Pertunjukan ”Taksu Ubud” menampilkan paduan seni teater, musik, tari, hingga lukis oleh seniman-seniman di Ubud, Bali. Pertunjukan ini ditayangkan secara daring mulai Selasa (6/7/2021) hingga 12 Juli 2021.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Orang Bali dikenal dekat dengan adat dan kebudayaan. Di Ubud, sebagian warga menjalani profesinya di siang hari, lalu berkesenian di malam hari. Adat dan kesenian di sana berkelanjutan karena menyatu dengan keseharian warga, kemudian diamplifikasi oleh sektor pariwisata.
Orang Bali pun sejak dulu berkesenian di ruang domestik, kemudian berkembang ke panggung pertunjukan untuk pariwisata. Sebelum pandemi Covid-19, ruang untuk tampil ada banyak. Penggiat seni pun punya kesibukan. Namun, kondisi berubah saat pandemi.
Hal ini mendorong pendiri Titimangsa Foundation, Happy Salma, menggandeng rekan-rekan seniman di Bali, kemudian memproduseri Taksu Ubud. Taksu Ubud merupakan pertunjukan yang memadukan seni tari, teater, dan musik yang menyorot Ubud.
”Secara pribadi saya memang dekat dengan Ubud. Di samping itu, Ubud juga merupakan benteng pertahanan seni di Tanah Air. Ini upaya kecil kami untuk menumbuhkan optimisme (para seniman),” kata Happy Salma, Selasa (6/7/2021) dihubungi dari Jakarta.
Pertunjukan ini melibatkan banyak seniman dan budayawan Ubud, seperti seniman tari Cok Sri dan Agung Oka Dalem; aktor Aryani Willems, Reza Rahadian, dan Christine Hakim; seniman dalang Made Sukadana; serta seniman motif tradisi Desak Nyiman Suarti. Ada pula penggiat seni lain, seperti Dayu Ani, I Wayan Sudirana, Arsa Wijaya, dan Dewa Ayu Eka Putri.
Taksu Ubud merupakan hasil kerja sama para seniman, Titimangsa Foundation, serta Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pertunjukan ini disiarkan secara daring di kanal Youtube Budaya Saya mulai Selasa petang ini hingga 12 Juli 2021.
Pertunjukan ini digarap sejak 4-5 bulan lalu hingga dipentaskan di Agung Rai Museum of Art (ARMA) di Ubud, Bali. Latihan dan produksi dilakukan dengan protokol kesehatan. Para seniman dan kru yang terlibat pun rutin menjalani tes usap antigen per tiga hari.
Kolaborasi
Taksu Ubud merupakan kerja kolaborasi seniman lintas bidang. Hal ini dikemas dalam cerita tentang Umbara (Reza Rahadian), pemuda asal Ubud yang tinggal di perantauan sejak kecil. Suatu hari, ibunya (Christine Hakim) meminta anaknya pulang ke Ubud. Umbara dilema karena artinya ia harus melepaskan kenyamanan dan kemapanan yang diperoleh di tanah rantau. Di sisi lain, ia merasa asing dengan Ubud, akar kehidupannya.
Umbara kemudian mengenal akar dirinya melalui tarian, kidung, lukisan, dan tetabuhan. Kesenian-kesenian itu ditampilkan para seniman Ubud di panggung yang sama dengan sang pemeran utama.
”Ini menarik karena merpakan hasil kerja kolaborasi kami. Pertunjukan ini mengawinkan seni keaktoran dengan berbagai seni lain,” ucap Happy.
Sutradara tabuh Taksu Ubud I Wayan Sudirana mengatakan, pengerjaan komposisi pementasan menantang, tetapi menyenangkan. Proses produksi dikerjakan bersama sehingga menghasilkan tema dan konsep yang terbentuk secara organik.
”Contohnya nomor musik Orkestra Semesta yang menjadi pembuka pentas. Komposisinya memang panjang secara durasi karena ada siklus nada di sembilan arah mata angin. Bayangan saya langsung mengarah pada nada-nada semesta, bagaimana nada-nada tersebut berada pada titik kardinalnya dan berinteraksi dengan nada-nada yang lain,” katanya.
Menurut dia, pertunjukan ini tidak hanya memperkaya pengalaman seni para seniman, tetapi juga memelihara harapan di masa sulit pandemi. Taksu Ubud menjadi doa agar manusia dapat menemukan akar kehidupannya dan menjadikan itu sebagai ”obat” di masa menantang. Obat yang dimaksud, antara lain, keluarga dan rumah.
”Umbara datang pada kesadaran bahwa ketika semua kembali ke akarnya, keseimbangan dan ketenangan akan dengan sendirinya hadir menjadi taksu atau jiwa,” tambah Happy.
Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, masyarakat Ubud berhubungan dengan Tuhan dan menjalin hubungan baik dengan manusia melalui kesenian. Lebih jauh, adat dan tradisi turut menjadi daya tarik wisatawan.
”Berkesenian bagi masyarakat Bali, khususnya Ubud, bukan hanya menjadi kerja kebudayaan, tapi juga berlaku sebagai ibadah. Ini identitas diri dan masyarakat serta pengejawantahan dari taksu atau jiwa masyarakat Ubud,” kata Hilmar melalui keterangan tertulis.