Setelah penetapan sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO 11 tahun lalu, batik semakin dikenal masyarakat. Upaya pelestarian batik tetap berjalan meski pada saat bersamaan muncul tantangan serius pandemi Covid-19.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ruqayah (53) menyelesaikan penjahitan masker kain batik buatan Batik Tradisiku, Bogor, Jawa Barat, Kamis (1/10/2020). Selain melakukan regenerasi para pembatiknya, inovasi produk menjadi salah satu cara tempat pembuatan batik ini untuk bertahan di tengah pandemi, seperti memproduksi masker bermotif batik.
Peringatan Hari Batik Nasional 2020 berlangsung di tengah kelesuan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Namun, ada berkah di baliknya. Pandemi mendorong makin masifnya sosialisasi batik sebagai warisan budaya tak benda melalui platform digital.
Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komarudin Kudiya mengatakan, suplai kain batik menumpuk, tetapi permintaan lesu. Sebagai gambaran, di Cirebon, Jawa Barat, sekitar 50 perajin batik dengan modal di bawah Rp 200 juta mengalami kebangkrutan. Mereka telah memproduksi kain batik selama Januari-Maret 2020, tetapi penjualan lesu sejak April sampai sekarang. Pengepul kain batik juga enggan menerima. Sejumlah pameran wastra atau produk industri kreatif batal digelar.
Kondisi sama terjadi di sentra batik Pekalongan, Jawa Tengah. Beberapa perajin tulis dengan modal kecil gulung tikar. Sementara di DKI Jakarta, Komarudin menyebut sejumlah pedagang batik berskala kecil di salah satu pusat perbelanjaan mengalami penurunan penjualan.
”Di asosiasi, lebih dari 50 persen perajin dan pengusaha berskala kecil. Sementara bagi skala besar, beberapa pelaku memilih untuk mengurangi karyawan. Kami belum punya data empiris, tetapi realitas itulah yang terjadi sekarang saat peringatan Hari Batik Nasional tahun 2020,” ujar Komarudin dalam webinar ”Merayakan Hari Batik Nasional: Memudahkan Akses Informasi Seputar Batik agar Orang Indonesia Dapat Belajar dan Membantu Industri Berkembang”, Kamis (1/10/2020), di Jakarta.
Dia berharap, di tengah pandemi Covid-19, warga, kolektor, dan pencinta tetap bangga mengenakan batik dengan cara mau membeli. Teknologi digital berperan memudahkan transaksi, di samping promosi dan sosialisasi terus-menerus batik sebagai warisan budaya tak benda diakui UNESCO.
Kami juga memanfaatkan webinar itu untuk ajang penggalangan dana.
”Webinar sosialisasi batik berlangsung setiap minggu karena kami sadar masih banyak warga belum paham filosofi. Kami juga memanfaatkan webinar itu untuk ajang penggalangan dana,” imbuh Komarudin.
Ketua Galeri Batik Yayasan Batik Indonesia (YBI) periode 2010-2019 Tumbu Ramelan menyampaikan hal senada. Industri batik sedang mengalami kesulitan karena pandemi Covid-19. Pelaku usaha akar rumput, yakni skala kecil dan menengah, adalah bagian paling terdampak. Ada sejumlah pengusaha batik telah melaporkan penjualan mereka menurun drastis.
Sebelum ada pandemi Covid-19, dia menyebut sudah ada isu pentingnya peningkatan upah bagi perajin batik. Isu ini disikapi YBI dengan mengeluarkan imbauan-imbauan agar pengusaha tidak mengabaikan kesejahteraan.
Menurut Tumbu, konteks persoalan kesejahteraan perajin beragam. Lain daerah sentra batik, lain pula faktor penyebabnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Syahril (kanan) dan Wati (kiri) menyelesaikan pembuatan kain batik di bengkel pengerjaan Batik Tradisiku, Bogor, Jawa Barat, Kamis (1/10/2020). Semangat tetap berkarya diharapkan menjadi semangat dalam memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada Jumat (2/10/2020).
11 tahun
Setelah 11 tahun batik dari Indonesia diakui UNESCO sebagai warisan tak benda, Tumbu mengakui masih ada praktik klaim asal batik dari negara lain. Dia pribadi berpendapat, kejadian itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Kenyataannya, dia menemukan batik di negara-negara lain, seperti Malaysia, Turki, dan China. Hingga sekarang, belum ada penelitian sahih membuktikan asal batik.
”Bukan pada selembar kain batiknya, melainkan narasi di balik batik. Pengakuan dunia (UNESCO) adalah batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia. Hal inilah yang paling penting,” kata Tumbu.
Pencapaian penting selama 11 tahun, lanjut dia, adalah generasi muda mau memakai batik. Pemakaiannya pun tidak terbatas di acara resmi, tetapi saat beraktivitas sehari-hari. Motif batik baru bermunculan agar bisa diterima.
”Sebelum ada pengakuan, cara berpakaian batik terkesan harus mengikuti aturan tertentu,” katanya.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, motif batik kini mudah dijumpai di aneka produk mode. Selain pakaian, motif batik dipakai di tas, perangkat pelindung (casing) gawai, dan sepatu. Ini perlu terus dikembangkan.
Dia memandang, masa pandemi Covid-19 bisa dimanfaatkan perajin dan pengusaha batik untuk berinovasi. Dia mencontohkan motif batik diterapkan untuk interior karena kebanyakan orang kini bekerja dari rumah.
”Industri batik harus bekerja sama dengan subsektor ekonomi kreatif lainnya. Banyaknya motif batik asli Indonesia adalah kekayaan intelektual yang semestinya bisa dimonetisasi,” kata Hilmar.
Dia percaya, sejak pengakuan UNESCO 11 tahun lalu, pasar batik tumbuh pesat. Baju dengan motif batik asal Indonesia dimiliki konsumen-konsumen di negara lain. Kondisi ini harus dilihat sebagai pembuka jalan untuk lebih masif menjelaskan narasi makna di balik motif.
Dukungan teknologi
Kepala Hubungan Publik Asia Tenggara Google Asia Tenggara Ryan Rahardjo menyampaikan, Google Arts and Culture bersama dengan Kemendikbud, Museum Tekstil Jakarta, YBI, dan Kok Bisa mengumumkan tambahan terbaru untuk halaman Batik di platform Google Arts and Culture. Halaman Batik sekarang berisi lebih dari 1.100 tekstil Indonesia dalam resolusi ultra tinggi yang ditangkap dengan Art Camera. Koleksinya meliputi 900 batik dengan tambahan 45 pola batik baru, 200 wastra Indonesia lainnya, 23 cerita digital, serta materi edukasi yang terintegrasi.
Dia menekankan, dengan teknologi Art Camera diharapkan detail mahakarya wastra Indonesia semakin cepat tersampaikan kepada publik. Warga juga memperoleh pengalaman budaya yang menarik.
Materi edukasi dibuat integratif agar siswa bisa belajar hal-hal seputar batik. Misalnya, sejarah, teknik, dan perkembangan produk batik.
Pada saat bersamaan, kata Ryan, Google juga telah melatih bisnis kepada lebih dari 50 perajin ataupun pengusaha batik melalui program lokakarya Gapura Digital. Program ini berisi aneka materi memajukan usaha melalui platform digital.
”Kami mencoba membantu pelaku usaha kecil menengah batik agar terus bertahan dan berkembang di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Tumbu menambahkan, halaman Batik di Google Arts and Culture memudahkan sosialisasi kepada warga di dunia. Masyarakat dari negara lain semakin tahu batik beserta motif khas Indonesia sehingga tidak rentan klaim dari negara lain.