Daya Tampung Sekolah Negeri Terbatas, PPDB Tetap Diutamakan Zonasi
Penerimaan Peserta Didik Baru selalu berlangsung panas setiap tahun. Tekanan dari masyarakat tinggi karena semua ingin diterima, sedangkan daya tampung sekolah terbatas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Daya tampung sekolah negeri di jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK derajat secara nasional belum mampu menampung semua siswa baru. Karena itu, pemerintah daerah diminta mengawal proses penerimaan peserta didik baru atau PPDB di sekolah negeri agar berjalan sesuai ketentuan, transparan, adil, dan tidak diskriminatif.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jumeri mengatakan, daya tampung sekolah negeri untuk jenjang SD baru berkisar 70 persen, SMP sekitar 60 persen, SMA berkisar 50 persen, sedangkan SMK berkisar 40 persen. “PPDB ini proses yang panas setiap tahunnya. Tekanan dari masyarakat tinggi karena semua ingin diterima, sedangkan daya tampung memang terbatas. Karena itu, kami minta pemerintah daerah menyiapkan petunjuk teknis yang baik dan memastikan hak-hak masyarakat dalam pendidikan dilayani dengan baik,” ujar Jumeri dalam acara Bincang Pendidikan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2021/2022, Senin (24/5/2021).
Kemendikbud Ristek telah memberikan panduan soal PPDB Tahun 2021 dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021. Penerimaan siswa baru dilakukan dengan empat cara dengan mengutamakan zonasi, lalu ada jalur afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua/wali. Pemerintah pusat memberikan panduan kuota pada setiap jalur masuk. Adapun, untuk pelaksanaan teknis diserahkan ke pemerintah daerah dengan membuat payung hukum peraturan kepala daerah.
Menurut Jumeri, dari evaluasi PPDB tahun 2020, pemerintah daerah mengambil sejumlah kebijakan untuk mengatasi calon siswa baru yang tidak tertampung di sekolah negeri. Secara umum kondisi tersebut diatasi dengan mendistribusikan ke zonasi terdekat sekitar 32 persen dan didistribusikan ke sekolah swasta sekitar 37 persen. Adapula yang membuat double shif, diikutsertakan ke pendidikan kesetaraan, dan menambah rombongan belajar.
Tahun ini, kedua kalinya PPDB dilaksanakan di masa pandemi Covid-19. Namun, baru 14 provinsi yang bisa melaksanakan PPDB daring, sedangkan 20 provinsi secara campuran.
Jumeri menjelaskan, secara umum PPDB 2021 tidak berbeda dari tahun lalu. Namun, ada perbedaan dalam komposisi kuota tiap jalur. Jalur zonasi yang dimaksudkan untuk mendekatkan domisili dengan sekolah agar siswa lebih aman dan hemat biaya transportasi, kuotanya tetap terbesar. Ditetapkan kuota untuk zonasi SD paling sedikit 70 persen karena tidak diberlakukan jalur prestasi. Untuk siswa SMP dan SMA, jalur zonasi minimal 50 persen, afirmasi minimal 15 persen, perpindahan orangtua/wali maksimal 5 persen, dan sisanya jalur prestasi.
Untuk SMK, tidak diberlakukan jalur pendaftaran. Namun, ada ketentuan baru untuk mengakomodasi siswa sekitar maksimal 10 persen.
Kemendikbud Ristek memberikan ruang bagi pemda untuk fleksibel mengatur PPDB di daerah. Namun, pemda tetap diminta mengantisipasi berbagai persoalan yang kemungkinan muncul.(Jumeri)
Menurut Jumeri, Kemendikbud Ristek memberikan ruang bagi pemda untuk fleksibel mengatur PPDB di daerah. Namun, pemda tetap diminta mengantisipasi berbagai persoalan yang kemungkinan muncul. Di daerah, penetapan zonasi ada yang berdasarkan kondisi geografis dan bukan geografis. Ada pula yang mengacu dari daya tampung dan pendataan jumlah lulusan jenjang di bawahnya.
Sementara itu, Inspektur Jenderal dan Pelaksana Tugas Staf Ahli Bidang Regulasi Kemendikbud Ristek Catharina Muliana Girsang mengatakan, antisipasi persoalan sudah dilakukan dengan mengacu pada hasil evaluasi PPDB tahun lalu. Sistem PPDB online akan dipantau karena ternyata tetap ada celah Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Selain itu, perlu juga memastikan peraturan kepala daerah agar sesuai dengan peraturan di atasnya. Karena itu, Peraturan kepala daerah seharusnya dikonsultasikan daerah ke Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Catharina, banyak daerah yang mempertanyakan jalur pendaftaran mana yang harus didahulukan atau persayaratan lanjutan jika dalam jalur zonasi kuota tidak memadai.“Kebebasan untuk daerah tetap diberikan. Aturan dari pusat bukan hal yang kaku. Yang penting daerah sudah menetapkan persentase tiap jalur pendaftaran dalam petunjuk teknis di daerah,” ujar Catharina.
Terkait syarat umur di DKI Jakarta yang dipermasalahkan tahun lalu, ujar Catharina, hal tersebut sudah tidak lagi menjadi masalah. Umur bukan syarat utama, namun untuk pertimbangan berikutnya.
“Ketidakpuasan masyarakat dalam PPDB pasti ada. Hal ini harus diantisipasi daerah. Sebab, kapasitas SMP dan SMA kan memang kurang dibanding peminatnya. Pemerintah daerah bisa menetapkan supaya akses diperluas dengan menambah rombongan belajar atau kelas. Namun, ini harus dikomunikasikan dan disinergikan karena akan berpengaruh pada data pokok pendidikan atau Dapodik,” ujar Catharina.
Implementasi di Daerah
Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Baskara Aji mengatakan, PPDB memang menjadi tantangan dan potensi ricuhnya cukup besar. Pemprov DIY dalam menyiapkan Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Gubernur sudah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
Menurut Baskara, zonasi ini sering dipermasalahkan karena dalam satu zona daya tampung siswa seringkali tidak terpenuhi. “Kalau disimak dari Peraturan Menteri, diutamakan yang paling dekat. Tapi, gelombang protes masyarakat tinggi sehingga muncul penentuan zonasi,” ujar Baskara.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten Wardani Sugiyanto mengatakan, PPDB untuk SD di Klaten masih berlangsung luring karena calon siswa tersebar di desa. Adapun, untuk SMA selama lima tahun terakhir bisa digelar secara daring.
Menurut Wardani, zonasi tetap diutamakan. Sekolah negeri diminta melakukan pendataan tentang minat calon siswa baru seiring berkembangnya sekolah swasta. Tujuannya supaya bisa dipetakan minat siswa agar sekolah negeri, terutama SD, jangan sampai kekurangan siswa.
Dalam pemberlakukan zonasi, ujar Wardani, daerah ada keraguan untuk menerapkan penilaian kedua jika daya tampung siswa di satu zonasi berlebih. Klaten menambahkan prestasi siswa sebagai nilai tambah saat memutuskan prioritas siswa yang diterima jika ada kasus peminat di satu zonasi berlebih.