Pimpin Upacara Hardiknas secara Virtual, Mendikbud Nadiem: Pendidikan Itu Kerja Kolaborasi
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengajak dunia pendidikan mengambil hikmah pandemi Covid-19 dan tak melulu melihatnya sebagai krisis. Salah satu hikmah adalah belajar bisa dilakukan di mana saja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membawa pelajaran penting untuk dunia pendidikan Indonesia. Guru menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh dengan metode dalam jaringan untuk pertama kalinya. Dengan metode ini, pendidik akhirnya menyadari, pembelajaran bisa dilakukan di mana saja.
”Selain itu, bagi orangtua, pandemi Covid-19 menyadarkan mereka betapa sulitnya tugas guru dan mengajar anak secara efektif. Orangtua pun menjadi punya empati kepada guru yang barangkali sebelumnya belum muncul sikap itu,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim saat menyampaikan pidato upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2020, Sabtu (2/5/2020), di Jakarta.
Nadiem menjadi pembina upacara di kediamannya dengan menggunakan konferensi video. Upacara peringatan Hardiknas di Kemendikbud diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan. Peserta upacara memakai seragam Korpri pegawai negeri sipil dilengkapi dengan sarung tangan dan masker. Mereka berdiri berjarak satu sama lain. Pemimpin upacara, pasukan pengibar bendera Merah Putih, dan pembaca naskah kebangsaan pun memakai masker dan sarung tangan.
Ketika berbicara, pemimpin upacara membuka masker. Setelah selesai, pemimpin upacara kembali mengenakan masker.
Dalam sambutannya secara virtual, Nadiem mengakui, pandemi Covid-19 menimbulkan krisis yang menjadi tantangan bagi semua negara di dunia. Namun, di balik krisis terdapat hikmah dan pembelajaran yang bisa diterapkan sekarang dan seusai pandemi.
Di dunia pendidikan, lebih jauh pandemi Covid-19 menyadarkan orangtua, siswa, dan guru bahwa pendidikan bukanlah sesuatu yang hanya bisa dilakukan di sekolah. Pendidikan yang efektif memerlukan kolaborasi aktif di antara ketiganya. ”Dari sisi kita sebagai masyarakat, kita pun belajar pentingnya kesehatan, kebersihan, dan norma-norma kemanusiaan,” ujarnya.
Nadiem mengajak masyarakat menyadari bahwa belajar tidak selalu mudah. Pandemi Covid-19 harus dilalui. Inovasi dan eksperimen harus tetap berjalan. Begitu pula, masyarakat harus mendengarkan hati nurani.
Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung, Cecep Darmawan, saat dihubungi terpisah, mengatakan, selama ini orangtua memaknai mengajar sebatas transfer informasi pengetahuan dari guru kepada siswa. Pandangan ini terlalu sempit. Mengajar sejatinya merupakan proses tranformasi informasi instruksional dengan menata lingkungan belajarnya agar siswa terbangun kesadaran pedagoginya dan memperoleh konsepsi baru.
”Belajar semestinya dimaknai lebih luas, yakni sebagai proses perubahan aspek kognisi, afeksi, dan psikomotor,” katanya.
Cecep memandang, di lapangan, pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) tetap memerlukan evaluasi, seperti kompetensi guru dan dampak psikologis. Apalagi, PJJ berlangsung panjang.
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, Anita Lie, saat dihubungi, menilai, Kurikulum 2013 belum menyiapkan guru dan siswa untuk PJJ. PJJ mengandung dua aspek utama, yakni media dan substansi.
Dari sisi pendidik, PJJ menuntut guru menguasai keterampilan pedagogi dan teknologi. Keterampilan pedagogi mencakup, antara lain, mengelola kelas, memahami psikologi, dan menyusun penilaian yang tepat untuk anak.
”Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebenarnya sudah mengarahkan seperti itu, tetapi belum terimplementasi secara optimal. Ketika mau tidak mau harus PJJ, banyak guru gagap,” ujarnya.