Miliki Dua Anak Lelaki, Pengganti Mangkunegara IX Belum Dibahas
Mangkatnya KGPAA Mangkunegara IX menyebabkan kekosongan kepemimpinan di Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah. Meski begitu, pihak keluarga menyatakan belum membahas siapa pengganti Mangkunegara IX.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Mangkatnya pemimpin Pura Mangkunegaran, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara IX, menyebabkan kekosongan kepemimpinan di kerajaan yang berada di Kota Surakarta, Jawa Tengah, tersebut. Meski begitu, keluarga Pura Mangkunegaran menyatakan belum membahas suksesi pengganti posisi Mangkunegara IX.
Salah seorang putra Mangkunegara IX, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo, mengatakan, pihak keluarga belum membicarakan siapa yang akan menggantikan Mangkunegara IX sebagai pemimpin di Pura Mangkunegaran. ”Kalau itu (suksesi), porsinya bukan di kami. Kami belum membicarakan itu saat ini,” katanya saat ditemui di Pura Mangkunegaran, Sabtu (14/8/2021).
Seperti diberitakan, Mangkunegara IX mengembuskan napas terakhir dalam usia 70 tahun, Jumat (13/8/2021) dini hari di Jakarta. Jenazah sang adipati kemudian dibawa dari Jakarta ke Surakarta. Jenazah Mangkunegara IX diberangkatkan dari Jakarta bersama rombongan keluarga pada pukul 10.20 dan tiba sekitar pukul 16.15 di Pura Mangkunegaran.
Setelah tiba di Pura Mangkunegaran, jenazah Mangkunegara IX akan disemayamkan selama beberapa waktu. Menurut rencana, pemakaman sang adipati akan dilakukan pada Minggu (15/8/2021) di Astana Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Bhre menuturkan, hingga saat ini, pihak keluarga masih fokus untuk menyiapkan pemakaman Mangkunegara IX. Oleh karena itu, pihak keluarga belum membahas siapa yang akan menjadi pemimpin berikutnya di Pura Mangkunegaran dan berhak menyandang gelar Mangkunegara X. ”Kami fokus untuk Romo (Mangkunegara IX) dulu. Belum ada (pembicaraan) ke sana,” tuturnya.
Bhre menambahkan, sebelum meninggal dunia, Mangkunegara IX tidak meninggalkan pesan khusus. Namun, dia menyebut, sang ayah berpesan agar keluarga besar Mangkunegaran terus menjaga kekompakan dan bekerja bersama untuk merawat dan mengelola Pura Mangkunegaran.
Sang ayah berpesan agar keluarga besar Mangkunegaran terus menjaga kekompakan dan bekerja bersama untuk merawat dan mengelola Pura Mangkunegaran.
”Selama Romo ada bersama kami, banyak pesan yang Romo selalu sampaikan, terutama terkait Mangkunegaran. Untuk selalu bersama keluarga besar, bekerja bersama, kompak selalu, untuk bisa merawat Mangkunegaran, mengelola Mangkunegaran dengan baik, supaya bisa memberikan yang terbaik kepada para abdi-abdi dalem,” ungkap Bhre.
Dengan pesan itu, lanjut Bhre, keluarga besar Mangkunegaran akan selalu menjaga semangat kekompakan dan kerukunan. Hal itu penting agar seluruh keluarga besar Mangkunegaran bisa bersama-sama memajukan Pura Mangkunegaran. ”Itulah semangat yang kami satu keluarga akan terus kami junjung dan kami bawa ke depannya,” katanya.
Menurut Bhre, Mangkunegara IX sangat ingin agar Pura Mangkunegaran bisa dikelola dengan baik. Ke depan, Pura Mangkunegaran juga diharapkan bisa menciptakan inovasi-inovasi baru.
”Mangkunegaran ini tempat yang sangat besar. Romo sangat ingin supaya keluarga bareng-bareng bisa mengelola ini semua dan banyak hal baru yang bisa diciptakan di sini. Itu semua akan kami terus coba jalankan demi menjalankan amanat dan cita-cita dari Romo,” tuturnya.
Butuh waktu
Mangkunegara IX memiliki empat anak dari dua istri berbeda. Dari pernikahan dengan Sukmawati Soekarnoputri, Mangkunegara IX memiliki dua anak, yakni GPH Paundrakarna Jiwa Suryanegara dan Gusti Raden Ayu Putri Agung Suniwati.
Selain itu, Mangkunegara IX juga menikah dengan Priska Marina yang kemudian bergelar Gusti Kanjeng Putri Mangkunegara IX. Dari pernikahan ini, Mangkunegara IX dikaruniai dua anak, yakni Gusti Raden Ajeng Ancillasura Marina Sudjiwo dan GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM) Bayu Dardias mengatakan, berdasarkan sejarah, beberapa kerajaan di Jawa memang membutuhkan waktu cukup lama untuk menetapkan sosok pengganti raja yang meninggal dunia. Kondisi ini, di antaranya, pernah terjadi di Pura Mangkunegaran.
Berdasarkan informasi di situs resmi Pura Mangkunegaran, pengangkatan Mangkunegara IX juga berselang beberapa bulan setelah Mangkunegara VIII wafat. Mangkunegara VIII wafat pada 2 Agustus 1987, sedangkan Mangkunegara IX dinobatkan menjadi pemimpin Pura Mangkunegaran pada 24 Januari 1988.
Beberapa kerajaan di Jawa memang membutuhkan waktu cukup lama untuk menetapkan sosok pengganti raja yang meninggal dunia. (Bayu Dardias)
Menurut Bayu, waktu yang cukup lama itu dibutuhkan karena para anggota keluarga raja terkadang ingin mencari petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa tentang sosok raja yang tepat. Di sisi lain, pihak keluarga juga harus melakukan pembahasan tentang sosok yang paling tepat menjadi raja berikutnya.
”Dalam tradisi Jawa, mereka ingin mencari petunjuk langit dan petunjuk itu diyakini tidak akan muncul sesaat setelah raja meninggal. Selain itu, ada juga rapat keluarga yang memutuskan siapa yang terbaik,” ungkap Bayu yang intens meneliti kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Meski begitu, Bayu menyebut, ada dua orang yang berpotensi besar menjadi pengganti Mangkunegara IX. Para kandidat itu adalah dua anak laki-laki Mangkunegara IX, yakni GPH Paundrakarna serta GPH Bhre.
Hal ini karena dalam tradisi kerajaan Islam di Jawa, raja berikutnya biasanya diangkat dari anak laki-laki raja sebelumnya. Bayu menuturkan, dilihat dari gelar kedua anak laki-laki Mangkunegara IX, sampai saat ini belum ada yang ditetapkan sebagai putra mahkota.
Oleh karena itu, kedua anak lelaki Mangkunegara IX sama-sama memiliki peluang untuk menjadi pengganti sang ayah. ”Kalau dilihat, kandidat terbesarnya cuma dua, yakni GPH Paundrakarna dan GPH Bhre,” ungkap Bayu.