Mengembalikan Marwah Seleksi Jalur Zonasi
Sengkarut seleksi penerimaan peserta didik baru jalur zonasi dapat diminimalkan jika prasarana sarana pendidikan cukup dan memadai. Pemerintah daerah sudah memetakan kebutuhan sekolah beserta fasilitas pendukungnya.
Pelaksanaan pendaftaran penerimaan peserta didik baru jalur zonasi dinilai akan mampu mendorong pemerintah daerah peduli terhadap mutu pendidikan di wilayahnya. Dampak panjangnya adalah tercipta pemerataan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, dalam diskusi daring ”PPDB Jakarta, Tua Dulu Baru Sekolah”, Minggu (28/6/2020), di Jakarta mencontohkan, pada tahun 2017 saat jalur zonasi diberlakukan, Pemerintah Kota Bekasi kelimpungan karena jumlah sekolah negeri kurang. Tiga tahun kemudian, Pemerintah Kota Bekasi membangun tujuh sekolah negeri baru.
Pemerintah Kota Tangerang dikabarkan membangun sekitar sembilan sekolah negeri baru. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menambah tujuh SMK negeri. Pemerintah Kota Pontianak membangun satu sekolah negeri baru, sedangkan Pemerintah Kota Depok menambah satu SMA negeri baru.
Ketika sarana-prasarana sekolah terpenuhi dan daya tampung cukup, PPDB tak lagi menimbulkan polemik.
”Seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi berdampak positif. Artinya, negara hadir atas hak pendidikan warga. Ketika sarana-prasarana sekolah terpenuhi dan daya tampung cukup, PPDB tak lagi menimbulkan polemik,” ujarnya.
Retno menekankan, dorongan KPAI itu bertujuan agar setiap anak terpenuhi hak pendidikannya meskipun belum semua pemerintah daerah sadar. Sebagai contoh, di Jember terdapat tiga kecamatan belum memiliki satu sekolah negeri.
Seleksi PPDB jalur zonasi berdampak positif mendorong pemerintah daerah terlebih dulu memetakan kebutuhan jumlah sekolah negeri, daya tampung, beserta tenaga pendidik. Polemik PPDB yang marak belakangan salah satunya disebabkan belum adanya pemetaan itu. Sementara banyak orangtua memilih anaknya bersekolah di sekolah negeri.
Sebelumnya, kelompok yang menamakan diri Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa pekan lalu. Mereka memprotes penerapan patokan usia penerimaan murid baru. Kebijakan ini juga menuai kritik dari Forum Orangtua Murid.
Mereka menolak Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Pelajaran 2020/2021. Menurut surat keputusan itu, seleksi PPDB jalur zonasi memakai usia. Mereka meminta patokan umur dihapus dan diganti dengan nilai.
Protes tersebut menjadi sorotan nasional. KPAI bahkan ikut membantu menjembatani konfirmasi ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Retno menyampaikan, polemik tentang PPDB sebaiknya tidak berkutat pada menyalahkan kebijakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, tetapi segera mencari solusi. Salah satu usulan KPAI adalah menambah ruang kelas.
Jangan saling menyalahkan
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, pihaknya tidak ingin ada saling lempar tanggung jawab kebijakan, termasuk urusan PPDB, antara Kemendikbud dan dinas pendidikan. Saling lempar kebijakan akan membuat orangtua tidak percaya terhadap dinas.
”Apabila ada masalah pendidikan di daerah, Kemendikbud dan dinas pendidikan harus bersama-sama mencari solusi. Jangan sampai ada cerita lama yang terus berulang,” ujarnya.
Syaiful sependapat dengan Retno bahwa PPDB jalur zonasi mendukung pemerataan prasarana dan sarana pendidikan di daerah untuk jangka panjang, Dengan kata lain, PPDB jalur zonasi mendorong pemerintah daerah peduli terhadap mutu pendidikan di wilayahnya.
Dia lantas mencontohkan komitmen 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kebutuhan pendidikan. Berdasarkan temuannya, hingga saat ini rata-rata realisasi komitmen di seluruh kabupaten/kota baru berkisar 8-9 persen. Realisasi komitmen alokasi APBD untuk pendidikan yang tertinggi terdapat di Banyuwangi, yaitu sekitar 14 persen.
Di tingkat nasional, Syaiful menyampaikan sudah ada 20 persen alokasi APBN untuk pendidikan, yang jika dinominalkan sekitar Rp 580 triliun. Akan tetapi, dana tersebut belum murni didistribusikan untuk kebutuhan pendidikan.
”Nominal yang benar-benar dipakai untuk kebutuhan pendidikan hanya sekitar Rp 200 triliun dan itu pun berada di kementerian/lembaga. Sisa dana dipakai untuk transfer daerah, termasuk peruntukan dana desa,” ujarnya.
Syaiful berharap komitmen pemerintah mengalokasikan APBN/APBD untuk dana pendidikan terus ditambah secara bertahap. Setidaknya nominal yang benar-benar dipakai untuk fungsi kebutuhan pendidikan diharapkan tidak lagi Rp 200 triliun pada masa mendatang.
”Kalau komitmen alokasi APBN/APBD untuk dana pendidikan dijalani, saya rasa itu akan mengatasi permasalahan pendidikan, seperti kekisruhan PPDB,” kata Syaiful.
Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kemendikbud Chatarina Muliana Girsang menyampaikan, pada tahun 2017 belum ada satu pun provinsi mengalokasikan 20 persen dari APBD untuk dana pendidikan. Ini di luar dana transfer daerah. Pada tahun 2019 sudah ada empat provinsi mengalokasikan 20 persen APBD untuk dana pendidikan. Keempat provinsi itu adalah Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau, Riau, dan Sumatera Barat. Dari data ini terlihat komitmen daerah masih kurang.
Dia mengatakan, apabila mengacu kepada Undang-Undang Pemerintah Daerah, belanja daerah diprioritaskan untuk layanan dasar warga. Layanan pendidikan termasuk di dalamnya. Oleh karena itu, Kemendikbud mendorong agar pemerintah daerah mematuhi. Harapannya kelak semua anak mendapatkan pendidikan layak.
Ketika seleksi PPDB jalur zonasi diberlakukan melalui Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 hingga Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019, pemerintah tidak ”merampas” ruang anak pandai. Pemerintah malah mengakomodasi semua anak berprestasi, baik kemampuan akademik maupun non-akademik.
Kriteria usia harus diterapkan terakhir. Artinya, kriteria zonasi pada PPDB jalur zonasi adalah seleksi pertama. Chatarina banyak membaca informasi di media bahwa kriteria usia diprioritaskan di DKI Jakarta untuk semua jalur seleksi. Dia berharap dirinya salah informasi.
Terkait adanya polemik PPDB yang terjadi di DKI Jakarta belakangan, Chatarina menilai memang ada penerapan kebijakan yang berbeda dari Peraturan Mendikbud No 44/2019.
Secara khusus berbicara mengenai seleksi PPDB jalur zonasi, peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Anggi Afriansyah, menilai peraturan Mendikbud tidak mengatur secara rinci soal jarak. Ini karena yang mengetahui adalah pemerintah daerah. Prinsip Peraturan Mendikbud No 44/2019 adalah kuota jalur zonasi minimal menerima 50 persen, jalur afirmasi minimal menerima 15 persen, jalur perpindahan maksimal menerima 5 persen, dan jalur prestasi menerima 0-30 persen calon peserta didik baru sesuai dengan kondisi daerah. Peraturan Mendikbud itu juga menyatakan daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi.
Baca juga : Salah Kaprah Zonasi dalam Penerimaan Siswa Baru
”Dalam peraturan Mendikbud juga disebutkan agar daerah melakukan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan sebelum menerbitkan petunjuk teknis. Hal itu bertujuan agar petunjuk teknis sesuai tujuan PPDB, yaitu obyektif, transparan, nondiskriminatif, dan berkeadilan, sehingga peluang anak untuk memperoleh akses pendidikan menjadi lebih baik dan mudah,” tuturnya.