Keberdayaan Perempuan di Indonesia Timur Tak Secantik Pesona Alamnya
Keindahan, kekayaan, dan kecantikan bumi Indonesia Timur belum menggambarkan keberdayaan kaum perempuannya. Sejumlah pekerjaan rumah masih harus dikerjakan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Indonesia bagian timur sangat kaya dengan berbagai sumber daya alam, budaya, dan adat, mulai dari hasil pertanian, perkebunan, peternakan, hingga kerajinannya seperti tenun, anyaman, dan sebagainya. Namun, potensi dan kekayaan tersebut belum diimbangi dengan pemberdayaan perempuan setempat agar berdaya.
Oleh karena itu, perempuan harus diberikan akses dan kesempatan lebih sehingga potensi dan kemampuannya pun berkembang maksimal. Apalagi, hasil dari World Economic Forum (Januari 2020) menyimpulkan bahwa pemberdayaan perempuan adalah kunci dari kenaikan pendapatan suatu bangsa yang akan menentukan kemajuan negara.
”Saya yakin, potensi perempuan Indonesia timur adalah kekuatan bagi pembangunan bangsa, menuju perempuan berdaya, Indonesia maju,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Pembukaan Konferensi Perempuan Timur (KPT) Ke-4 Tahun 2020, Kamis (26/8/2020), yang berlangsung secara virtual.
KPT 2020 yang mengusung tema ”Memetik Buah dari Sinergi Mulitipihak untuk Pembangunan Berkeadilan di Kawasan Timur Indonesia” ini seharusnya berlangsung di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, karena pandemi Covid-19, konferensi yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan, dan Yayasan Bakti (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia) yang didukung didukung Program MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan) berlangsung virtual.
Hadir juga Subandi (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas), Kirsten Bishop (Minister Counsellor for Governance and Human Development, Australian Embassy, Jakarta), Nurdin Abdullah (Gubernur Sulawesi Selatan), dan Yusran Laitupa (Direktur Eksekutif Bakti).
”Saya harap konferensi ini dapat menghasilkan gagasan, pemikiran, dan solusi yang inovatif agar tercipta semangat dan optimisme sehingga semakin banyak pemimpin-pemimpin perempuan yang lahir dari kawasan Indonesia timur,” ujar Bintang.
Ia pun menyebutkan keindahan dari budaya dan adat Indonesia timur merupakan kebanggaan. Ini terbukti dari pakaian daerah yang digunakan Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR-RI dan Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan menggunakan pakaian adat dari NTT.
Terkait situasi dan kondisi perempuan, Bintang menyayangkan karena ketidaksetaraan jender dan berbagai tantangan yang dihadapi perempuang yang masih terjadi hingga kini. Padahal, selain jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia hampir setara, potensi perempuan sebenarnya tidak dapat dipandang sebelah mata. Melongok survei Bank Dunia tahun 2016, lebih dari 50 persen usaha mikro dan kecil dimiliki perempuan.
Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, perempuan masih mengalami ketimpangan jender. Berbagai data menunjukkan kesenjangan jender dari kualitas hidup, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, serta peran aktif dalam pengambilan keputusan.
Bintang menegaskan, pandemi Covid-19 memperburuk ketimpangan jender tersebut sehingga perempuan menjadi semakin rentan (UN Women, 2020). Selain mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan, sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mayoritas perempuan juga dipulangkan dan tidak semua memiliki mata pencarian. Beberapa daerah di Indonesia timur, seperti NTB dan NTT, adalah kantong PMI.
Pandemi ini juga memberikan tantangan lain bagi perempuan, yaitu risiko meningkatnya kekerasan terhadap perempuan. Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), selama 29 Februari-14 Agustus 2020 terdapat 1.988 kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa dengan 2.017 korban. Adapun 62,67 persen korban adalah korban Kekerasan dalam rumah tangga.
Disparitas masih tinggi
Subandi menyatakan, KPT 2020 merupakan momentum penting untuk mengusung isu ketimpangan jender mendiskusikan solusi dan inisiatif bersama yang bisa dilakukan, termasuk membahas kebijakan dan regulasi yang lebih berpihak pada kepentingan perempuan.
”Disparitas capaian pembangunan kesetaraan jender juga relatif tinggi antarwilayah di Indonesia, baik antara wilayah Indonesia bagian barat dengan wilayah Indonesia bagian timur maupun antarprovinsi di dalam wilayah Indonesia timur sendiri,” ujarnya.
Subandi menyebutkan, dari 12 provinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua, tujuh provinsi memiliki Indeks Pembangunan Gender (IPG) di bawah rata-rata nasional dan delapan provinsi memiliki IPG di bawah angka nasional. ”Situasi pandemi Covid-19 yang sudah terjadi dalam setengah tahun terakhir ini semakin memperparah ketimpangan pembangunan yang ada,” paparnya.
Kirsten Bishop menyatakan, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan jender merupakan isu yang sangat penting dalam strategi pembangunan, terutama dalam situasi masa pandemi Covid-19 yang saat ini sedang terjadi. Ini karena kerentanan terhadap perempuan makin meningkat.
”Kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan merupakan prioritas kebijakan luar negeri dan diplomasi ekonomi, dan menjadi bagian dari program kerja sama pembangunan yang kami laksanakan termasuk di Indonesia,” katanya.
Pembangunan nasional
Nurdin menyatakan, kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan telah menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional. Pemerintah daerah telah menjadikan hal tersebut sebagai fokus untuk meningkatkan derajat kehidupan perempuan.
Namun, beberapa masalah pembangunan yang berhubungan dengan perempuan membutuhkan penanganan yang lebih serius, sinergi, dan kerja sama multipihak. ”Di antaranya kekerasan terhadap perempuan, kemiskinan perempuan, dan perkawinanan anak yang sebagian besar mengorbankan anak perempuan, yang seharusnya anak-anak tersebut masih duduk di bangku sekolah,” katanya.
Yusran Laitupa menyatakan, pembangunan berkeadilan jender adalah isu yang sangat penting untuk memastikan semua anak bangsa mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh hak-haknya sebagai warga negara. Keadilan dan kesetaraan jender juga menjadi hal yang strategis di tengah situasi pandemi Covid-19 karena kerentanan perempuan makin meningkat, kekerasan terhadap perempuan masih terus terjadi dan diperburuk dengan sulitnya proses pelaporan dan penanganan.