Tradisi Menjadi Akar dan Jati Diri Pengembangan Berkesenian
Pelestarian dan penguatan seni tradisi diperlukan dalam pemajuan dan pengembangan kesenian. Seniman yang mengenali dan memahami tradisi memiliki akar dan pijakan kuat dalam mengembangkan kreativitas berkeseniannya.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pelestarian dan penguatan seni tradisi diperlukan, termasuk dalam upaya memajukan dan mengembangkan kesenian. Seniman yang mengenali dan memahami tradisi akan memiliki akar dan pijakan kuat dalam mengembangkan kreativitas berkeseniannya.
Seni tradisional tidak hanya difungsikan dalam ritual atau upacara peralihan dalam kehidupan manusia, akan tetapi berkembang juga sebagai pertunjukan yang tidak hanya menampilkan keindahan gerak namun juga bentuk persembahan kepada Sang Pencipta.
Demikianlah benang merah dari sarasehan tentang seni pertunjukan tradisional dengan topik ”Ritus Tubuh dan Konservasi”. Sarasehan, atau widyatula, tentang seni pertunjukan tradisional itu dalam rangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) Ke-43 dan diselenggarakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali di Kota Denpasar, Senin (5/7/2021).
Dua narasumber dalam sarasehan dengan topik ”Ritus Tubuh dan Konservasi”, yakni I Made Bandem dan Didik Hadiprayitno atau Didik Nini Thowok, menyepakati seni tradisi menjadi dasar dan akar serta jati diri seniman dalam mengembangkan kreativitas berkeseniannya.
”Ibarat pohon, tradisi menjadi akar bagi seniman,” kata Didik Nini Thowok dalam diskusi serangkaian sarasehan yang digelar secara dalam jaringan (daring), Senin (5/7/2021).
Sebelumnya, Bandem mengatakan, seni pertunjukan adalah seni yang bergerak dalam ruang dan waktu. Ragam seni pertunjukan, di antaranya, seni tari atau dramatari, seni karawitan, seni pedalangan, seni musik, seni teater, seni pencak silat, dan seni resitasi.
Ibarat pohon, tradisi menjadi akar bagi seniman (Didik Nini Thowok)
Dalam kehidupan manusia, menurut Bandem, seni memiliki sejumlah fungsi, di antaranya, sebagai sarana upacara keagamaan, bentuk persembahan kepada leluhur dan Tuhan Yang Mahaesa, sebagai simbol masyarakat atau jati diri, sebagai sarana pendidikan, sebagai bentuk keindahan dan kesenangan, dan sebagai perekat bangsa.
Dari pandangan CA Van Peursen tentang strategi kebudayaan, ujar Bandem dalam pemaparannya menyebutkan, seni berkembang dalam tiga tahapan, yakni tahap mitis, lalu tahap ontologi, dan selanjutnya tahap fungsional.
Dalam tahap fungsional, menurut Bandem, seni pertunjukan semakin berkembang dan bertransformasi. ”Dalam tahap mitis, seni pertunjukan lebih sederhana karena sifatnya spontan dan berkaitan dengan spiritual,” ujar Bandem.
Seni dan pandemi
Adapun pelaksanaan PKB Ke-43, termasuk pergelaran maupun sarasehan, dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan pencegahan Covid-19, terlebih dalam masa penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Covid-19 di Jawa dan Bali.
Sejumlah pergelaran yang dijadwalkan mengisi PKB Ke-43 secara langsung, atau di luar jaringan (luring), menurut keterangan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dialihkan menjadi pergelaran secara dalam jaringan (daring).
Dalam sarasehan, atau widyatula, bertopik ”Ritus Tubuh dan Konservasi”, Senin (5/7/2021), Bandem menyatakan, seni pertunjukan dapat dipergelarkan secara langsung maupun secara tidak langsung, yakni, melalui media video dan juga memanfaatkan teknologi informatika.
Meski demikian, Bandem menyatakan, penonton menjadi bagian elemen utama dalam seni pertunjukan, di samping pelaku seni atau penari, panggung atau ruang pentas, dan gamelan atau iringan musik. Dalam seni pertunjukan tradisi, misalnya, ritus Sanghyang, menurut Bandem, penonton juga terlibat dan berpartisipasi dalam seni pertunjukan tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1993-1998 Wardiman Djojonegoro, yang mengikuti sarasehan itu secara daring, menyatakan mengapresiasi pelaksanaan sarasehan secara daring. Wardiman mengatakan, setiap daerah memiliki keunikan dan khasanah seni dengan ciri daerah.
Didik Nini Thowok mengungkapkan, sejumlah seni pertunjukan tradisi di daerah di Indonesia menjadi jarang dipergelarkan lantaran pengaruh perubahan di masyarakat. Bali dinilai masih menjaga dan menghidupkan seni tradisi karena berkaitan dengan upacara dan adat budaya.
Dalam sarasehan itu, Didik Nini Thowok menyatakan, pendokumentasian seni menjadi penting dan perlu dilaksanakan, termasuk pula mendokumentasikan kegiatan-kegiatan seniman yang bertautan dengan pengembangan berkeseniannya.