Guru kunjung memainkan peranan sangat penting untuk menjaga keberlanjutan pendidikan anak-anak yang tidak bisa mengakses teknologi untuk pembelajaran daring. Mereka perlu didukung dan dioptimalkan.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran jarak jauh secara luring atau di luar jaringan melalui guru kunjung telah menjadi jalan keluar ketika siswa tidak punya akses ke teknologi digital maupun internet. Inisiatif dan praktik ini perlu didukung dan dioptimalkan melalui pendampingan dan pelatihan kepada guru kunjung.
Survei Kesiapan Sekolah Dasar Menghadapi Covid-19 yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 3-8 April 2020 menunjukkan, sebanyak 63,4 persen sekolah menyelenggarakan pembelajaran daring, sedangkan 30,6 persen sekolah mengadakan pembelajaran luring.
Survei Wahana Visi Indonesia (WVI) terhadap 943 anak di sembilan provinsi pada 12-18 Mei 2020 pun menyebutkan, hanya 32 persen anak yang mengikuti pembelajaran daring, 36 persen anak mengikuti pembelajaran luring. Sisanya, 32 persen, tidak mendapatkan program belajar daring maupun luring.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifuddin, praktik baik guru kunjung merupakan satu bentuk inovasi untuk mengatasi kendala akses teknologi digital dan internet dalam pembelajaran jarak jauh. Hendaknya, guru kunjung ini menjadi program terstruktur di Kemendikbud.
”Ini (guru kunjung) seharusnya bisa direplikasi kementerian (Kemendikbud) dengan satu pedoman yang jelas,” kata Hetifah dalam webinar bertema Pendidikan dalam ”New Normal” yang diselenggarakan Yayasan Kitong Bisa pada Selasa (21/7/2020) malam.
Hetifah mengatakan, masih banyak yang harus dibenahi dalam pembelajaran jarak jauh. Selain kendala akses ke teknologi digital dan internet, juga terkait program belajar di rumah (BDR) melalui TVRI. Konten pembelajaran dalam program BRD yang ditujukan bagi siswa yang tidak bisa mengikuti pembelajaran daring ini belum sesuai dengan kurikulum.
Sementara itu, Juli Adrian, CEO PT Provisi Education, mengatakan, berdasarkan pengalaman timnya mendampingi guru kunjung, banyak guru yang tidak tahu metode pembelajaran luring yang tepat. Umumnya mereka sekadar meminta siswa mengerjakan tugas sesuai mata pelajaran.
”Ini kesempatan untuk membantu mereka membuat modul pembelajaran, membuat lembar kerja atau rencana pembelajaran agar guru juga bisa membantu orangtua siswa. Orangtua juga perlu dibantu bagaimana mendampingi anak selama anak belajar di rumah,” kata Juli.
Pandemi ini bisa menjadi kesempatan untuk melaksanakan praktik pendidikan yang baik, pembelajaran kontekstual, berpusat pada siswa, serta kerja sama guru dan orangtua untuk mendidik anak. Dengan waktu belajar yang berkurang, Juli mengusulkan pembelajaran berfokus pada peningkatan literasi dan numerasi.
Orangtua juga perlu dibantu bagaimana mendampingi anak selama anak belajar di rumah.
”Fokus pada literasi dan numerasi penting karena pasti akan sulit mengejar target pencapaian kurikulum. Terkait literasi, kami telah memberi pelatihan kepada 2.600 guru dan sampai Desember nanti target kami 10.000 guru. Untuk numerasi, kami sedang mencari modul yang cocok,” ujarnya.
Guru dan orangtua
Doserba Tua Sinay, CEO dan Direktur Nasional Wahana Visi Indonesia, memaparkan, kapasitas guru dan juga orangtua perlu ditingkatkan agar pembelajaran jarak jauh bisa lebih efektif. Guru tidak hanya membutuhkan pelatihan untuk meningkatkan metode pembelajaran, tetapi juga perlu pembekalan psikososial untuk menghadapi kondisi siswa di masa pandemi ini.
”Perlu (juga) pelatihan orangtua untuk mendukung proses belajar di rumah, terutama terkait kesiapan fisik dan mental anak,” kata dia. Tantangan utama siswa dalam pembelajaran jarak jauh, kata Doserba, sulit menyesuaikan pengaturan waktu belajar serta memahami pelajaran dan instruksi guru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan, pandemi ini memberi tantangan guru untuk terus belajar. Dia mengapresiasi para guru yang selama pandemi ini berjejaring dengan komunitas untuk belajar.
”Adopsi teknologi luar biasa. Selama ini kecemasan (pada teknologi) yang sangat besar menciptakan mental block untuk menggunakan teknologi. Sekarang, kecemasan itu menurun. Kami melihat antusiasme luar biasa. Laman Guru Berbagi hingga minggu lalu sudah 13 juta lebih akses, 1,5 juta pengguna, dan 4,5 juta pengunduh materi untuk pembelajaran daring ataupun luring,” katanya.
Hetifah berharap, pembelajaran jarak jauh bisa ditingkatkan lagi. Selain perlu terobosan kebijakan, menurut Hetifah, Kemendikbud harus merelokasi dan memfokuskan kembali anggaran untuk kepentingan pembelajaran jarak jauh. ”Banyak kebutuhan, misalnya, bagi anak-anak yang sekarang terancam putus sekolah akibat pandemi Covid-19 ini,” tuturnya.
Berdasarkan temuan Panitia Kerja Pembelajaran Jarak Jauh Komisi X DPR, kata Hetifah, Kemendikbud tidak menggunakan kesempatan merealokasi anggaran sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 untuk fokus pada penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi ini.
”Sayangnya dana Rp 5 triliun (hasil penghematan anggaran pendidikan) yang kami sumbangkan (ke pemerintah) untuk penanganan Covid-19 juga tidak ada yang kembali langsung ke pendidikan,” katanya.