Belajar dari Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru, Pentingnya Memetakan Daya Tampung Sekolah
Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit jumlah sekolah negeri. Keterbatasan daya tampung ini membuat perlu ada seleksi siswa baru. Namun, kebijakan seleksi penerimaan peserta didik baru sering memicu polemik.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan daya tampung sekolah, khususnya negeri, dianggap menjadi pemicu utama kekisruhan penerimaan peserta didik baru setiap tahun. Apalagi, membangun sekolah baru tidak mudah karena terbatasnya anggaran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur Wahid Wahyudi mengungkapkan, satuan pendidikan jenjang menengah atas hanya mampu menampung 43 persen dari total lulusan SMP ataupun madrasah tsanawiyah. Maka, menurut pendapat dia, kebijakan seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) setiap tahun tetap akan menimbulkan masalah.
”Pemerintah bertanggung jawab terhadap kualitas sekolah beserta keluarannya. Tidak menempatkan mutu sekolah swasta di bawah sekolah negeri adalah sikap bijak,” ujarnya saat menghadiri rapat koordinasi nasional ”Hasil Pengawasan dan Pengaduan PPDB 2017-2020” yang diselenggarakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Rabu (5/8/2020), di Jakarta.
Karena itu, Wahid mengusulkan agar ke depan ada integrasi kebijakan PPDB antara sekolah negeri dan swasta. Usulan ini diharapkan bisa memetakan kebutuhan daya tampung sekolah dan perbaikan kualitas sekolah secara menyeluruh.
Integrasi kebijakan PPDB diharapkan terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Sama halnya dengan kebanyakan sekolah swasta, proses PPDB di satuan pendidikan di bawah Kemenag biasanya berlangsung lebih awal.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana memaparkan, jumlah SD negeri 99.602 sekolah, sedangkan pendaftarnya 127.003 anak. Jumlah SMP negeri tercatat 79.067 sekolah, sedangkan pendaftarnya 223.436 anak.
Sementara itu, jumlah SMA negeri tercatat 31.963 sekolah, sedangkan pendaftarnya 138.282 anak. Sementara jumlah SMK negeri 19.229 sekolah, sedangkan pendaftarnya 97.100 anak.
Selain itu, DKI Jakarta mempunyai sistem hunian sebagai kota metropolitan. Hal ini menyebabkan sebaran penduduk tidak merata.
Kebijakan PPDB yang diambil diupayakan bisa mengakomodasi seluruh siswa. Dengan kata lain, tidak ada peserta didik yang tidak tertampung. Oleh karena itu, pada pelaksanaan PPDB tahun ajaran 2020/2021 yang sempat menimbulkan sengkarut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan melibatkan sekolah swasta.
Kebanyakan orangtua selalu berasumsi sekolah negeri mutunya bagus, maka sekolah swasta yang mutunya masih rendah harus diperbaiki.
”Kami membimbing sekolah swasta dalam kapasitas sehingga mutu dan aksesnya setara. Kebanyakan orangtua selalu berasumsi sekolah negeri mutunya bagus, maka sekolah swasta yang mutunya masih rendah harus diperbaiki,” katanya.
Nahdiana menyampaikan, dia sependapat dengan usulan agar kebijakan PPDB diperbaiki. Salah satunya adalah perlunya agar ada waktu PPDB sekolah negeri dan swasta disepakati berlangsung bersamaan.
Menurut dia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan membangun sebuah satuan pendidikan baru jenjang menengah atas khusus kejuruan seni pada 2021. Di luar itu, pihaknya belum ada rencana lain.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan Yusuf Effendi mengatakan, pihaknya juga menerima keluhan-keluhan orangtua selama pelaksanaan PPDB, mulai dari hal-hal teknis sampai keluhan terkait daya tampung sekolah.
Di Kalimantan Selatan, hingga sekarang, masih ada sekolah yang letaknya jauh dari permukiman warga sehingga menyulitkan mematuhi seleksi zonasi sesuai Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Satu-satunya mengatasi masalah ini adalah membangun satuan pendidikan negeri.
Pembangunan mandek
Dia menyampaikan, pemerintah provinsi sebenarnya telah merencanakan pembangunan 12 sekolah negeri baru selama kurun waktu 2017-2020. Hingga sekarang, jumlah unit yang telah terbangun baru tujuh. Sementara itu, pembangunan lima unit lainnya kemungkinan mandek karena anggaran harus difokuskan untuk penanganan Covid-19.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti memandang pentingnya wajib belajar 12 tahun dipenuhi. Oleh karena itu, anggaran pemerintah semestinya fokus untuk memeratakan kuantitas dan kualitas sekolah.
”Selama bertahun-tahun, semakin tinggi jenjang pendidikan, maka jumlah sekolah semakin sedikit. Ini akhirnya menjadi salah satu faktor yang memicu angkatan kerja nasional masih didominasi lulusan SD-SMP,” katanya.
Menurut Retno, baik sekolah berstatus negeri maupun sekolah yang dikelola masyarakat atau swasta mempunyai peran setara dalam mencerdaskan anak.
Pada pelaksanaan PPDB tahun 2020, KPAI menerima 224 pengaduan PPDB yang berasal dari provinsi DKI Jakarta sebanyak 200 kasus (89 persen) dan 24 kasus (11 persen) dari luar DKI Jakarta.
Pengaduan untuk PPDB jenjang SD sebanyak empat kasus, SMP 72 kasus, dan SMA 148 kasus. Pengaduan PPDB 2020 meliputi masalah kebijakan (209 kasus), teknis (11 kasus), kecurangan (3 kasus), dan jual beli kursi (1 kasus).
Masalah kebijakan menyangkut keberatan pengadu terhadap ketentuan jalur prestasi yang dibuka setelah jalur zonasi dan afirmasi, penentuan kuota jalur prestasi, kriteria usia, dan syarat wajib domisili harus satu tahun.
”Saat menerima keluhan, kami menganalisisnya dengan berpatokan pada amanat di Peraturan Mendikbud No 44/2019,” katanya.
Auditor di Inspektorat Jenderal Kemdikbud, Agus Suprayogi, menyampaikan, segala laporan keluhan yang masuk ditindaklanjuti ke dinas pendidikan bersangkutan. Setiap tahun, Kemendikbud berusaha menyempurnakan peraturan teknis tentang PPDB agar sesuai kondisi, kebutuhan, dan aspirasi.
Mengenai pembangunan baru satuan pendidikan, kata dia, Direktorat SMA Kemendibud akan membantu daerah. Detail skema kerja sama pembangunan ditangani oleh direktorat itu.