Dana Abadi Kebudayaan Baru Bisa Digunakan Tahun 2022
Dana abadi kebudayaan merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Namun, hingga sekarang, pembentukan badan independen pengelola belum kunjung usai.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dana abadi kebudayaan ditargetkan bisa digunakan pada tahun 2022. Saat ini, badan independen yang akan berperan sebagai pengelola dana masih dalam proses pembentukan.
Meski demikian, Pranata Humas Direktorat Jenderal Kebudayaan, Koordinator Layanan Umum dan Kerja Sama, Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Darmawati memastikan bahwa Kementerian Keuangan telah menginvestasikan kebutuhan dana abadi kebudayaan pada tahun ini. Dana itu berasal dari pengembangan anggaran pemerintah sebesar Rp 5 triliun.
Pengelolaannya sekarang masih mengikuti peraturan menteri keuangan terkait mekanisme pelaksanaan anggaran bantuan pemerintah pada kementerian negara/lembaga. Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud saat ini bertindak sebagai pelaksana sampai badan independen terbentuk.
Dana abadi kebudayaan adalah amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Resesi ekonomi memengaruhi dana abadi kebudayaan atau tidak, belum bisa diperkirakan. Fokusnya sekarang masih kepada pembentukan badan independen. (Darmawati)
”Dana abadi kebudayaan adalah amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Resesi ekonomi memengaruhi dana abadi kebudayaan atau tidak, belum bisa diperkirakan. Fokusnya sekarang masih kepada pembentukan badan independen,” ujarnya di sela-sela menghadiri konferensi pers virtual pameran seni ”Pulih”, Kamis (12/11/2020), di Jakarta.
Menyangkut badan independen pengelola, menurut Darmawati, salah satu usulan yang muncul selama pembahasan adalah penanggung jawab. Misalnya, secara organisasi, badan independen berada di bawah Kementerian Keuangan, lalu secara substansi akan di bawah Kemendikbud.
Fasilitasi bidang kebudayaan
Lebih jauh, Darmawati menjelaskan, sebagai cikal bakal praktik pelaksanaan pemakaian dana abadi kebudayaan, Kemendikbud telah mempunyai program fasilitasi bidang kebudayaan (FBK). Secara prinsip, program FBK juga bertujuan mewujudkan strategi pemajuan kebudayaan. Program ini menyasar perorangan, komunitas budaya, serta lembaga atau organisasi kebudayaan berbadan hukum.
Program FBK memberikan bantuan tunai fasilitasi untuk tiga kegiatan, yakni dokumentasi karya/pengetahuan maestro (maksimal Rp 750 juta), penciptaan karya kreatif inovatif (maksimal Rp 1 triliun), dan pendayagunaan ruang publik (maksimal Rp 1 triliun).
Menurut Darmawati, program FBK telah berjalan dua tahap yang seluruhnya berhasil mengumpulkan hampir 4.000 proposal. Seleksi proposal menekankan validitas penerima, transparansi isi, dan tujuan kegiatan. Total penerima tahap pertama dan kedua mencapai 186 individu dan kelompok seni budaya.
Salah satu penerima manfaat program FBK adalah Yayasan Cita Prasanna. Pendiri yayasan, Sinta Roosdiono, mengatakan, yayasan fokus pada kegiatan pelestarian seni pertunjukan asli Indonesia.
Yayasan Cita Prasanna berkolaborasi dengan Pasar Seni Ancol menggelar pameran seni ”Pulih”. Sinta menjelaskan, pihaknya menyalurkan kebutuhan pendanaan yang dibutuhkan seniman peserta pameran. Dananya diambil dari bantuan yang diterima dari program FBK.
Direktur Pasar Seni Ancol Mia Maria mengatakan, pameran seni ”Pulih” bermakna sebagai sebuah aktivasi sosial untuk mengajak masyarakat bangkit di tengah situasi pandemi Covid-19. Sebanyak 10 seniman terlibat dalam pameran yang akan berlangsung 14-29 November 2020 ini. Mereka telah mengerjakan karya ataupun upaya sosial di masyarakat yang fokus memulihkan individu, kelompok, atau lingkungan.
Sutradara Chairun Nissa, salah satu peserta pameran ”Pulih”, menceritakan bahwa dirinya sempat mengalami serangkaian emosi negatif dan sensasi stres yang mungkin dihadapi saat terisolasi dari dunia luar atau cabin fever selama pandemi Covid-19. Untuk mengatasi kondisi itu, dia mencoba mengeksplorasi gerakan proses pernapasan dan mendokumentasikannya memakai kamera 360 derajat.
”Selama fokus bernapas, saya semakin mengenal diri sendiri. Bernapas sebenarnya hal esensial dalam kehidupan, tetapi sering kali maknanya terabaikan,” ujarnya. Karya Chairun Nissa menurut rencana akan ditampilkan berupa video pendek.