Kita terkadang menggunakan kata tertentu yang sudah mencakup makna kata yang mengikutinya. Kita merasa tidak mantap jika hanya memakai satu kata. Akibatnya, timbullah kata-kata mubazir seperti agar supaya, maksud dan tujuan, naik ke atas, dan turun ke bawah.
Tidaklah mengherankan bila masih ada wartawan yang menulis kalimat (1) ”Seluruh 189 penumpang dan awaknya meninggal”. Kalimat itu muncul guna merekam kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 dalam penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, 29 Oktober 2018. Berapa orang yang meninggal dalam kecelakaan pesawat naas itu? Jawabannya 189 orang, terdiri dari para penumpang dan awak pesawat. Dari media cetak kita ketahui, ke-189 orang itu terdiri dari 181 penumpang dan 8 awak pesawat. Rupanya si penulis kalimat belum yakin bahwa kata seluruh—yang berarti ’semua’ dan ’segenap’—sudah mencakup ”189”. Lalu terjadilah duplikasi itu: kata seluruh disandingkan dengan bilangan 189.
Kalimat (1) sebetulnya bisa saja kita ubah menjadi tiga versi: (1a) ”Seluruh penumpang dan awaknya meninggal”, (1b) ”Seluruh penumpang dan awaknya (total 189) meninggal”, dan (1c) ”189 penumpang dan awaknya meninggal”.
Pada kalimat (1a) memang tidak disebutkan jumlah penumpang dan awaknya. Pendeknya, ”seluruh penumpang dan awaknya meninggal”. Terserah berapa pun! Pada kalimat (1b) disebut jumlah penumpang dan awak yang meninggal—meskipun diselipkan di dalam kurung. Pada kalimat (1c) disebut dengan jelas jumlah penumpang dan awak pesawat yang meninggal.
Ada sedikit catatan di sini. Meski gramatikal, kalimat (1c) biasanya ditabukan dalam bahasa Indonesia karena diawali dengan bilangan. Jadi, kita cukup menggunakan kalimat (1a) atau (1b).
Kalimat (1) mirip dengan kalimat (2) ”Seluruh 259 penumpang pesawat Pan Am 103 yang meledak di Lockerbie tewas”. Peristiwa ini terjadi pada 21 Desember 1988 di atas Lockerbie, Skotlandia, dalam penerbangan dari London, Inggris, ke New York, Amerika Serikat. Kata seluruh pada kalimat ini mubazir karena diikuti bilangan 259.
Kalau mau dikoreksi, kalimat (2) bisa ditulis dengan dua cara. (2a) ”Seluruh penumpang pesawat Pan Am 103 yang meledak di Lockerbie tewas”. Kalimat ini memakai kata seluruh, tetapi tanpa menyebut jumlah penumpang secara tersurat. Namun, ada ”kelemahan” kalimat ini: pembaca tidak tahu berapa jumlah penumpang yang tewas itu.
Kalimat yang sama bisa juga kita tuliskan menjadi (2b) ”259 penumpang pesawat Pan Am 103 yang meledak di Lockerbie tewas”. Pada kalimat ini disebutkan dengan jelas jumlah penumpang yang tewas, tetapi tanpa menggunakan seluruh. Karena tidak boleh diawali dengan bilangan, kalimat ini bisa kita tulis menjadi (2c) ”Pesawat Pan Am 103 yang meledak di Lockerbie menewaskan 259 penumpang”.
Masih ada satu kalimat yang mirip dengan pola kalimat (1) dan (2), yaitu kalimat (3) ”Dukun dari Ekuador meninjau seluruh 12 stadion yang menjadi tempat pertandingan Piala Dunia 2006 di Jerman”. Seperti kalimat (1) dan (2), pada kalimat (3) pun muncul kata seluruh yang berdampingan dengan bilangan (12). Kata seluruh pada kalimat (3) mubazir. Jadi, bisa kita hilangkan sehingga menjadi (3a): ”Dukun dari Ekuador meninjau 12 stadion yang menjadi tempat pertandingan Piala Dunia 2006 di Jerman”.
Tentu saja kata seluruh tetap bisa kita gunakan, tetapi tanpa menyertakan bilangan 12. Dengan demikian, kalimat itu menjadi (3b) ”Dukun dari Ekuador meninjau seluruh stadion yang menjadi tempat pertandingan Piala Dunia 2006 di Jerman”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kata seluruh tidak bisa diikuti bilangan. Kita harus memilih salah satu. Jika kita menggunakan seluruh, bilangan tak perlu disebutkan. Sebaliknya, bila kita memakai bilangan, kata seluruh tak perlu dituliskan. Seluruh bukan jodoh bilangan.
PAMUSUK ENESTE
Pengajar di Teknik Grafika dan Penerbitan PNJ Depok