Semua orang akan menua. Namun, perhatian terhadap warga lanjut usia hingga kini masih sangat rendah. Padahal, warga lansia sangat rentan dan berisiko terhadap berbagai penyakit dan rentan mengalami disabilitas.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perawatan jangka panjang bagi warga lanjut usia, terutama perempuan, perlu mendapat perhatian serius. Sebab, warga lanjut usia memiliki kerentanan dan risiko menjadi disabilitas karena sejumlah faktor, seperti stroke, jatuh, osteoarthtitis (rematik), jantung, dan diabetes.
Oleh karena itu, peningkatan pemahaman care giver atau pengasuh mengenai perawatan jangka panjang bagi warga lanjut usia (lansia) perlu ditingkatkan. Hal itu bisa dilakukan melalui pelatihan demi meningkatkan kepastian layanan, termasuk dari aspek Covid-19 dan teknologi informasi.
Warga lansia yang berjumlah 26,8 juta orang memerlukan perhatian khusus karena lebih rentan dibandingkan dengan kelompok usia lebih muda. ”Saat ini ada sekitar 1 juta warga lansia mengalami demensia dan akan menjadi 4 juta pada 2050,” kata Tri Budi W Rahardjo, Guru Besar Gerontologi dan Rektor Universitas Respati Indonesia, di Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Terkait hal itu, perawatan jangka panjang warga lansia memerlukan pendamping. ”Namun, pemahaman, sikap, dan praktik tentang hal ini belum optimal,” ujar Tri Budi pada webinar bertema ”Meningkatkan Kualitas Hidup Lanjut Usia Melalui Perawatan Jangka Panjang dan Pemberdayaan Potensi Lansia”.
Webinar dalam rangka memperingati Hari Lanjut Usia Nasional dan Dies Natalis Unika Atma Jaya (UAJ) ke-61 yang bekerja sama dengan Perhimpunan Gerontologi Indonesia (Pergeri) tersebut juga dihadiri Direktur Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial (Kemensos) Andi Hanindito serta sejumlah pembicara lainnya.
Tri Budi mengungkapkan, saat ini 27,3 persen warga lansia tinggal bersama keluarga dan 40,64 persen tinggal bersama anak cucu (tiga generasi). Hanya sekitar 3 persen warga lansia tinggal bersama orang lain, termasuk panti. Di antara jumlah itu, ada 3,7 persen warga lansia yang mengalami disabilitas. ”Rasio ketergantungan lansia meningkat. Saat ini 100 penduduk usia produktif harus menanggung 15,3 lansia,” ujarnya.
Umur lebih panjang
Andi Hanindito yang mewakili Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, saat ini umur harapan hidup manusia Indonesia 71,38 tahun, yakni laki-laki 69,44 tahun dan perempuan 73,33 tahun. Artinya, perempuan berumur lebih panjang dibandingkan dengan laki-laki lansia.
Rasio ketergantungan warga lansia meningkat. Saat ini, 100 penduduk usia produktif harus menanggung 15,3 lansia.
”Saat ini kita mengetahui cukup banyak warga lansia yang sukses, sehat, dan menikmati kebahagiaan bersama keluarga. Namun, tidak sedikit yang mengalami kehidupan berat dan sulit di masa tua karena hidup miskin, ditelantarkan, dan hidup sendiri,” tuturnya.
Untuk itu, sejumlah program dilakukan Kemensos meliputi, antara lain, program Atensi atau Asistensi Rehabilitasi Sosial bagi warga lansia dan seluruh kelompok rentan, seperti anak, penyandang disabilitas, gelandangan, tunasosial, dan korban Napza di Indonesia.
Program Atensi dapat diakses melalui Balai Besar, Balai dan Loka Kemensos di seluruh wilayah di Indonesia, untuk mendapat layanan, seperti dukungan pemenuhan hidup layak; perawatan sosial dan/atau pengasuhan anak; serta dukungan keluarga. Layanan lain berupa terapi (fisik, psikososial, dan terapi mental spiritual); pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bantuan sosial dan asistensi sosial; serta dukungan aksesibilitas.
Pemerintah tidak akan bisa menangani masalah lanjut usia tanpa didukung masyarakat dan lembaga-lembaga sosial. Sebab, pemerintah memiliki keterbatasan ruang, waktu, dan anggaran.
Persoalan terkait warga lansia dinilai kompleks serta bervariasi sehingga memerlukan strategi dan cara khusus yang diterapkan semua unsur, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga sosial.
Ketua Pergeri Yuda Turana menambahkan, persoalan warga lansia mesti diatasi bersama semua pihak lantaran semua penduduk akan menua. Tidak hanya dari aspek kesehatan, dukungan terhadap warga lansia dari berbagai aspek, termasuk politik, juga sangat penting.
Warga lansia produktif
Rektor UAJ Agustinus Prasetyantoko mengungkapkan, semua orang akan menjadi tua secara alamiah. Namun, menjadi tua dan produktif harus diupayakan. ”Jadi, lanjut usia bukan berarti tidak sehat, tidak produktif, dan sebagainya,” ujarnya.
Pada webinar tersebut, Yvonne Suzy Handajani, Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UAJ, dalam materinya, ”Peran Penyakit Kardiovaskular dan Olahraga terhadap Frailty pada Lansia: Active Aging Study” memaparkan hasil studi terkait warga lansia.
Sejak 2010 Indonesia sudah memasuki struktur tua (ageing population). Saat ini jumlah warga lansia 26,8 juta atau 9,9 persen dari jumlah penduduk Indonesia. ”Penuaan merupakan akumulasi perubahan kompleks yang memengaruhi semua aspek, termasuk kesehatan, yakni peningkatan penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesteremia, ataupun jantung,” kata Yvonne.
Selain itu, penurunan kemampuan fungsional dan fungsi adaptaasi akibat dari degradasi fungsi berbagai sistem dalam tubuh.