Kibor Digital Aksara Lampung
Di tengah berbagai kendala, inovasi untuk pelestarian aksara Lampung terus dilakukan. Salah satunya dengan pembuatan huruf dan papan ketik digital atau kibor dengan aksara Lampung.
Meizano Ardhi Muhammad (40) memeragakan aksara Lampung yang diketiknya dengan 10 jari di atas kibor komputer. Satu per satu aksara itu muncul dilayar komputer jinjingnya.
”Kita tinggal ketik dan akan muncul apa yang ingin dituliskan,” kata Dosen Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Lampung itu saat menunjukkan cara penggunaan papan ketik aksara Lampung di rumahnya, Jumat (12/2/2021), di Bandar Lampung.
Kelihatannya proses itu mudah. Namun, ia mengingatkan, kata ”mudah” di sini sebenarnya berlaku untuk mereka para pengguna yang fasih aksara Lampung. Jika tidak fasih, kata-kata Lampung yang diketik bisa berantakan karena salah penggunaan.
Pasalnya, aksara Lampung memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan huruf latin. Jika penulisan huruf latin ditulis tunggal, aksara Lampung dapat berupa gabungan huruf.
Satu aksara umumnya membentuk satu suku kata, misalnya huruf ”ka”, ”ga”, dan ”nga”. Namun, ada juga aksara Lampung yang ditulis hanya berupa satu huruf tunggal, yaitu huruf ”a”.
Selain itu, penulisan anak huruf atau tanda bunyi aksara Lampung juga bervariasi. Tanda bunyi ”i”, misalnya, diletakkan di atas huruf induk aksara. Sementara tanda bunyi ”u” diletakkan di bawah huruf induk aksara. Ada juga tanda bunyi ”ai” yang ditulis di samping huruf induk aksara.
Karena itu, pembuatan program aksara Lampung di kibor tidak gampang. Pembuatnya perlu menggelar survei dan penelitian sekitar satu tahun. Pembuatan kibor aksara Lampung ini dilakukan setelah pembuatan peranti lunak font aksara Lampung rampung.
Saat ini, memang semakin sedikit orang yang mahir menulis dan membaca aksara Lampung. Untuk itulah, inovasi kibor digital aksara Lampung itu digagas oleh Meizano bersama beberapa dosen lain dengan tujuan agar aksara Lampung tidak ditinggalkan oleh generasi masa kini.
Awalnya, tim peneliti melacak bentuk 20 huruf induk aksara Lampung yang telah dibakukan sejak 23 Februari 1985. Selain itu juga mengumpulkan bentuk 11 anak huruf atau tanda bunyi aksara Lampung.
Aksara Lampung itu lalu digambar dan dibuat desainnya di komputer. Selain itu, dia juga harus memikirkan peletakan setiap aksara pada tuts kibor agar mempermudah penggunanya.
Contohnya, huruf ”sa” pada aksara Lampung diletakkan pada tuts huruf ”s” pada papan ketik. Hal itu untuk mempermudah pengguna yang biasa menggunakan papan ketik huruf latin.
Kerja keras dan semangat untuk mendigitalisasi aksara Lampung terbayar setelah huruf dankibor aksara Lampung yang mereka ciptakan mendapatkan hak paten. Huruf digital aksara Lampung dipatenkan pada 2017, sementara kibor aksara Lampung dipatenkan pada 2018. Pemegang hak cipta kedua inovasi itu adalah Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Umum Universitas Lampung.
Menurut Meizano, kibor aksara Lampung itu memang belum sempurna. Sampai saat ini, pihaknya baru mencetak 100 unit kibor dan dibagikan ke sejumlah akademisi, sekolah, serta para pemerhati aksara Lampung. Ke depan, dia berencana membuat inovasi baru dengan stiker kibor aksara Lampung agar lebih efisien.
Saat ini, sudah ada sekitar 15.000 kata dalam bahasa Lampung yang dia himpun dalam kamus digital tersebut.
Tak berhenti sampai di situ, Meizano juga terus menyempurnakan inovasi kamus digital aksara Lampung. Saat ini, sudah ada sekitar 15.000 kata dalam bahasa Lampung yang dia himpun dalam kamus digital tersebut.
Selain itu, dia juga sedang mengerjakan pembuatan aplikasi aksara Lampung. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya dapat mengetik aksara Lampung menggunakan gawai. Menurut rencana, aplikasi itu akan diluncurkan tahun ini.
Baca Juga: Manfaatkan Hibah Program Digitalisasi Manuskrip
Riset lain
Inovasi digitalisasi aksara Lampung juga tengah dilakukan Akmal Junaidi, dosen Fakultas MIPA Univesitas Lampung. Saat ini, dia sedang merancang sistem yang memungkinkan pemindaian tulisan latin menjadi tulisan beraksara Lampung atau sebaliknya.
Riset itu diharapkan dapat menghasilkan produk aplikasi pemindai aksara Lampung yang bekerja secara otomatis. Nantinya, pengguna juga dapat mengunduhnya di Playstore pada gawainya masing-masing. Saat ini, riset itu masih pada tahap pengenalan aksara Lampung.
Akmal mengatakan, dia juga sempat ingin mendaftarkan aksara Lampung dalam standar Unicode sebagai upaya digitalisasi aksara secara global. Namun, ternyata sudah ada peneliti dari luar negeri yang lebih dulu mengajukan proposal Unicode untuk aksara Lampung.
Peneliti itu adalah Ashuman Pandey, akademisi dari Universitas Michigan, Amerika Serikat. Hal itu menunjukkan bahwa aksara Lampung menarik minat para peneliti di luar negeri. Untuk itu, para peneliti di Lampung semestinya lebih terdorong untuk bisa melestarikan warisan budaya daerah tersebut.
Kepala Pusat Penelitian Budaya Lampung Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Umum Unila Anna Gustina mengatakan, inovasi yang dilakukan para akademisi itu sejalan dengan semangat kampus untuk memajukan budaya Lampung.
Tahun ini, Unila juga berencana memperkenalkan penggunaan aksara Lampung di sejumlah ruang publik di area kampus. Selain itu, Unila juga akan membangun rumah adat Lampung yang akan menjadi pusat kegiatan terkait pengembangan kebudayaan Lampung.
Sekretaris LPPM Unila Rudy mengatakan, para akademisi juga didorong untuk terus melestarikan budaya daerah lewat berbagai penelitian. Setiap tahun, sedikitnya ada sekitar 350 penelitian yang mendapat pendanaan. Dia berharap sebagian dari riset yang muncul itu mengarah pada upaya pelestarian budaya, termasuk aksara Lampung.
Membantu guru
Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Bahasa Lampung Provinsi Lampung Heriyadi menyambut baik jika semakin banyak akademisi yang mengembangkan penelitian aksara Lampung karena dapat membantu pembelajaran aksara di sekolah. Selama ini, pembelajaran aksara Lampung digital di sekolah masih amat terbatas.
Di SMP Negeri 22 Bandar Lampung tempat dia mengajar, misalnya, pengenalan aksara Lampung digital diberikan kepada siswa kelas IX. Namun, keterbatasan fasilitas masih menjadi kendala.
Dia menuturkan, sekolahnya pernah menggagas kelas digital sebagai percontohan. Di kelas itu, pembelajaran dilakukan berbasis digital, termasuk pelajaran bahasa dan aksara Lampung. Sekolah menyediakan fasilitas laptop untuk siswa.
Namun, selama pandemi Covid-19, kelas digital sulit dilakukan karena tidak semua siswa memiliki laptop di rumahnya. Kondisi itu membuat pembelajaran aksara Lampung secara digital juga tersendat.
Ke depan, inovasi dan upaya digitalisasi aksara Lampung diharapkan bisa terus dikembangkan. Dengan begitu, harapan untuk mendekatkan kembali aksara daerah itu pada generasi masa kini semakin nyata.
Baca Juga: Arman AZ, Menelusuri Jejak Samar Peradaban Lampung