Pendidikan Anak Usia Dini Berpotensi Kekurangan Siswa Baru
Kekurangan siswa di jenjang pendidikan anak usia dini berpotensi terjadi. Pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap keuangan keluarga dan pembelajaran jarak jauh diduga kuat memicu orang tua enggan mendaftarkan anaknya.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan
Murid-murid pendidikan anak usia dini (PAUD) \'Pelopor Desa\' mengikuti kegiatan belajar di ruang kelas semi permanen di Kampung Cigabel, Cibeuteung Muara, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/2/2020).
JAKARTA, KOMPAS—Kekurangan siswa baru di jenjang pendidikan anak usia dini berpotensi terjadi. Hal ini disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang berdampak ke keuangan keluarga. Pemerintah dan jaringan guru bergerilya agar bisa menekan potensi kekurangan siswa baru.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad mengatakan, pihaknya terus mendorong agar jaringan guru pendidikan anak usia dini mengajak orang tua tetap menyekolahkan anaknya. Pandemi Covid-19 tidak boleh membatasi hak anak atas layanan pendidikan.
"Kita harus menggerakkan masyarakat mendaftarkan anaknya bersekolah pendidikan anak usia dunia, meskipun belajar dari rumah tetap berjalan pada tahun ajaran baru 2020/2021," ujar dia saat menghadiri acara daring pengurus wilayah Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Provinsi Kalimantan Selatan, Jumat (10/7/2020), di Jakarta.
Menurut Hamid, lembaga PAUD bisa mulai dengan mendata anak-anak di lingkungan sekitar, seperti radius satu kilometer. Data itu dipakai sebagai acuan pendaftaran siswa baru PAUD.
Apabila orang tua keberatan biaya, lembaga PAUD harus memahami. Lembaga PAUD dapat mengoptimalkan dana bantuan operasional untuk membantu meringankan beban biaya. Dia optimis, ketika sekolah kembali dibuka, partisipasi orang tua akan naik.
Tahun 2015, pemerintah Indonesia sudah ada komitmen bersama Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) agar semua anak wajib mengikuti PAUD minimal satu tahun sebelum masuk sekolah dasar pada tahun 2030. Komitmen ini akan berlaku mulai tahun depan.
Intinya sekarang jangan sampai ada anak tidak mendapatkan hak atas pendidikan
"Intinya sekarang jangan sampai ada anak tidak mendapatkan hak atas pendidikan," imbuh Hamid.
Kompas/Hendra A Setyawan
Murid-murid pendidikan anak usia dini (PAUD) \'Pelopor Desa\' mengikuti kegiatan belajar di ruang kelas semi permanen di Kampung Cigabel, Cibeuteung Muara, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/2/2020).
Gerakan mendaftarkan anak
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan Yusuf Effendi, menyampaikan, pihaknya sampai membuat gerakan keluarga mendaftarkan anak ke PAUD. Gerakan ini dipicu oleh kabar sejumlah orang tua yang enggan menyekolahkan anaknya yang sudah masuk usia PAUD.
"Masih banyak anggapan sekolah PAUD tutup berarti pembelajaran tidak ada. Kami harap semua dinas pendidikan kabupaten/kota ikut menyampaikan gerakan keluarga mendaftarkan anak ke lembaga PAUD," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Pusat HIMPAUDI Netti Herawati membenarkan kabar itu. Di beberapa daerah, pengurus wilayah HIMPAUDI melaporkan bahwa kuota pendaftaran siswa baru belum terpenuhi.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Taman Kanak - Kanak Indonesia Persatuan Guru Republik Indonesia, Farida Yusuf, menyampaikan, untuk jenjang Taman Kanak - Kanak, sejumlah satuan pendidikan swasta mengalami kekurangan siswa baru. Kondisi itu bisa dimaklumi karena pandemi Covid-19 berdampak ke keuangan keluarga. Akibatnya, orang tua memilih tidak menyekolahkan anaknya.