon disuarakan lagi dan lagi kepada pemda, tokoh di daerah pemilihan, dan kepala dinas pendidikan. Kebijakan ini tidak berubah sejak April. Kami sangat membutuhkan agar 63 persen sekolah di level 1-3 segera melaksanakan PTM terbatas.(Nadiem Makarim)
Realisasi cakupan vaksinasi Covid-19 untuk guru yang belum sesuai target turut memengaruhi sikap pemda. Mengacu survei Kemendikbudristek, izin dari pemda jadi faktor terpenting dalam membuka kembali sekolah. Padahal, izin pemda ini yang menjadi dasar sekolah untuk menyediakan opsi PTM terbatas dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Penjabat Bupati Bekasi Dani Ramdan, Kamis (26/8/2021), menjelaskan, PTM terbatas di Kabupaten Bekasi rencananya dilakukan mulai dari wilayah zona hijau atau bebas kasus Covid-19. Selain itu, pembelajaran baru dilakukan setelah seluruh sumber daya manusia di satuan pendidikan divaksin.
"Dari jauh hari sudah uji coba belajar tatap muka. Sekarang kami melihat lagi, dicek lagi satu per satu, termasuk izin dari orangtua atau wali kelas juga jadi pertimbangan belajar tatap muka terbatas," kata Dani.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah, mengatakan, dinas pendidikan dari dulu sudah menyiapkan petunjuk teknis PTM. Bahkan, sebelum kasus Covid-19 meningkat, pada akhir Juni 2021 sudah menggelar uji coba belajar tatap muka di 241 SD dan SMP.
"Semua dokumen sudah siap untuk mendukung belajar tatap muka terbatas. Tapi itu semua, kami izin dulu ke Kemendikbudristek dan Wali Kota Bekasi," kata Inayatullah.
Erlina, orangtua siswa di Jakarta Timur, menuturkan, sampai kini sekolah kedua anaknya belum membahas persiapan PTM terbatas. “Belum ada survei kesiapan orangtua mengizinkan anak ke sekolah atau tidak nantinya. Bahkan, tidak ada pendataan kondisi kesehatan anak,” ujarnya.
Sudah kritis
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim saat Rapat Dengar Pendapat dengan DPR secara daring dan luring di Jakarta, Senin (23/8), memohon agar Komisi X DPR membantu pemerintah pusat untuk bisa memastikan pemda di zona PPKM level 1-3 segera memberi izin penyelenggaraan PTM terbatas.
Dari laporan 38.061 sekolah yang melaksanakan uji coba PTM terbatas di periode Januari-Agustus 2021, indikasi Covid-19 yang menyebar di sekolah hanya 2,8 persen. Artinya, kluster sekolah bukan hal yang perlu dikhawatirkan dibandingkan dengan penyebaran kasus di kluster lain di luar sekolah.
“Saya ulang puluhan kali, mohon disuarakan lagi dan lagi kepada pemda, tokoh di daerah pemilihan, kepala dinas pendidikan. Kebijakan ini tidak berubah sejak April. Kami sangat membutuhkan supaya 63 persen sekolah di level 1-3 segera melaksanakan PTM terbatas,” kata Nadiem.
Sebanyak 63 persen dari total 540.979 satuan pendidikan sudah boleh menggelar PTM terbatas. Tapi, baru sedikit yang melaksanakan PTM di sekolah. “Kami tetap pada kebijakan mendorong sekolah dibuka secepat mungkin dan seaman mungkin. Kondisi saat ini, secara psikologis dan kognitif sudah kritis. Sudah terjadi penurunan pencapaian belajar atau learning loss, putus sekolah, dan kekerasan. Kami juga tahu, terjadi ketegangan di rumah selama mengalami PJJ,” ujarnya.
Semua sekolah diharapkan siap menggelar PTM terbatas dengan memenuhi daftar periksa sehingga sewaktu-waktu level PPKM berubah ke level 3 ke bawah, sekolah tak perlu menanti lama untuk menyiapkan PTM terbatas.
PTM terbatas bukan sekolah normal. Warga sekolah yang bisa hadir makimal 50 persen dalam waktu sekitar dua jam. Tidak setiap hari juga PTM dilakukan, sekolah menentukan waktunya. Oleh karena itu, sistem belajar campuran atau hibrid masih akan terus berlangsung sekalipun PTM dilakukan.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Terbatas di Kota Bandung Masih Dipertimbangkan
“Sekarang ini, butuh dukungan dari pemda untuk mengizinkan PTM terbatas di daerah dengan PPKM level 1-3,” kata Nadiem.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendorong agar Mendikbudristek melakukan diplomasi vaksin yang tinggi lewat presiden. “Level kedaruratan di dunia pendidikan sudah luar biasa. Perlu diplomasi vaksin lebih luar biasa. Seharusnya sudah 100 persen cakupan vaksinasi untuk pendidik dan tenaga kependidikan. Ini tidak adil, harus dipercepat,” ujar Syaiful.
Secara terpisah, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) terus menyuarakan kehati-hatian dalam kebijakan PTM terbatas pada PPKM Level 1-3. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri mengkhawatirkan kondisi guru dan siswa yang masih belum divaksin ketika harus belajar tatap muka. “Vaksinasi anak dan guru harus dituntaskan di sekolah tersebut sebelum PTM terbatas dilaksanakan,” ujar Iman.
Nadiem memahami pentingnya vaksinasi. Akan tetapi, jika menunggu vaksinasi siswa usia 12-17 tahun tuntas sebelum PTM terbatas, butuh waktu lebih dari dua tahun untuk bisa kembali membuka sekolah. “Kita sudah tidak bisa menunggu. Sekolah tetap harus buka dalam kondisi pandemi, tapi tetap dengan mengutamakan kesehatan dan keselamatan semua warga sekolah,” kata Nadiem.
Sekretaris Nasional P2G Afdhal menyoroti perbandingan kuantitas siswa yang sudah divaksinasi dengan rombongan belajar (rombel) atau kelas. “Dari data vaksinasi anak, perbandingannya 10:100. Seandainya satu kelas terdiri dari 30 siswa, hanya 3 orang saja yang sudah divaksinasi dan 27 siswa yang belum divaksinasi. Perbandingan siswa yang sudah divaksinasi dengan yang belum sangat jauh. Jadi kekebalan komunitas di sekolah saja belum terbentuk. Tentu ini sangat membahayakan keselamatan anak," kata Afdhal.
Mempertimbangkan risiko
Selain vaksinasi, Afdhal meminta Kemendikbudristek harus konsisten dengan kebijakannya sendiri yang telah membuat dasbor kesiapan belajar yang diisi sekolah. Data per Minggu 22 Agustus 2021, menunjukkan, baru 57,68 persen atau 309.709 sekolah di seluruh Indonesia yang mengisi daftar periksa. Sisanya, 42,32 persen atau 227.191 sekolah belum mengisi.
"Sebanyak 57,68 persen sekolah sudah mengisi kesiapan PTM, namun pemda perlu menilai dan memverifikasi terlebih dulu. Belum tentu sekolah yang sudah mengisi dashboard siap melakukan PTM. Makanya butuh verifikasi faktual. Jangan sampai Mendikbudristek memaksa membuka sekolah yang sejatinya belum siap infrastruktur dan sarana pendukung protokol kesehatannya. Sangat besar risikonya bagi keselamatan anak dan guru,” tambah Afdhal.
Selain tuntasnya vaksinasi anak dan guru serta pemenuhan daftar periksa sarana-prasarana pendukung protokol kesehatan, syarat penting PTM terbatas berikutnya adalah persetujuan atau izin dari orang tua. P2G meminta sekolah jujur dan terbuka akan kesanggupan mereka melaksanakan PTM terbatas sesuai protokol kesehatan.
Sekolah mesti menyampaikan data pemenuhan minimal 11 daftar periksa pendukung PTM, data warga sekolah yang punya penyakit penyerta, masih terinfeksi Covid-19, sedang menjalani isolasi mandiri atau dirawat di rumah sakit, dan data ketuntasan vaksinasi warga sekolah. Semua data di atas harus disampaikan kepada orangtua/ wali murid apa adanya.
"Jika orangtua/ wali murid sudah mendapatkan informasi jelas dan komprehensif mengenai kesiapan sekolah untuk PTM, data ini dapat dijadikan rujukan dan pertimbangan empiris bagi orangtua menentukan anaknya diizinkan PTM atau tetap belajar jarak jauh," jelas Afdhal.
Sekolah jangan sekedar mengirimkan surat persetujuan PTM bagi orangtua siswa untuk ditandatangani tanpa menyertakan kondisi riil dan data-data pendukung di atas. Orangtua berhak mendapatkan informasi yang memadai dan komprehensif sebelum memutuskan anaknya ikut PTM.
Baca juga: Surabaya Enggan Gegabah Segera Pembelajaran Tatap Muka
Terkait kebijakan pendidikan selama Covid-19 ini, P2G berharap kebijakan pendidikan tetap berpijak pada hak hidup, kesehatan, dan keselamatan anak, guru, serta tenaga kependidikan yang utama. Data menunjukkan, satu dari delapan pasien Covid-19 adalah usia anak dan 1.244 guru meninggal akibat Covid-19.