Utamakan Penghargaan Hak Cipta Sinema
Kontroversi penayangan film ”Sejauh Kumelangkah” di program Belajar dari Rumah TVRI dan platform UseeTV diduga tidak mengedepankan penghargaan terhadap perlindungan hak cipta.
JAKARTA, KOMPAS — Penayangan film di program Belajar dari Rumah TVRI perlu mengedepankan transparansi kontrak legal. Hal ini bertujuan melindungi hak cipta dan hak terkait konten sinema.
Sebelumnya, sutradara film Sejauh Kumelangkah, Ucu Agustin, memprotes Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena menayangkan tanpa izin film itu di program Belajar dari Rumah (BDR) TVRI. Ucu lalu melayangkan somasi kepada Kemendikbud, TVRI, dan Telkom Indonesia yang juga menayangkan film Sejauh Kumelangkah di platform UseeTV. Film dimodifikasi lalu diberi logo Kemendikbud dan TVRI.
Pada Agustus 2018, film itu memenangi If/Then Shorts Southeast Asia Pitch yang diselenggarakan Tribeca Film Institute bersama Docs by The Sea yang dikelola In-Docs. Dari ajang ini, film Sejauh Kumelangkah mendapat kontrak dengan Al Jazeera internasional yang mengharuskan film tayang perdana di platform TV mereka dengan masa hold back enam bulan.
Kontrak ditandatangani pada 2 Agustus 2019. Penayangan perdana sesuai kontrak dilakukan di platform Al Jazeera internasional pada 4 Oktober 2020. Namun, film Sejauh Kumelangkah sudah diputar dulu di program BDR TVRI dan di platform UseeTV milik Telkom Indonesia pada Juni 2020.
Ucu memberikan waktu Kemendikbud dan Telkom untuk merespons somasi dalam waktu tujuh hari. Apabila tidak ada respons, dia akan menindak kejadian itu ke ranah hukum.
Dalam pernyataan resmi, Senin (5/10/2020), Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid memberikan pernyataan klarifikasi. Menurut dia, pada 29 Juni 2020, In-Docs—perantara pemanfaatan film Sejauh Kumelangkah dengan Kemendikbud—menyatakan keberatan atas penayangan film itu di UseeTV. Akhirnya, pada 6 Juli 2020, Kemendikbud mengirimkan surat permintaan maaf dan menurunkan film Sejauh Kumelangkah dari UseeTV.
Hilmar juga tidak membantah bahwa ada kendala administrasi penayangan film itu. Pihaknya beritikad baik dengan mengajukan permohonan maaf secara resmi dan coba memberikan klarifikasi permasalahan supaya lebih jelas.
Akan tetapi, kuasa hukum Ucu dari AMAR Law Firm and Public Interest Law Office, Imanuel Gulo, Rabu (7/10/2020), di Jakarta, mengatakan, hingga sekarang belum ada itikad baik dari ketiga instansi untuk memenuhi tuntutan. Dia melihat ada kesan saling lempar tanggung jawab antarinstitusi.
Sampai saat ini, permohonan maaf secara publik tidak pernah dilakukan oleh Kemendikbud. Permohonan maaf secara pribadi dan tertutup disampaikan oleh Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Baru Ditjen Kebudayaan Kemendikbud melalui surel kepada In-Docs.
Permohonan maaf sama sekali tidak ditujukan kepada Ucu Agustin selaku sutradara/produser/pemegang hak cipta.
”Permohonan maaf sama sekali tidak ditujukan kepada Ucu Agustin selaku sutradara/produser/pemegang hak cipta,” ujar Imanuel.
Dia menambahkan, permintaan maaf Kemendikbud secara publik sangat penting dilakukan sebagai bukti komitmen dan keseriusan pemerintah pada perlindungan hak cipta. Sikap ini juga sebagai bentuk transparansi dan edukasi bagi publik bahwa program yang ditayangkan dan yang mereka tonton sebenarnya telah melanggar hak cipta.
Tidak menerima
Saat dihubungi terpisah, Ucu mengaku, sejak awal dirinya tidak menerima kontrak kerja sama dengan Kemendikbud ataupun Telkom Indonesia. Hal yang dia tahu adalah pada 28 April 2020, In-Docs–organisasi nirlaba yang berkomitmen menumbuhkan budaya keterbukaan dan infrastruktur film dokumenter–memberitahunya bahwa film Sejauh Kumelangkah akan dimasukkan dalam daftar film yang direkomendasikan In-Docs ke program BDR.
Pada 4 Juni 2020, dia mengaku menerima surel dari In-Docs bahwa Kemendikbud memilih film Sejauh Kumelangkah untuk ditayangkan di program BDR TVRI. Pihak Kemendikbud juga meminta dokumen film beresolusi tinggi supaya film bisa dimasukkan segera ke Lembaga Sensor Film.
”Kami mendukung program BDR TVRI karena memiliki misi positif bagi anak Indonesia, tetapi harus ada kontrak legal terlebih dulu. Karena kontrak legal belum ada, saya dan bahkan In-Docs menolak permintaan itu,” ujar Ucu.
Menurut dia, perbuatan melawan hukum tersebut berlanjut hingga film Sejauh Kumelangkah ditayangkan di program BDR TVRI dan di platform UseeTV milik Telkom Indonesia. Dia mengklaim tidak menahu bagaimana dokumen film bisa sampai ke dua institusi itu.
Kepala Seksi Pertimbangan Hukum dan Litigasi Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Ahmad Rifadi menyampaikan, hingga sekarang, film Sejauh Kumelangkah belum tercatat hak ciptanya di Kemenkumham.
Meski demikian, sesuai UU No 28/2014 tentang Hak Cipta, perlindungan hak cipta karya sinematografi timbul secara otomatis setelah diunggah di media apa pun. Suatu karya film yang tidak dicatatkan bukan berarti tidak dilindungi hukum.
”Pencatatan adalah alat bantu dokumentasi hukum. Dengan kata lain, pencatatan menghasilkan alat bukti untuk investasi ke pihak lain,” ujar Ahmad.
Dia menegaskan, perlindungan hak cipta bersifat ekstrateritorial. Ini yang membedakan hak cipta dengan hak kekayaan intelektual lainnya.
Dalam konteks kontroversi penayangan film Sejauh Kumelangkah di program BDR TVRI ataupun UseeTV milik Telkom Indonesia, Ahmad berpendapat perlunya transparansi kontrak. Ini akan membantu memperjelas mendudukkan perkara perlindungan hak cipta dan hak terkait.
Sementara itu, koordinator Advokasi Kebijakan Koalisi Seni, Hafez Gumay, memandang film merupakan karya seni padat modal dan tenaga kerja, tidak seperti sektor seni lain yang cenderung lebih individual.
Dalam sebuah film, dia menggambarkan beberapa hak yang saling berkelindan. Sutradara selaku pencipta. Penulis sastra yang karyanya diangkat jadi film dan penulis skenario disebut pencipta karya sastra/skenario. Pembuat lagu tema dikatakan sebagai pencipta. Pemain film merupakan pemegang hak terkait pelaku pertunjukan.
Perkembangan berbagai kanal pemutaran film digital tidak berpengaruh terhadap pelindungan hak cipta. Sebab, keputusan pemberian lisensi film sepenuhnya hak dari pencipta dan pemegang hak cipta kepada pihak yang akan memanfaatkan film secara komersial, baik itu bioskop, televisi, maupun kanal digital lainnya. Terkait pelindungan hak cipta yang berkaitan dengan distribusi karya secara digital telah diatur dalam Pasal 54-56 UU No 28/2014.
Terlepas dari kontroversi penayangan film Sejauh Kumelangkah, Hafez mengatakan, Indonesia hanya memiliki UU No 28/2014 sebagai peraturan utama terkait pelindungan hak cipta. Pengaturan mengenai distribusi film–termasuk yang melalui kanal digital–telah tercantum dalam Peraturan Mendikbud Nomor 34 Tahun 2019 tentang Tata Edar, Pertunjukan, Ekspor dan Impor Film. Peraturan ini merupakan turunan dari UU No 33/2009 tentang Perfilman.
Menurut dia, Indonesia kekurangan peraturan yang secara khusus mengatur mengenai pelindungan hak cipta film. Pengaturan royalti film hanya mengacu pada ketentuan perjanjian lisensi diatur dalam Pasal 81-86 UU No 28/2014.
”Akibatnya, tidak ada keseragaman royalti satu film dengan lainnya. Semakin lemah daya tawar pencipta atau pemegang hak cipta, semakin rendah royalti yang mereka terima,” kata Hafez.
Taat hukum
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ahmad Mahendra menyampaikan, pihaknya menghormati aturan hukum yang berlaku dan berupaya agar permasalahan itu segera selesai.
”Kami berharap situasi ini dapat berproses secara kondusif sehingga tidak berpengaruh pada upaya kami untuk terus menghadirkan layanan pendidikan dan kebudayaan terbaik selama pandemi,” ujar Mahendra. Ketika ditanya mengenai transparansi kontrak kerja sama konten, dia belum merespons.
Baca juga: Kasus Penayangan Film ”Sejauh Kumelangkah” Jadi Pembelajaran Penting
Kepala Bagian Kesekretariatan dan Kelembagaan Lembaga Penyiaran Publik TVRI Erwin Hendarwin menerangkan, TVRI bekerja sama dengan Kemendikbud. TVRI hanya menayangkan program siap siar dari Kemendikbud.
”Selain Kemendikbud, kami tidak mempunyai keterikatan kerja sama dengan pihak lain terkait program BDR,” kata Erwin.