Penggunaan terminologi pembelajaran jarak jauh membuat para pemangku kebijakan terjebak pada pembelajaran yang berbasis teknologi dengan menggunakan medium internet. Mitigasi pembelajaran di masa pandemi terabaikan.
Oleh
Yovita Arika
·5 menit baca
Sejumlah daerah bersiap membuka kembali sekolah yang ditutup sejak pertengahan Maret 2020 untuk mencegah penyebaran Covid-19. Alasannya mulai dari menyesuaikan dengan tahap normal baru hingga meredakan beban psikologis anak yang berpangkal pada pembelajaran jarak jauh yang tidak efektif.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan sejak pertengahan Maret 2020 karena sekolah ditutup untuk mencegah penyebaran Covid-19 memang masih jauh dari efektif, baik yang daring maupun luring. Bahkan di negara yang paling siap untuk pembelajaran daring sekalipun, seperti Korea Selatan, sekolah virtual kurang bagus dibandingkan dengan sekolah tatap muka.
Teknologi tidak akan bisa menggantikan pembelajaran tatap muka di sekolah, terutama untuk pendidikan dasar dan menengah. Karena itu, semakin lama sekolah ditutup, akan menyebabkan kualitas pendidikan menurun, bahkan terjadi potential loss (hilangnya pembelajaran yang telah dihasilkan) pada anak-anak yang terkendala dalam pembelajaran jarak jauh.
Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, diperkirakan anak usia delapan tahun yang pembelajarannya terhenti sama sekali karena pandemi ini dapat kehilangan hampir satu tahun pelajaran matematikanya ketika kembali ke sekolah nanti. Mereka gagal mempelajari materi baru dan melupakan banyak hal yang sudah mereka ketahui (The Economist, 30/4/2020).
Kajian ekonom utama Bank Dunia, João Pedro Azevedo yang dipublikasi pada 18 Juni 2020 pun menunjukkan demikian. Dengan menggunakan studi kohort, dia membuat simulasi dampak penutupan sekolah selama 3 bulan, 5 bulan, dan 7 bulan yang menghasilkan skenario, menengah, dan pesimistis.
Dalam skenario menengah, pandemi ini dapat mengakibatkan hilangnya pendidikan sekolah selama 0,6 tahun yang terkait kualitas. Pandemi ini juga menurunkan efektifitas tahun sekolah dasar yang dicapai anak-anak dari 7,9 tahun menjadi 7,3 tahun. Penutupan sekolah dapat menyebabkan penurunan nilai ujian rata-rata hingga 25 persen.
Strategi mitigasi
Namun kondisi tersebut bukan menjadi alasan untuk membuka sekolah, apalagi di tengah kondisi kasus Covid-19 yang masih tinggi. Simulasi tersebut menjadi acuan untuk membuat strategi mitigasi pendidikan di masa pandemi. Ini termasuk strategi pembelajaran jarak jauh yang efektif untuk menjaga keberlanjutan pendidikan selama sekolah ditutup.
Yang harus diprioritaskan itu keselamatan dan kesehatan anak. Tertinggal tidak masalah yang penting sehat dan selamat (Anggi Afriansyah)
“Yang harus diprioritaskan itu keselamatan dan kesehatan anak (siswa). Tertinggal tidak masalah yang penting sehat dan selamat,” kata peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anggi Afriansyah, Kamis (6/8/2020), di Jakarta.
Karena itu untuk meminimalisir dampak buruk penutupan sekolah, dengan cara mengoptimalkan pembelajaran. Namun, kata Anggi, penggunaan terminologi PJJ selama ini membuat para pemangku kebijakan maupun masyarakat terjebak pada pembelajaran yang berbasis teknologi dengan menggunakan medium internet.
Begitu sekolah ditutup, solusi yang ditawarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun untuk pembelajaran daring. Ini mulai dari menyediakan akses laman pembelajaran daring hingga relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah untuk subsidi kuota internet bagi siswa dan guru.
Memang kemudian, atas permintaan Komisi X DPR, ada program belajar di rumah melalui TVRI. Program serupa juga dilakukan RRI. Namun itu belum menjawab permasalahan yang dialami para siswa yang terkendala akses teknologi dan internet.
“Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 sebetulnya sudah menggunakan istilah belajar dari rumah, tetapi, di poin pertama belajar dari rumah melalui pembelajaran daring atau PJJ. Ini membuat hampir seluruh sekolah terfokus menyiapkan PJJ yang menggunakan medium internet, dan akhirnya menyebabkan tertinggalnya kelompok masyarakat yang miskin,” kata Anggi.
Sudah hampir lima bulan penutupan sekolah, fokusnya masih PJJ daring, bukan belajar di rumah. Jika fokus pada belajar di rumah, maka perhatiannya pada upaya mengoptimalkan pembelajaran selama siswa belajar di rumah, bagaimana melihat kapasitas orangtua, membuat strategi baru agar pembelajaran dapat berlangsung.
Belajar di rumah
Ketika fokus pada belajar di rumah, maka pembelajaran daring hanya salah satu cara ketika siswa dapat mengakses teknologi dan internet. Tidak ada cara atau metode tunggal untuk belajar di rumah karena kondisi siswa dan juga daerah tempat tinggal siswa berbeda-beda.
Memang kemudian muncul banyak praktik baik dari guru dan juga sekolah yang mengupayakan berbagai cara agar siswa tidak tertinggal, termasuk dengan metode guru kunjung. Ini seperti yang dilakukan Avan Fathurrahman, guru SDN Batuputih Laok 3, Sumenep di Pulau Madura, Jawa Timur.
Sejak penutupan sekolah pertengahan Maret 2020, Avan menerapkan pembelajaran tatap muka dengan mendatangi para muridnya di rumah mereka masing-masing. Hampir semua muridnya tidak memiliki gawai, apalagi mengakses internet. Sesuai kondisi dan kebutuhan murid-muridnya, dia mengutamakan pendidikan literasi.
Inisiatif juga muncul dari masyarakat di sejumlah daerah yang menyediakan akses internet gratis bagi anak-anak agar dapat mengikuti pembelajaran daring tanpa terbebani kuota internet. Praktik baik ini bisa direplikasi pemerintah desa/kelurahan yang wilayahnya ada akses internet untuk menyediakan akses internet gratis bagi anak-anak.
Untuk daerah tak terakses internet bisa memanfaatkan balai desa untuk belajar bersama, memudahkan guru kunjung memberikan pembelajaran kepada muridnya. “Kekuatan komunal menjadi sangat penting. Apalagi untuk wilayah pedesaan, ketika mobilitas dari luar daerah bisa ditutup, kasus Covid-19 juga tidak banyak, siswa bisa berkumpul (belajar) di balai desa,” kata Anggi.
Banyak yang bisa dilakukan untuk mengoptimalkan belajar di rumah. Karena peran orangtua sangat penting selama anak belajar di rumah, pemerintah juga bisa memberi ruang bagi orangtua untuk bisa bertanya, menyampaikan permasalahan selama mendampingi anaknya belajar di rumah.
Pembukaan sekolah bukan jalan keluar untuk mengatasi kendala pembelajaran pada masa pandemi ini. Pemerintah harus menerapkan tindakan yang tepat untuk memastikan pembukaan kembali sekolah yang aman sesuai dengan respons kesehatan Covid-19.