Keluarga Besar Jadi Tumpuan Anak-anak Korban Pandemi Covid-19
Nasib anak-anak yang ditinggalkan orangtuanya akibat Covid-19 banyak bergantung pada keluarga besar. Mekanisme bantuan sosial belum bisa secara langsung menjamin kelanjutan keseharian dan masa depan mereka.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
Didik Yulianto (49) tengah mengajari Zidan (13) menyendok makanannya sendiri di rumahnya, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (21/8/2021). Meski bukan anak kecil, Zidan belum mampu mandiri, termasuk makan sendiri, karena dia anak berkebutuhan khusus.
Zidan mengidap down syndrome. Ia biasanya disuapi ibunya, Rosida (54). Sepeninggal orangtuanya, Zidane diurus oleh Didik, pamannya. Bukannya tidak sayang, tetapi Didik berupaya mengajarkan kemandirian kepada Zidan termasuk belajar makan tanpa disuapi.
Zidan merupakan anak kedua pasangan Bambang (55) dan Rosida (54). Putra pertama pasangan tersebut bernama Wildan (15) yang merupakan kakak Zidan. Wildan dan Zidan kini yatim piatu setelah Bambang meninggal pada 5 Agustus lalu akibat terpapar Covid-19.
Sehari setelah Bambang meninggal, Rosida menyusulnya. Pasangan suami istri ini dimakamkan dengan protokol kesehatan Covid-19. Wildan saat ini duduk di bangku kelas 1 SMA. Dia menempuh pendidikan di sebuah pesantren di Malang. Sementara itu, Zidan menempuh pendidikan di sekolah luar biasa di Sidoarjo.
Kedua keponakannya itu sangat memerlukan pendampingan keluarga karena kondisi psikisnya sangat terpukul akibat kehilangan kedua orangtuanya pada saat hampir bersamaan.
”Sepeninggal kedua orangtuanya, Zidan diasuh saudara-saudaranya di rumahnya. Adapun Wildan melanjutkan pendidikan di pesantren,” ujar Didik.
Didik mengatakan, kedua keponakannya itu sangat memerlukan pendampingan keluarga karena kondisi psikisnya sangat terpukul akibat kehilangan kedua orangtuanya pada saat hampir bersamaan. Selain itu, Zidan memerlukan penanganan tersendiri karena berkebutuhan khusus.
Pihak keluarga berupaya memberikan pengasuhan terbaik kepada Wildan dan Zidan. Mereka ingin anak-anak tersebut terjamin kelangsungan pendidikannya agar kelak memiliki masa depan yang cerah. Selain pendidikan akademik, keluarga juga memperhatikan pendidikan karakternya agar kelak menjadi manusia yang berbakti bagi bangsanya.
”Masa-masa sulit pasti dialami Wildan dan terutama Zidan, sepeninggal orangtuanya. Namun, keluarga tetap berupaya mendampingi dan memberikan pengasuhan terbaik,” kata Didik.
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mengatakan, pemda menyediakan bantuan sosial, seperti paket bahan pokok untuk masyarakat terdampak pandemi Covid-19 termasuk anak-anak yang kehilangan orangtua. Agar kelangsungan masa depan mereka tetap terjaga, pihaknya juga menyediakan beasiswa pendidikan.
Beasiswa pendidikan yang disediakan Pemkab Sidoarjo ini bisa diakses melalui berbagai jalur prestasi. Contohnya, prestasi akademik, prestasi di bidang keagamaan, dan bidang olahraga serta kesenian. Selain itu, ada juga program beasiswa untuk keluarga tidak mampu agar anak-anak mereka tetap bisa menempuh jenjang pendidikan yang memadai.
Pendataan masih berlangsung
”Saat ini proses pendataan terhadap anak-anak yang menjadi korban Covid-19 terus dilakukan. Kepala desa diminta bersikap proaktif melaporkan kondisi warganya agar segera mendapat penanganan sehingga tidak sampai putus sekolah,” ucap Muhdlor.
Perhatian terhadap anak-anak yang kehilangan orangtua akibat terpapar Covid-19 juga diberikan oleh Pemprov Jatim. Kepala Dinas Sosial Pempov Jatim Alwi mengatakan, pihaknya terus berupaya memastikan anak-anak yang kehilangan orangtua karena pandemi Covid-19 tidak sampai telantar dan kehilangan pengasuhan.
Oleh karena itulah, pendataan secara rinci berdasarkan nama dan alamat domisili selalu diperbarui terus-menerus. Mengacu pada data sementara yang dihimpun Dinsos Jatim dari 38 kabupaten dan kota, jumlah anak-anak yang kehilangan orangtua akibat terpapar Covid-19 sebanyak 927 orang. Kondisi mereka beragam, ada yang yatim, piatu, dan yatim-piatu atau kehilangan kedua orangtua.
”Penanganan terhadap anak-anak yang kehilangan orangtua karena terpapar Covid-19 dilakukan oleh sejumlah instansi agar lebih optimal. Dalam hal ini, dinsos lebih fokus pada anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu,” ujar Alwi.
Dari 927 orang anak korban pandemi Covid-19 yang didata Dinsos Jatim, mayoritas berada pada rentang usia pendidikan SMP, yakni mencapai 23 persen. Anak-anak dengan rentang usia SMA sebanyak 22 persen, dan anak-anak yang belum sekolah 15 persen.
Alwi mengatakan, berdasarkan hasil pendataan sementara tersebut, sebanyak 299 anak sudah mendapat asuhan dari keluarga. Sebanyak 601 anak lainnya berada dalam asuhan keluarga, tetapi masih memerlukan bantuan. Sisanya, terdapat 27 anak yang belum mendapatkan asuhan keluarga.
Pemprov Jatim berharap masyarakat membantu proses pendataan agar anak-anak korban Covid-19 tertangani dengan baik, tercukupi kebutuhan dasarnya, terlindungi, dan terjamin pendidikannya. Bagi yang memerlukan bantuan sosial diberikan bantuan bahan pokok dan bantuan pendidikan.
Adapun anak-anak yang belum mendapatkan pengasuhan akan ditangani Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinsos Jatim yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota. Demikian halnya, anak berkebutuhan khusus akan didampingi UPT, LKS, dan panti sosial.
”Anak berkebutuhan khusus sebaiknya ditangani UPT terkait agar tumbuh kembang mereka lebih optimal,” kata Alwi.
Sementara itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Jatim memperkirakan, terdapat lebih dari 5.082 anak yang ditinggal orangtuanya akibat terpapar Covid-19. Data yang diterima hingga awal Agustus lalu, sebanyak 2.077 anak tercatat kehilangan orangtua.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jatim Andriyanto mengatakan, proses pendataan terhadap anak-anak yang kehilangan orangtua akibat terpapar Covid-19 tengah berlangsung masing-masing kabupaten dan kota.
”Berdasarkan hasil rapat dengan seluruh kepala dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak seluruh Jatim (38 kabupaten dan kota), akan dilakukan konfirmasi ulang. Setelah itu dilakukan pembaruan data,” ujar Andriyanto.
Pendataan anak-anak yang menjadi korban pandemi Covid-19, lanjut Andrianto, harus melibatkan berbagai pihak. Dia mencontohkan, harus ada keterlibatan RT/RW setempat, pemerintah desa, bahkan penyuluh keluarga berencana yang tersebar di kampung-kampung. Hal itu agar datanya lebih komprehensif.
Pendataan, konfirmasi ulang, dan pembaruan data anak-anak yang kehilangan orangtua akibat terpapar Covid-19 ini penting karena menjadi pijakan dalam menyusun strategi penanganan, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Hal itu tidak lain agar anak-anak tanpa orangtua ini tetap memiliki masa depan yang cerah.
Andriyanto mengatakan, salah satu contoh strategi penanganan jangka pendek yang disiapkan ialah pendampingan secara psikologi dan sosial bagi anak-anak korban pandemi Covid-19. Pendampingan psikologi, misalnya, diperlukan agar kondisi psikis anak cepat pulih dari trauma atau kesedihan yang mendalam akibat kehilangan orang terdekat.