Kemendikbud Ristek Loloskan 128 Proposal Program Fasilitasi Bidang Kebudayaan
Kemendikbud Ristek membuka program Fasilitasi Bidang Kebudayaan yang diprioritaskan, antara lain, bagi kelompok marjinal, seperti pegiat seni budaya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi meloloskan 128 proposal program Fasilitasi Bidang Kebudayaan dari 6.600 proposal yang masuk. Harapannya, melalui program ini, ruang pengembangan budaya semakin terbuka.
Program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) dijalankan Kemendikbud Ristek sejak 2020. Program ini memberi dana hibah untuk individu atau kelompok kebudayaan untuk tiga jenis kegiatan yang ditetapkan pemerintah, yaitu dokumentasi karya/pengetahuan maestro, penciptaan karya kreatif inovatif, dan pendayagunaan ruang publik.
”Proposal dinilai oleh 33 anggota Komite Seleksi yang merupakan seniman dan budayawan. Ada 128 proposal yang terpilih, tetapi ini belum berarti mereka jadi penerima (dana hibah). Mereka harus melengkapi berkas selama sepekan ini sebelum masuk ke tahap selanjutnya,” kata Pranata Humas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Darmawati saat dihubungi dari Jakarta, Senin (24/5/2021).
Darmawati mengatakan, setelah dokumen lengkap, panitia akan melakukan verifikasi lapangan dan pendampingan penguatan proposal bagi penerima dana hibah. Lokakarya tentang cara membuat laporan publik, publikasi, hingga pelaksanaan kegiatan FBK juga akan dilakukan.
Narasi yang selama ini ada ialah pelaku budaya dan seniman selalu berjuang sendiri, tidak ada yang mendanai. FBK jadi pernyataan penting bahwa negara hadir.
Kemendikbud Ristek menyiapkan anggaran sebesar Rp 76 miliar untuk FBK 2021. Program ini terbuka untuk umum. Namun, pemerintah memprioritaskan pegiat seni budaya dari beberapa kelompok, antara lain perempuan, penyandang disabilitas, pegiat dari daerah dengan indeks pembangunan kebudayaan di bawah rata-rata, serta wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Pada 2020, Kemendikbud Ristek menerima sekitar 4.500 proposal dan meloloskan sebanyak 196 di antaranya. Beberapa karya yang dihasilkan dari FBK 2020 ialah film dokumenter tokoh teater Fajar Suharno, buku biografi musisi Harry Roesli, drama musikal Bregada Rempah Handayani, dan Festival Lewu Dayak.
Darmawati mengatakan, kegiatan yang diajukan pegiat seni budaya dalam proposal akan berlangsung pada 10 Juli-15 November 2021. Pelaksanaannya akan dipantau oleh dinas kebudayaan setempat.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid mengatakan, FBK merupakan cikal bakal dana abadi kebudayaan yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Ia berharap dana itu bisa mendorong upaya pemajuan kebudayaan di Indonesia. Karena dana itu menggunakan anggaran negara, ia meminta masyarakat berperan aktif untuk mengawasi pelaksanaan FBK. ”Kami harap publik akan ikut melakukan monitoring pelaksanaan FBK di lapangan,” ujar Hilmar pada keterangan tertulis, Jumat (21/5/2021).
Kurator dan anggota Koalisi Seni, Alia Swastika, menilai, FBK jadi penanda kehadiran negara untuk pelaku seni budaya. Di masa pandemi Covid-19, FBK membantu menggerakkan kembali kegiatan komunitas seni budaya. Orang-orang yang sempat kehilangan pekerjaan kembali beraktivitas dan mendapat penghasilan dari kegiatan FBK.
”Narasi yang selama ini ada ialah pelaku budaya dan seniman selalu berjuang sendiri, tidak ada yang mendanai. FBK jadi pernyataan penting bahwa negara hadir,” kata Alia.
Pada 12 April 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kemendikbud Ristek mendata 226.586 seniman dan pekerja kreatif di 34 provinsi yang terdampak pandemi. Sementara itu, menurut data Koalisi Seni periode 31 Maret-8 April 2020, ada 204 acara seni yang ditunda atau dibatalkan karena pandemi.
Alia menambahkan, FBK juga merupakan inisiatif bagus dari pemerintah karena memberi ruang lebih kepada kelompok-kelompok yang semula tidak muncul pada praktik kebudayaan. Prioritas terhadap pegiat seni budaya di wilayah 3T, misalnya, dinilai tidak hanya memajukan kebudayaan, tetapi juga menguatkan narasi bahwa kebudayaan Indonesia beragam, tidak didominasi satu kelompok saja.
”Pada masa Orde Baru, seolah-olah yang namanya kebudayaan adalah kebudayaan Jawa. Itu direproduksi di tempat-tempat lain, padahal akar kebudayaannya berbeda. FBK memberi ruang bagi kelompok marjinal untuk menulis kembali sejarah,” ucapnya.
Ia juga berharap kegiatan ini mendorong pegiat seni budaya menggali lagi potensi budaya di daerahnya, baik yang masih ada maupun yang mulai ditinggalkan. Kebudayaan itu juga diharapkan disampaikan ke publik dengan cara yang kreatif dan menjadi bagian praktik kehidupan sehari-hari.