Kolaborasi riset lintas perguruan tinggi nasional dan internasional, lembaga riset, dan industri agar terus dibangun. Ini agar hasil-hasil riset bisa membawa manfaat nyata di masyarakat.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Suasana di depan Laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/2/2021). Di ruangan berbeda, pada area yang sama, juga terdapat laboratorium uji Covid-19 dengan kapasitas 300-400 pemeriksaan per hari. Selain itu, juga terdapat ruangan untuk penelitian dan pengembangan vaksin nusantara, yang saat ini telah selesai melalui uji klinis tahap I.
JAKARTA, KOMPAS - Penelitian kolaboratif, baik antar perguruan tinggi maupun perguruan tinggi dengan industri dan lembaga riset, perlu selalu didorong. Hal seperti itu berdampak positif kepada kualitas keilmuan dan mengatasi keterbatasan kapasitas anggaran.
Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, belanja penelitian dan pengembangan selama ini masih didominasi dari anggaran pemerintah, meskipun secara jumlah jauh dari ideal. Apabila ada dana abadi riset, itupun baru beroperasi penuh pada tahun 2021.
"Maka, kolaborasi riset harus dioptimalkan mulai dari antar sesama individu peneliti, antar fakultas, program studi, perguruan tinggi, lembaga riset, dan organisasi internasional. Tidak mungkin satu bidang ilmu dikerjakan sendirian," ujar dia di sela-sela pengumuman hibah riset untuk perguruan tinggi bukan badan hukum dan swasta, Kamis (18/2/2021), di Jakarta.
Dari sisi pemerintah, Bambang mengatakan, pihaknya mendukung kolaborasi riset internasional dengan pendanaan APBN dan dana abadi riset. Sebagai contoh, riset kolaborasi kesehatan antara Indonesia-Melbourne (Australia). Riset ini melibatkan, antara lain Universitas Melbourne, Universitas Indonesia, dan Kemenristek/BRIN. Topiknya meliputi kesehatan dasar, pelayanan kesehatan, penyakit infeksius, serta kesehatan anak dan remaja.
ANTARA FOTO/ADWIT B PRAMONO
Beberapa mahasiswa meracik cairan pembersih tangan di Laboratorium Kimia Universitas Negeri Manado (Unima), Tondano, Sulawesi Utara, Kamis (19/3/2020). Mahasiswa Jurusan Kimia Unima berhasil menciptakan cairan pembersih tangan berkadar alkohol 80% yang berbahan dasar minuman tradisional Sulut, Cap Tikus. Hasil penelitian tersebut menjadi alternatif ditengah kurangnya pasokan alkohol dan cairan pembersih tangan.
Pelaksana Tugas Deputi Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek/BRIN Muh Dimyati mengatakan, topik-topik penelitian yang diajukan perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta telah sesuai dengan Prioritas Riset Nasional (PRN). Pemerintah mengupayakan agar topik proposal sesuai dengan PRN.
Data Kemenristek/BRIN, pada 2021, total dana hibah riset untuk 12 perguruan tinggi negeri berbadan hukum mencapai sekitar Rp 400 miliar. Hibah ini mencakup untuk membiayai penelitian terapan (664 judul), penelitian dasar (1.694 judul), dan penelitian peningkatan kapasitas riset (764 judul).
Sementara total dana hibah riset untuk perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta mencapai Rp 623 miliar. Hibah ini meliputi untuk membiayai penelitian terapan (1.305 judul), penelitian dasar (1.297 judul), dan penelitian peningkatan kapasitas riset (4.380 judul).
Hibah riset Rp 623 miliar didistribusikan ke empat kluster perguruan tinggi, yaitu Mandiri (1.267 judul dengan dana Rp 85 miliar), Utama (1.121 judul dengan dana Rp 190 miliar), Madya (426 judul dengan dana Rp 66 miliar), dan Binaan (3.846 judul dengan dana Rp 85 miliar).
Dilihat dari aspek kolaborasi riset dengan mitra, pada 2021, data Kemenristek/BRIN menyebutkan, di perguruan tinggi negeri berbadan hukum terdapat 166 judul penelitian dasar dan 660 judul penelitian terapan. Sementara di perguruan tinggi negeri bukan badan hukum dan swasta, terdapat 147 penelitian dasar, 1.274 penelitian terapan, dan 68 penelitian peningkatan kapasitas riset yang dikerjakan kolaboratif dengan mitra.
Kompas
Sumber : Kemenristek/BRIN
Jangka panjang
Koordinator Program Kedaireka Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Achmad Aditya saat dihubungi terpisah, mengatakan, keberadaan platform Kedaireka bertujuan untuk merintis ekosistem kolaborasi riset. Melalui platform ini, peneliti dari perguruan tinggi dan pelaku industri dipertemukan. Keduanya bisa saling unggah kebutuhan ataupun ide riset/inovasi. Pemerintah membantu dalam bentuk pemberian matching fund.
"Sistem Kedaireka memungkinkan semakin mudahnya kolaborasi. Sebagai ilustrasi, ada sebuah kampus terbiasa mengelola dana riset sebesar Rp 300 juta, lalu sebuah industri menawarkan proyek riset senilai Rp 1 miliar. Kampus bersangkutan pasti akan mencari kampus lain untuk menjadi mitra menggarap tawaran itu," ujar dia.
Saat ini, sebanyak 9.800 orang peneliti dari berbagai latar belakang keilmuan dan perguruan tinggi mendaftar riset/inovasi. Dalam waktu dua bulan, sekitar 100 diantaranya sudah memenuhi (match) dengan pelaku industri.
Kementerian telah sosialisasi masif kepada perguruan tinggi agar saling berkolaborasi, baik dengan sesama maupun organisasi riset dan industri. (Achmad Aditya)
Dampak kebiasaan penelitian kolaboratif yang diharapkan dari adanya Kedaireka tidak akan instan. Sebagai contoh, Healtcare Innovation Hub di Jepang. Platform ini baru dirintis pada 2014 dan tujuh tahun kemudian baru 180 pelaku industri bergabung mau berkolaborasi.
"Selama ini, kementerian telah sosialisasi masif kepada perguruan tinggi agar saling berkolaborasi, baik dengan sesama maupun organisasi riset dan industri. Kami harap, keberadaan Kedaireka bisa mendukung terbentuknya ekosistem kolaborasi, meski itu butuh waktu," imbuh dia.
Kompas
Sumber : Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional
Tiga persoalan
Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia dan Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura, Yanuar Nugroho, berpendapat, permasalahan budaya riset meliputi isu jumlah anggaran, peruntukan, dan pelaku penelitian. Anggaran penelitian di Indonesia dari pemerintah terbatas. Meski demikian, berapapun nominal yang dialokasikan tetapi harus diapresiasi.
Menurut Yanuar, di negara-negara maju terdapat aturan praktis berupa 80 persen topik riset terprogram dan 20 persen topik bluesky research. Untuk konteks Indonesia, topik riset terprogram sesuai PRN dan Rencana Induk Riset Nasional. Kemudian, pemerintah menetapkan pula topik Covid-19 dan vaksin. Dia menilai topik ini lebih ke "ad hoc" daripada prioritas.
"Dengan adanya pandemi seperti sekarang, topik-topik riset yang masuk PRN ataupun Rencana Induk Riset Nasional perlu dilihat kembali apakah sesuai dengan proyeksi kebutuhan masa depan atau belum?" tutur dia.
Kolaborasi mengerjakan riset bertujuan positif, seperti memudahkan dalam mengatasi keterbatasan anggaran dan kapasitas. Apabila kolaborasi penelitian diklaim sudah terjadi, dia memandang, hal itu perlu ditelaah lebih jauh kepada pelaku kolaborasi.
"Apakah sudah terjalin kuat kolaborasi lintas perguruan tinggi atau jangan-jangan kampus yang telah melakukan kemitraan masih terbatas?" kata Yanuar.
Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Lurah Rejowinangun Wulan Purwandari meletakkan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia dalam acara peluncuran rencana perluasan manfaat nyamuk ber-Wolbachia di Kota Yogyakarta di Kantor Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Yogyakarta, Rabu (2/9/2020). World Mosquito Program Yogyakarta terus melakukan penelitian menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki kandungan bakteri Wolbachia di sejumlah lokasi di Yogyakarta. Menurut WMP Yogyakarta, jumlah kasus penyakit demam berdarah dengue telah turun 77 persen di lokasi yang mendapat intervensi wolbachia.
Beda kapasitas
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Gunadarma Hotniar Siringoringo membenarkan bahwa dorongan kolaborasi penelitian juga diserukan oleh Kemendikbud. Salah satunya adalah melalui platform Kedaireka. Hanya saja, kapasitas peneliti dari satu perguruan tinggi dengan lainnya tidak sama. Misalnya, ada institusi perguruan tinggi yang membutuhkan pembinaan peningkatan kapasitas bagi peneliti.
Ketua LPPM Universitas Sembilanbelas November (USN) Kolaka, Sulawesi Tenggara, Wayan Pageyasa menceritakan kondisi yang sama. Pengalaman kampus tempatnya bekerja, misalnya. Status USN menjadi perguruan tinggi baru terjadi pada 2014 sehingga masih berupaya memenuhi kebutuhan tenaga dosen ataupun peneliti yang memadai.
USN pun terlibat mengajukan beberapa kali proposal hibah riset yang menggunakan dana bantuan operasional perguruan tinggi yang dikelola Kemenristek/BRIN. Namun, Wayan menceritakan, peneliti USN seringkali terkendala urusan administrasi laporan yang rumit.