Banyak siswa yang tak punya telepon genggam dan tak mampu membeli kuota internat sulit mengikuti pembelajaran jarak jauh. Markas Satuan Brimob Polda Maluku di Ambon menyediakan akses internet gratis bagi mereka.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Sebanyak 25 anak sekolah dasar duduk berjejer di bawah tenda sambil menatap layar telepon genggam. Ruang ini memang sengaja disiapkan bagi mereka yang tak punya telepon genggam dan tak mampu membeli paket data internet untuk menunjang kegiatan pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi Covid-19.
Rabu (26/8/2020), satu per satu anak sekolah datang ke tenda yang dibangun di Markas Satuan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Maluku di Ambon. Mereka diarahkan mencuci tangan dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh. Anggota Brimob yang ditugaskan lalu mengarahkan mereka masuk ke tenda dan mengambil tempat duduk yang diatur berjarak sesuai protokol kesehatan.
Bagi siswa yang membawa telepon genggam sendiri, mereka diberi kata sandi (password) untuk masuk ke jaringan internet yang disediakan sementara oleh petugas. Mereka lalu membaca materi pelajaran yang diberikan guru melalui internet sambil mencatat ke buku. Sebagian lagi mengerjakan tugas.
Di tenda itu disediakan papan tulis dan spidol. Sesekali ada anggota Brimob tampil mengisi kelas, menyampaikan wawasan kebangsaan, pengetahuan umum, atau permainan angka-angka untuk sekadar menghibur. Aktivitas di dalam tenda itu ketat dengan protokol kesehatan.
Putri Vanath (10), siswa kelas IV SDN 43, menggunakan telepon genggam seorang petugas. Ia tak punya telepon genggam yang dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran jarak jauh. ”Bapak saya kerja sebagai buruh, jadi tidak bisa beli HP (handphone),” ucapnya.
Untuk menunjang kegiatan belajar selama ini, ia hanya mengandalkan buku pelajaran dan mengikuti pelajaran yang disiarkan Televisi Republik Indonesia. Mencoba menggunakan HP orangtua pun tak ada pulsa data internet. Ia senang diberi kesempatan belajar daring di tempat itu.
Komandan Satuan Brimob Polda Maluku Komisaris Besar M Guntur mengatakan, mereka membuka ruang bagi siswa yang ingin menggunakan jaringan internet di tempat itu sepekan terakhir. Selain Markas Brimob di Ambon, ia juga telah memerintahkan semua markas kompi Brimob di Maluku, yang berjumlah sembilan kompi, agar melakukan hal yang sama.
Tak berhenti di situ. Anggota yang melakukan patroli di kampung-kampung dan mendapati anak-anak kesulitan membeli kuota internet pun diminta membantu. Anggota akan memberikan akses internet dari telepon genggam mereka selama beberapa jam. Pada Senin lalu, seorang anggota membuka akses hotspot di Dusun Oli, Kampung Hitu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
”Tidak ada anggaran dari kesatuan untuk membiayai ini semua. Ini murni dari anggota yang merasa terpanggil setelah melihat banyak anak sekolah kesulitan mengikuti pembelajaran jarak jauh. Ada yang tak punya HP, ada yang punya HP tapi tidak bisa beli pulsa data,” kata Guntur.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas, SMA Negeri 5 Kota Ambon pernah melakukan survei terkait pembelajaran jarak jauh. Hasilnya, 52 persen siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, 46 persen memiliki telepon genggam tetapi kesulitan mendapatkan akses internet, dan 2 persen tidak memiliki telepon genggam.
Bagi anak dari keluarga kurang mampu, pasrah saja karena tidak punya HP dan tidak bisa beli kuota.
Delsi Muskita (34), ibu rumah tangga, menuturkan, biaya untuk membeli kuota internet menjerat ekonomi keluarga. Anaknya yang kini duduk di bangku kelas XI salah satu SMA di Ambon memerlukan kuota internet hingga 55 gigabyte per bulan dengan harga Rp 200.000.
Untuk menyiasatinya, ia bersama keluarga dekat patungan memasang jaringan internet di rumah agar bisa dipakai beberapa anak sekolah. Biaya pemasangan sekitar Rp 400.000 dan pembayaran setiap bulan sekitar Rp 350.000. ”Bagi anak dari keluarga kurang mampu, pasrah saja karena tidak punya HP dan tidak bisa beli kuota,” ujarnya.
Abraham Mariwy, pemerhati masalah pendidikan dari Universitas Pattimura, Ambon, menuturkan, tantangan lain dalam pembelajaran jarak jauh adalah tidak ada sinyal internet di sejumlah wilayah Maluku. Berdasarkan data Statistik Potensi Desa Indonesia tahun 2018, desa di Maluku yang belum terjangkau sinyal telepon seluler dan internet mencapai 58,2 persen dari total 1.231 desa.
Untuk jangka panjang, perlu dibangun jaringan internet di seluruh wilayah. Pemerintah juga mendorong agar semakin banyak operator yang masuk membangun jaringan. Semakin banyak operator, tarif internet bisa bersaing. Selama ini, Maluku didominasi satu operator. ”Karena hanya satu, operator main harga. Ini yang semakin menyengsarakan masyarakat,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 telah memukul ekonomi masyarakat. Beban itu diperberat lagi dengan tarif internet yang mahal untuk menunjang pembelajaran jarak jauh. Inisiatif anggota Brimob, meski terbatas dan baru dimulai, perlu diapresiasi. ”Dankebanya (terima kasih banyak), Om Brimob.” Begitulah ucapan dari anak-anak atas akses internet gratis yang mereka dapatkan.