Bertepatan dengan peringatan Hari Musik Nasional tanggal 9 Maret, pemerintah berkomitmen agar tata kelola musik tradisional bisa dikembangkan lebih optimal.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Musisi tradisional membutuhkan perlindungan kekayaan intelektual. Menyikapi hal ini, pemerintah akan menyusun kebijakan tata kelola perlindungan karya-karya musik tradisional.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, dalam siaran pers Peringatan Hari Musik Nasional, Selasa (9/3/2021) di Jakarta, menyampaikan, Kemendikbud berkomitmen menyusun kebijakan tata kelola perlindungan dengan mengembangkan repertoar berbasis musik dan instrumen tradisional. Lalu, pemerintah akan mengeksplorasi model tata kelola komunal dengan membangun kerja sama antara Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Model tata kelola seperti itu juga akan melibatkan Perpustakaan Nasional dan komunitas musisi tradisional," ujar dia.
Kebijakan lainnya yang dia usulkan adalah membentuk Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) musik tradisional. Ini bertujuan menyelesaikan permasalahan-permasalahan hak cipta dan mengakomodasi hak ekonomi dari para musisi tradisional.
Menurut dia, beberapa tahun terakhir, praktik daur ulang lagu melalui aplikasi media sosial berdampak terhadap eksistensi dan hak ekonomi musisi. Khusus musik tradisional, Hilmar juga menyoroti rendahnya apresiasi masyarakat yang kemudian turut memengaruhi tata kelola musik tradisional sendiri.
Pemerintah berupaya mengatasi persoalan ini dengan cara mendorong sektor pendidikan memberikan metode pembelajaran berbasis eksperimen dan kontekstual tentang musik tradisional. Sasaran utamanya adalah siswa jenjang pendidikan usia dini hingga menengah pertama.
Dalang, pengrawit, sekaligus komposer musik tradisional Blacius Subono saat dihubungi terpisah mengatakan, musik tradisional adalah bagian dari kebudayaan. Menurut dia, pemaknaan perlindungan musik tradisional bukan sekadar dengan mendaftarkan karya musik tersebut untuk memperoleh hak cipta.
Pemerintah semestinya juga memacu dan selalu memberikan kesempatan bagi seniman musik tradisional untuk selalu maju, misalnya melalui perlombaan dan pementasan.
Dalam perkembangannya, dia menjelaskan ada banyak musik tradisional yang tercipta tanpa pencipta. Namun, ada pula musisi musik tradisional yang bermunculan dan menjadi maestro.
Ada suatu masa, mereka menciptakan karya musik tradisional, seperti karawitan, lalu direkam oleh industri dan didistribusikan melalui kaset. Namun, penghargaan terhadap karya tersebut rendah.
"Kaset karawitan dijual murah sekali," kata dia.
Menurut dia, pengembangan LMK musik tradisional yang akan dibentuk seharusnya tidak mengikuti konsep LMK genre musik pada umumnya yang cenderung komersial. LMK musik tradisional perlu mengedepankan esensi perlindungan.
Seniman Topeng Cisalak Andi Supardi berpendapat, selain mengenalkan dan mengajak siswa mengapresiasi musik tradisional, program seniman masuk sekolah bertujuan positif untuk melestarikan musik tradisional. Akan tetapi, program yang digagas pemerintah ini seringkali tidak berjalan optimal karena eksekusi program tergantung kepala sekolah.
"Kalau kepala sekolah beritikad program berjalan berkelanjutan, maka seniman akan selalu dilibatkan. Seniman merasa senang dan mau mengirim materi pembelajaran, meski situasinya harus seperti sekarang (pandemi Covid-19)," ujar dia.
Keberadaan platform digital dimanfaatkan seniman tradisi Betawi. Dia pun ikut membuat kanal YouTube berisi pembelajaran musik tradisional dan pelestarian kesenian Topeng Cisalak.
"Karena pandemi Covid-19 saja. Pementasan dan mengajar di sekolah berkurang," tutur dia.
Co-Founder Serunai.co Aris Setyawan mengatakan, keinginan pemerintah menyusun basis data musik bukan hal baru. Pada tahun 2018, pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pernah membuat kebijakan bernama Portamento. Pemerintah kala itu ingin memanfaatkan teknologi blockchain untuk menyusun sebuah sistem manajemen forensik digital agar dapat mendata transaksi musik di Indonesia. Sistem itu ditargetkan dapat melacak pelaku penerbitan, pengguna, juga bentuk dan waktu pemakaian aset digital musik.
Namun, Portamento batal berjalan seiring berubahnya formasi kabinet. Apabila pemerintah kembali ingin mempunyai basis data musik, maka gagasan Portamento bisa dihidupkan lagi.
Usulan Direktorat Jenderal Kebudayaan mengenai LMK musik tradisi juga perlu ditelusuri lebih jauh urgensi dan pengelolannya ke depan. Dia mengatakan, di Indonesia sudah ada beberapa LMK musik, antara lain Yayasan Karya Cipta Indonesia, Wahana Musik Indonesia, dan Performers Rights Society of Indonesia (PRISINDO).
Untuk musik arus utama dan musik modern, beberapa LKM tersebut sudah berjalan cukup efektif. Walaupun pada kenyataannya, keberadaan LMK harus berhadapan dengan realita masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang hak cipta musik.
"Sejumlah musik tradisional penciptanya tidak diketahui. Pemerintah juga tidak bisa semata-mata membahas musik tradisional sebagai produk industri," katanya.
Aris menambahkan, itikad Kemendikbud untuk menciptakan tata kelola musik tradisional patut diapresiasi. Eksekusi kebijakan tersebut mesti melibatkan pemangku kepentingan ekosistem musik tradisional.