Orangtua Inginkan Perbaikan Belajar Jarak Jauh ketimbang Tatap Muka
Berada di zona hijau dan kuning tidak serta-merta membuat orangtua setuju pembelajaran tatap muka. Justru mereka ingin ada perbaikan pembelajaran jarak jauh karena pandemi jauh dari terkendali.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orangtua waswas anaknya terpapar Covid-19 saat pembelajaran tatap muka. Mereka justru mendorong perbaikan pembelajaran jarak jauh sebagai solusi terbaik saat ini.
Pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka di zona hijau dan kuning Covid-19. Keputusan itu mempertimbangkan potensi efek negatif pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan. Misalnya, ancaman putus sekolah, risiko penurunan capaian belajar, peningkatan kekerasan yang tidak terdeteksi, dan efek psikologis.
Maria Puspitasari (32) tidak setuju pembelajaran tatap muka karena tetap ada risiko penularan di daerah zona hijau dan kuning. Penularan bisa saja dari orang tanpa gejala ataupun mobilitas warga yang sudah tak terbatas.
Kekhawatiran semakin kuat lantaran putranya, Arthur (8), merupakan siswa di sekolah swasta. ”Sekolah swasta, kan, tidak pakai zonasi. Muridnya bisa dari mana saja,” ujarnya, Sabtu (8/8/2020).
Menurut dia, guru sekolah dasar tempat anaknya menempuh pendidikan di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, belum setuju pembelajaran tatap muka. Dinas pendidikan kepemudaan dan olahraga setempat belum mengeluarkan keputusan pembelajaran tatap muka.
Data Gugus Tugas Covid-19 Nusa Tenggara Timur, Jumat (7/8/2020), menunjukkan, saat ini di Manggarai Barat ada 17 kasus konfirmasi positif Covid-19, sebanyak 216 orang tanpa gejala, dan 3 orang dalam pemantauan. Secara keseluruhan, di Nusa Tenggara Timur saat ini ada 21 kasus konfirmasi positif, 344 orang tanpa gejala, 40 orang dalam pemantauan, dan 3 pasien dalam pengawasan.
Sejauh ini tidak ada kendala berarti dalam pembelajaran jarak jauh anaknya. Guru mengirim materi pelajaran melalui video, pesan suara, kunjungan ke rumah secara berkala, dan memberikan tugas mingguan.
Rini Ayu (35) sangsi pembelajaran tatap muka selama protokol kesehatan masih seperti yang terjadi saat ini di ruang-ruang publik. Protokol kesehatan tidak berjalan dengan baik, termasuk minim pengawasan.
Bahkan, guru sekolah dasar tempat anaknya mengenyam pendidikan di Depok, Jawa Barat, membatalkan rencana belajar tatap muka pada Juli. Pembelajaran tatap muka dengan sistem sif batal karena masih daerah zona merah. ”Semoga pandemi segera berakhir karena repot menyelesaikan pekerjaan sambil bantu anak-anak belajar dan kerjakan tugas,” kata Rini. Harapannya, ada sistem daring yang lebih memudahkan interaksi antara siswa dan guru.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media Pengumuman Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19, Jumat, 7 Agustus, menyebutkan, pembelajaran jarak jauh diperbolehkan, tetapi tidak diwajibkan.
Kelas tatap muka di sekolah tidak akan buka dan lanjut pembelajaran jarak jauh apabila kepala/komite sekolah dan orangtua tidak siap. Ketentuan itu berlaku meskipun kepala daerah dan dinas pendidikan/kantor wilayah Kementerian Agama di zona kuning Covid-19 telah memberikan izin.
Tahapan pembelajaran tatap muka satuan pendidikan di zona hijau dan zona kuning Covid-19, sesuai revisi SKB empat menteri, dilakukan secara bersamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda untuk kelompok umur pada dua jenjang tersebut. Sementara itu, jenjang pendidikan anak usia dini dapat memulai pembelajaran tatap muka paling cepat dua bulan setelah jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Untuk madrasah dan sekolah berasrama di zona hijau dan kuning Covid-19, pembukaan kembali sekolah dilakukan secara bertahap. Sebagai gambaran, kapasitas asrama kurang dari 100 siswa, maka masa transisi bulan pertama asrama hanya boleh diisi 50 persen siswa dan bulan kedua baru 100 persen.
Pembelajaran tatap muka di sekolah selama pandemi Covid-19 wajib melakukan pengisian daftar periksa kesiapan, mulai dari ketersediaan sarana sanitasi, kebersihan, fasilitas layanan kesehatan, area wajib masker, alat pengukur suhu tubuh tembak, pemetaan warga satuan pendidikan, sampai membuat kesepakatan dengan komite satuan pendidikan.