Konsisten Berkarya, ITB Anugerahi Sam Bimbo Gelar Doktor Kehormatan
Raden Muhamad Samsudin Dajat Hardjakusumah alias Sam Bimbo menerima gelar doktor kehormatan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia dinilai konsisten berkarya di bidang seni dan memperjuangkan hak cipta.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Institut Teknologi Bandung memberikan gelar doktor kehormatan (honoris causa) kepada Raden Muhamad Samsudin Dajat Hardjakusumah alias Sam Bimbo, Jumat (3/7/2021). Sam dinilai konsisten berkarya di bidang seni selama lebih dari 50 tahun dan memperjuangkan hak cipta untuk melawan pembajakan karya.
Bersama Bimbo, grup musik asal Bandung yang didirikannya, Sam telah melahirkan sekitar 800 lagu dalam lebih dari 200 album. Tema lagunya beragam, mulai dari cinta, parodi, politik, perdamaian, lingkungan, kritik sosial, satire, hingga religiusitas.
Sejak 1984, Sam gigih melawan pembajakan karya yang merugikan seniman, industri, dan pemerintah. Ia turut merumuskan Rancangan Undang-Undang Hak Cipta yang disahkan pada 2014.
Tidak hanya di bidang musik, pria kelahiran Cimahi, 6 Mei 1942, itu juga berkarya dalam seni rupa. Ia menggelar pameran tunggal lukisan di Indonesia pada 1970, 1992, dan 2007 serta di Bangkok, Thailand, pada 1971. Pameran bersama seniman lainnya pernah dilakukan di Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Jakarta pada 1995-2005.
Ketua tim promotor doktor, Prof Setiawan Sabana, menilai, karya lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB itu bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat, perkembangan nilai keagamaan, kebudayaan bangsa, kemanusiaan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kolaborasi bidang keilmuan seni musik dan rupa merupakan proses kreatif yang langka, menarik, serta unik.
Tema religius melekat erat pada karya-karya Sam. Menurut Setiawan, karya tersebut menjadi senandung yang melegenda serta mengundang rasa haru mendalam dan menggetarkan jiwa, misalnya dalam lagu ”Tuhan”.
Bimbo juga berkolaborasi dengan sastrawan Taufiq Ismail yang menghasilkan sejumlah karya, seperti ”Rindu Rasul” dan ”Sajadah Panjang”. Sam mentransformasikan nilai-nilai religius yang digali dari khazanah Islam dan tradisi menjadi karya populer.
Sam peka pada kondisi sosial. Di tengah pandemi Covid-19, misalnya, ia membuat lagu ”Corona” yang menggugah kesadaran manusia untuk segera mendekat kepada Tuhan.
Setiawan mengatakan, Sam berperan besar dalam menciptakan gaya baru musik kasidah yang semula terkesan tradisional dan eksklusif menjadi lebih modern, inklusif, dan merakyat. Mengembangkan musik sebagai jalan dakwah dengan menjadi medium menyampaikan pesan bertema tasawuf, akidah, ibadah, akhlak, dan hubungan sosial antarmanusia.
”Karya bertema religi ini kemudian menjadi role model musik religi di Indonesia. Membuat fenomena baru sehingga dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat,” ucapnya.
Kandidat memiliki prestasi dan reputasi tinggi dalam pengembangan karya seni lukis dan seni musik melalui pendekatan berbasis religi. (Prof Setiawan Sabana)
Beberapa lagu Bimbo juga kental dengan kritik sosial. Lirik lagu ”Tante Sun” (1977), misalnya, merupakan satire terhadap rezim penguasa saat itu. Lagu ini berkisah tentang seorang perempuan supersibuk yang menyindir gaya hidup sejumlah istri pejabat tinggi pada masa itu.
Karya-karya Sam juga mengajak banyak pihak mewujudkan perdamaian dunia, seperti lagu ”Antara Kabul dan Beirut” serta ”Surat untuk Reagan dan Tuan Andropov”. Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Leonid Brezhnev pada 1982 memberikan penghargaan atas karya lagu yang mengusung tema mencegah Perang Dunia III tersebut.
Atas karya dan kiprahnya, Sam mendapat gelar doktor kehormatan dari ITB dalam bidang seni dan religiusitas. ”Kandidat memiliki prestasi dan reputasi tinggi dalam pengembangan karya seni lukis dan seni musik melalui pendekatan berbasis religi,” ujar Setiawan.
Dalam orasi ilmiah berjudul ”Cinta Tanah Air 5.0”, Sam menguraikan manifestasi cintanya dalam lima hal, yaitu cinta keluarga, seni lukis, seni musik pop religi, kemanusian, dan Ilahi. Sarjana Seni Rupa ITB lulusan 1968 itu juga membagikan pengalamannya dalam berkarya.
Sam bercerita, saat shalat Jumat di Masjid Salman ITB pada 1971, ia mendapat ilham berupa kata-kata yang kemudian dituliskan menjadi lirik lagu. Masih terngiang di telinganya saat khotbah kedua, khatib berkata dengan lembut, ”Mari kita bersama-sama tundukkan jiwa raga kita dengan berdoa”.
”Ada getaran hati yang menancap di sanubari dan memesona jiwa sehingga tebersitlah kata-kata, Tuhan, tempat aku berteduh dan seterusnya. Telinga seakan tidak lagi mendengar apa pun yang ada di sekitar. Dari sinilah lahir lirik yang ditulis menjadi sebuah lagu berjudul ’Tuhan’,” jelasnya.
Sam mengatakan, kerja seni juga kerja dalam komitmen sosial sebagaimana memahami manusia dan kemanusiaan. Pemahaman itulah yang diekspresikan dalam karyanya, termasuk lagu yang bertema perdamaian sebagai respons atas situasi sosial politik.
”Saya bersama Bimbo mengajak masyarakat memasuki kesadaran kemanusiaan lewat pengalaman seni. Termasuk kesadaran kemanusiaan dalam hubungannya dengan lingkungan hidup,” katanya.
Pemberian gelar doktor kehormatan kepada Sam merupakan rangkaian kegiatan Sidang Terbuka Peringatan 101 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (PTTI). Gelar serupa dianugerahkan kepada mantan Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas Bambang PS Brodjonegoro (bidang pengembangan wilayah dan kota) serta pematung Nyoman Nuarta (bidang kesenirupaan).
Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mengatakan, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi PTTI di era digital, seperti meningkatkan konektivitas antara kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, konektivitas antardisiplin ilmu, serta konektivitas antara dunia akademis dan bisnis.
”PTTI perlu semakin memperkuat budaya ilmiah dalam kehidupan kampus. Pandemi Covid-19 memberikan sebuah pelajaran penting yang berkaitan dengan konektivitas, yaitu solidaritas. Kalau solidaritas itu rendah, konektivitas yang terbentuk bisa rapuh.