Sekolah-sekolah tidak dapat serta-merta menggelar pembelajaran tatap muka sekalipun berada di zona hijau atau kuning. Persetujuan dari orangtua dan pemerintah daerah menjadi syarat mutlak.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah-sekolah tidak dapat serta-merta menggelar pembelajaran tatap muka sekalipun berada di zona hijau atau kuning pandemi Covid-19. Persetujuan dari orangtua dan pemerintah daerah menjadi syarat mutlak.
Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam siaran pers Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Jakarta, Sabtu (8/8/2020) atau sehari setelah terbitnya revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yang menuai kritik berbagai pihak.
Revisi SKB yang dimaksud adalah tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama.
Dalam SKB lama, hanya sekolah yang berada di zona hijau yang diizinkan menyelenggarakan belajar-mengajar tatap muka. Melalui revisi SKB, pemerintah mengizinkan belajar-mengajar tatap muka di zona kuning.
Mengutip siaran pers yang sama, data terbaru peta risiko Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menunjukkan, 94 kabupaten dan kota berada di zona hijau dan 182 kabupaten dan kota berada di zona kuning. Ini berarti, 53,67 persen sekolah akan berlangsung tatap muka.
”Walaupun berada di zona hijau dan kuning, satuan pendidikan tidak dapat melakukan pembelajaran tatap muka tanpa adanya persetujuan dari pemerintah daerah/dinas pendidikan dan kebudayaan, kepala sekolah, dan adanya persetujuan orangtua/wali siswa yang tergabung dalam komite sekolah,” kata Nadiem.
Bahkan ketika sekolah sudah melakukan pembelajaran tatap muka, seorang siswa bisa tetap belajar dari rumah jika orangtuanya tidak setuju. ”Jika orangtua atau wali siswa tidak setuju, peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa,” kata Nadiem.
Pembelajaran tatap muka, Nadiem melanjutkan, akan dilakukan secara bertahap dengan syarat kapasitas 30-50 persen dari standar peserta didik per kelas. Untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dari standar awal per kelas sebanyak 28-36 murid menjadi 18 murid. Untuk Sekolah Luar Biasa, dari awalnya 5-8 murid menjadi 5 murid per kelas. Untuk PAUD, dari standar awal 15 murid menjadi 5 murid per kelas.
Masih mengutip siaran pers Komite Penanganan Covid-19, pengurangan juga akan diterapkan terhadap jumlah hari dan jam belajar. Sistemnya menggunakan model bergiliran yang ditentukan oleh setiap satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Namun, jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan.
”Implementasi dan evaluasi pembelajaran tatap muka adalah tanggung jawab pemerintah daerah yang didukung oleh pemerintah pusat. Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota, bersama dengan Kepala Satuan Pendidikan wajib berkoordinasi terus dengan satuan tugas percepatan penanganan Covid-19 guna memantau tingkat risiko Covid-19 di daerah,” kata Nadiem.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti menyayangkan keputusan pemerintah merevisi SKB empat menteri yang mengizinkan pembelajaran tatap muka di zona kuning Covid-19. Alasannya, hal itu berisiko bagi anak-anak. Hak sehat bagi anak lebih utama saat pandemi.
Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan menyatakan, menilai risiko penularan Covid-19 di Indonesia dengan memakai zonasi tak efektif. Meski suatu wilayah di zona hijau, itu tak bisa membuktikan wilayah itu aman karena pemeriksaan minim. ”Jangan sampai anak kita dikorbankan,” katanya.
Sementara itu, menanggapi banyaknya satuan pendidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang sangat kesulitan untuk melaksanakan pembelajaran jarak jauh dikarenakan minimnya akses, Nadiem mengatakan bahwa hal ini dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
”Saat ini, 88 persen dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Dengan adanya penyesuaian SKB ini, satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang sangat ketat,” kata Nadiem.