Pemerintah memberikan bantuan subsidi gaji untuk 2.780.149 guru dan tenaga kependidikan yang berada di bawah Kementerian Agama serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagian besar merupakan guru honorer.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama segera mencairkan bantuan subsidi gaji guru dan tenaga kependidikan nonpegawai negeri sipil. Total ada 745.415 guru dan tenaga pendidikan di bawah Kementerian Agama yang masing-masing akan menerima bantuan subsidi gaji sebesar Rp 1,8 juta. Kemenag mendapat alokasi Rp 1,15 triliun untuk bantuan subsidi upah ini.
Dari 745.415 guru dan tenaga kependidikan (GTK) non-PNS di bawah Kemenag tersebut, 637.408 orang di antaranya merupakan guru non-PNS di madrasah dan pendidikan agama Islam di sekolah umum. Sedangkan 108.000 GTK non-PNS lainnya di bawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Katolik, Buddha, serta GTK non-PNS pada Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu.
”Petunjuk teknis pencairan bantuan subsidi gaji ini sudah terbit. Kami upayakan bulan ini dicairkan. Ini akan menjadi kado Hari Guru Nasional, 25 November mendatang,” kata Direktur GTK Madrasah Muhammad Zain kepada Kompas, Selasa (17/11/2020).
Zain mengatakan, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Muhammad Ali Ramdhani sudah menandatangani juknis pencairan bantuan subsidi GTK non-PNS di madrasah dan PAI. Surat keputusan calon penerima bantuan subsidi gaji bagi GTK non-PNS di madrasah dan guru PAI non-PNS pada sekolah umum juga tengah disiapkan.
Zain mengatakan, bantuan subsidi gaji sebesar Rp 1,8 juta tersebut merupakan bantuan untuk tiga bulan yang akan dicairkan sekaligus. Para guru di madrasah dan pendidikan agama Islam di sekolah umum yang mendapatkan bantuan ini berstatus guru honorer.
”Karakter guru-guru madrasah itu lebih dari 80 persen bertugas di madrasah swasta yang gajinya di bawah standar, ada yang gajinya sekitar Rp 300.000 per bulan. Bantuan subsidi gaji ini sangat positif, ini merupakan bentuk bahwa negara hadir untuk guru-guru honorer,” kata Zain.
Bantuan serupa diterima GTK non-PNS di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR pada Senin (16/11/2020), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, ada 2.034.734 GTK non-PNS di bawah Kemendikbud yang akan mendapatkan bantuan ini.
Dari total jumlah sasaran penerima bantuan tersebut, 1.634.832 orang merupakan guru honorer di sekolah negeri dan swasta. Sisanya, 162.277 dosen di perguruan tinggi negeri dan swasta serta 247.623 tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga administrasi umum di sekolah negeri dan swasta.
Persyaratan
Selain berstatus non-PNS, persyaratan lain untuk mendapatkan bantuan subsidi gaji ini di antaranya tidak menerima subsidi bantuan/subsidi upah dari Kementerian Tenaga Kerja dan tidak menerima Kartu Prakerja sampai dengan 1 Oktober 2020. Selain itu juga mereka yang penghasilannya di bawah Rp 5 juta per bulan.
Selain Kemenag dan Kemendikbud, Kementerian Ketenagakerjaan juga menyalurkan bantuan subsidi gaji/upah bagi pekerja dalam upaya penanganan dampak pandemi Covid-19. Data penerima bantuan subsidi gaji/upah ini diambil dari data BPJS Ketenagakerjaan sehingga GTK honorer yang menjadi peserta BPJS Kesehatan pun mendapatkan bantuan subsidi gaji ini.
Di laman bantuan.kemnaker.go.id disebutkan, mekanisme penyaluran bantuan subsidi upah diberikan kepada pekerja/buruh sebesar Rp 600.000 per bulan selama empat bulan atau total Rp 2,4 juta. Bantuan diberikan setiap dua bulan sekali atau sekali pencairan Rp 1,2 juta.
Sri Hariyati, guru honorer di SMPN 1 Kademangan, Blitar, Jawa Timur, termasuk salah satu guru honorer yang mendapatkan subsidi gaji dari Kemnaker. Total ada 445 GTK non-PNS di Blitar yang mendapatkan bantuan ini. Namun, dia dan teman-temannya baru mendapatkan Rp 1,2 juta untuk dua bulan pertama. Dia berharap segera ada pencairan tahap kedua.
”Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah yang memperhatikan guru honorer. Dengan adanya bantuan ini semoga paling tidak ada sedikit membantu guru honorer. Banyak teman di daerah yang medannya sulit perlu tambahan biaya untuk mendatangi siswa (pembelajaran luring), tidak semua mendapat bantuan BOS (dana bantuan operasional sekolah) dari sekolah,” kata Sri Hariyati.