Festival Lentera Lotus Korea Selatan Digelar secara Campuran
Korea Selatan mengadakan Festival Lentera Lotus secara hibrida akibat pandemi Covid-19. Festival ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Festival Lentera Lotus atau Yeon Deung Hoe di Korea Selatan diadakan secara hibrida atau tatap muka dan daring untuk pertama kali. Itu merupakan festival perdana setelah Yeon Deung Hoe ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada Desember 2020.
Pembukaan festival diadakan di Kuil Jogyesa, Seoul, Korea Selatan, pada Sabtu (15/5/2020) petang waktu Korsel. Festival disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Yeondeunghoe dan Zoom. Kegiatan ini dihadiri sejumlah orang dengan protokol kesehatan. Sebelumnya, pada tahun 2020, festival tersebut dibatalkan karena pandemi Covid-19.
Yeon Deung Hoe bermula sebagai festival keagamaan yang dimulai pada masa Dinasti Silla (57 sebelum Masehi-935 Masehi). Festival ini digelar untuk merayakan kelahiran Buddha. Hingga kini, perayaan tersebut telah berlangsung selama lebih dari 1.000 tahun.
Venerable Wonhaeng, Ketua Ordo Jogye Buddhisme Korea (Jogye Order of Korean Buddhism), mengatakan, ajaran Buddha telah memberi pencerahan bagi semua makhluk hidup. Ia berharap festival tahun ini mengingatkan publik untuk saling menguatkan satu sama lain di masa pandemi Covid-19.
”Saya pikir, kita harus melihat Covid-19 bukan hanya sebagai penyakit, melainkan sebagai cara untuk belajar hidup berdampingan. Pandemi Covid-19 juga mengajarkan bahwa kita semua saling bergantung satu sama lain. Ini merupakan hari kita memperingati kelahiran Buddha sekaligus momen agar kita bersatu untuk melewati berbagai kesulitan,” katanya yang juga Ketua Komite Pelestarian Yeon Deung Hoe.
Wali Kota Seoul Oh Sehoon mengatakan, festival ini merupakan kesempatan yang menyatukan seluruh warga Korea Selatan. Ia berharap agar perayaan kelahiran Buddha berjalan baik dan masyarakat mengingat pentingnya membantu satu sama lain di masa sulit akibat pandemi.
Kita harus melihat Covid-19 bukan hanya sebagai penyakit, melainkan sebagai cara untuk belajar hidup berdampingan. Pandemi Covid-19 mengajarkan bahwa kita semua saling bergantung satu sama lain.
Festival dibuka dengan menggantung tulisan berisi harapan di bawah lentera. Tulisan itu umumnya berisi harapan pribadi atau harapan untuk kepentingan umum. Setelahnya, lentera dinyalakan dan diangkat ke udara.
Adapun kata yeondeung berarti menyalakan lentera. Cahaya dari lentera melambangkan pikiran yang tercerahkan seperti ajaran Buddha. Kendati mulanya bersifat keagamaan, Festival Lentera Lotus berkembang menjadi kegiatan yang inklusif dan dirayakan setiap musim semi.
Festival ini terbuka bagi semua warga terlepas dari agama, suku, dan kewarganegaraan. Umumnya, festival dibuka dengan seremoni memandikan patung Buddha, lalu dilanjutkan dengan warga dari beragam kelompok usia menari bersama.
Saat petang, warga Korsel turun ke jalan dan melakukan parade lentera. Mereka tidak hanya membawa lentera di tangan, tapi juga lentera berbagai ukuran dan bentuk. Adapun lentera itu dibuat dari kertas hanji warna-warni. Selain parade, ada berbagai kegiatan lain selama festival, seperti pertunjukan dan acara kebudayaan.
Warisan budaya
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) menetapkan Festival Lentera Lotus sebagai warisan budaya tak benda pada 2020. Sebelumnya, festival ini terdaftar sebagai Properti Budaya Tak Benda Nasional Korsel Nomor 122 sejak tahun 2012.
Festival ini ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda pada Komite Antarpemerintah untuk Menjaga Warisan Budaya Tak Benda ke-15 oleh UNESCO, Desember 2020. Penetapan dilakukan oleh Ketua Komite sekaligus Menteri Kebudayaan, Gender, Hiburan, dan Olahraga Jamaika Olivia Grange.
Administrator Administrasi Warisan Budaya Korea Selatan Kim Hyunmo mengatakan, ini pertama kalinya Festival Lentera Lotus diadakan setelah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Upaya untuk mendukung budaya negara akan terus dilakukan. ”Kami berkomitmen untuk terus menjunjung tradisi Korea Selatan,” ucapnya.