Ujian Nasional bukan Penentu, Utamakan Keamanan Siswa dan Keluarga
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nadiem Makarim membatalkan ujian nasional dinilai tepat di masa darurat pandemi Covid-19. Keselamatan siswa-siswi harus diutamakan.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Melalui Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), pemerintah resmi membatalkan pelaksanaan ujian nasional. Di tengah persebaran penyakit Covid-19, hal terpenting adalah keamanan dan kesehatan siswa bersama keluarganya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, melalui konferensi video, Selasa (24/3/2020), sekitar pukul 12.30, di Jakarta, menyampaikan, pihaknya telah mempertimbangkan keputusan itu bersama Presiden Joko Widodo.
"Ujian nasional (UN) pada tahun 2020 juga sudah tidak lagi jadi penentu kelulusan dan syarat masuk ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Dengan demikian, jika pelaksanaan UN terus dijalankan pun tidak mendatangkan untung," kata dia.
Sebelumnya, jadwal pelaksanaan UN SMK/madrasah aliyah kejuruan adalah 16-19 Maret 2020. UN SMA/madrasah aliyah sederajat 30 Maret-2 April 2020. Sinkronisasi data UN pendidikan kesetaraan program paket C 2-3 April 2020, sementara pelaksanaan ujian 4-7 April 2020.
Untuk UN SMP/madrasah tsanawiyah, pelaksanaan sinkronisasi data 16-17 April 2020 dan ujian 20-23 April 2020. Terkait UN pendidikan kesetaraan program paket B, sinkronisasi data digelar 30 April-1 Mei 2020 dan ujian 2-4 Mei 2020.
Di tengah persebaran penyakit Covid-19, hal terpenting adalah keamanan dan kesehatan siswa bersama keluarganya.
Per 9 Maret 2020, total siswa peserta UN mencapai 8,3 juta dan satuan pendidikan sebanyak 105.000 sekolah.
"Saya mengapresiasi provinsi-provinsi yang tetap melaksanakan UN SMK/madrasah aliyah kejuruan pekan lalu. Saya paham apabila ada teman-teman yang sudah ikut UN itu, lalu kini kecewa karena pemerintah memutuskan membatalkan UN. (Namun) Data persebaran penyakit Covid-19 keluar harian dan situasinya kini darurat," ujar dia.
Nadiem menjelaskan, pada tahun 2020, UN sebenarnya hanya dipakai untuk memetakan oleh pemerintah. Kemudian, tahun 2021 secara penuh berlaku asesmen kompetensi minimum. Ini adalah penilaian kompetensi minimal untuk memetakan sekolah dan daerah berdasarkan kompetensi minimum. Rujukannya adalah Programme for International Student Assessment (PISA) yang berlaku di banyak negara. Hasil PISA tahun sebelumnya dapat dipakai pemerintah menggambarkan kondisi.
Ujian sekolah yang pada tahun 2020 masih menjadi penentu kelulusan siswa masih diperbolehkan digelar. Namun, Kemdikbud melarang pelaksanaannya berlangsung tatap muka di kelas, kecuali yang telah dilakukan sebelum terbitnya Surat Edaran Mendikbud No 4/2020. Sekali lagi, alasannya adalah keselamatan dan kesehatan siswa di tengah maraknya penyebaran penyakit Covid-19. Sebagai gantinya, pihak sekolah bisa menyelenggarakan ujian sekolah secara daring.
Opsi lainnya yaitu ujian sekolah dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya, penugasan, atau bentuk penilaian jarak jauh lainnya. Sekolah yang telah melaksanakan ujian sekolah dapat menggunakan nilai ujian sekolah untuk menentukan kelulusan siswa.
Sementara bagi sekolah yang belum menyelenggarakan ujian sekolah, Surat Edaran Mendikbud No 4/2020 menyebutkan, kelulusan jenjang SD sampai SMA dapat memakai nilai lima semester terakhir. Nilai semester genap pada tingkat kelas akhir, yakni kelas 6, 9, dan 12, dijadikan sebagai tambahan.
Sementara kelulusan SMK ditentukan dari nilai rapor, praktik kerja lapangan, portofolio, dan nilai praktik selama lima semester terakhir. Nilai semester genap tahun terakhir dapat dipakai sebagai tambahan.
Terkait penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemdikbud mendorong dinas pendidikan dan sekolah menyiapkan mekanisme PPDB dengan mengikuti protokol kesehatan tentang pencegahan penyebaran penyakit Covid-19, seperti mencegah berkumpulnya siswa dan orang tua secara fisik di sekolah. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud akan memberikan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB daring.
PPDB pada jalur prestasi menggunakan persyaratan akumulasi nilai rapor ditentukan berdasarkan nilai lima semester terakhir. Selain itu, sekolah bisa memakai prestasi akademik dan non akademik di luar rapor.
"UN kan memang tidak diperkenankan sebagai syarat PPDB. Ini adalah prinsip merdeka belajar," tegas Nadiem.
Selain jalur prestasi dan kompetensi, PPDB berbasis sistem zonasi tetap bisa dijalankan. Acuannya adalah Peraturan Mendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TKK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
Apresiasi kebijakan pemerintah
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengatakan, ia mengapresiasi dan mendukung keputusan pemerintah meniadakan UN. Ini menjadi keputusan strategis di tengah kondisi darurat penyakit Covid-19.
Kedudukan dan fungsi UN juga sudah tidak ada lagi. Sebagai gambaran, di tingkat SMA/madrasah aliyah sederajat, hasil UN tidak dipakai sebagai syarat masuk ke perguruan tinggi. Untuk masuk ke perguruan tinggi negeri, persyaratan utamanya yaitu lewat undangan nilai rapor dan ujian tulis berbasis komputer (UTBK).
Kedudukan UN untuk tingkat SD-SMP pun tak terlalu relevan. Selama tiga tahun terakhir, PPDB SMP dan SMA melalui mekanisme zonasi yang memiliki tiga jalur. Jalur pertama jarak rumah, prestasi siswa, dan perpindahan orangtua.
"Kendati ada jalur prestasi dalam PPDB, tetapi penekanannya mencakup nilai rapor, ujian sekolah, dan non-akademik lainnya. Misalnya, juara vokal, debat, dan olahraga. Artinya, UN bukan lagi satu-satunya parameter prestasi siswa," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mendukung keputusan pemerintah meniadakan pelaksanaan UN. Persebaran penyakit Covid-19 diperkirakan masih akan melanda sampai beberapa waktu mendatang. Keputusan pemerintah tersebut strategis demi menyelamatkan anak didik dan keluarganya dari penularan penyakit Covid-19.
Pengurus Besar PGRI memohon kepada pemerintah agar memberikan keleluasan waktu bagi sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan ujian sekolah hingga waktu aman atau setelah pandemi mereda.
Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, memandang, keputusan pemerintah meniadakan pelaksanaan UN sudah tepat. Setelah UN, isu lain tak kalah penting adalah penerimaan mahasiswa baru. Pemerintah seharusnya sudah siap dengan opsi darurat.
"Mekanisme penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri, misalnya, saya usul agar diserahkan ke masing-masing instansi. Mereka dapat menerapkan jalur undangan atau tes dalam jaringan yang tidak bisa pakai joki," kata Cecep.