Puisi-puisi Sindhunata Menguatkan Tanpa Mempertentangkan
Romo Sindhunata memiliki cara unik menangkap fenomena pinggiran dalam karyanya. Ia tidak menampilkan pertentangan antara miskin dan kaya, antara penderitaan dan kebahagiaan, atau antara dosa dan kebaikan.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Mengangkat fenomena-fenomena pinggiran yang diabaikan publik merupakan hal lumrah bagi sastrawan. Namun, dalam dua buku kumpulan puisi Air Kata-kata dan Air Kejujuran terbitan Gramedia Pustaka Utama, Sindhunata memiliki cara unik.
Sindhunata tidak menampilkan pertentangan antara miskin dan kaya, antara penderitaan dan kebahagiaan, atau antara dosa dan kebaikan yang jamak muncul dalam karya-karya sastra. Dalam buku Air Kata-kata, Sindhunata menampilkan puisi ”Putri China” dalam balutan kecantikan dan keindahan. Selain itu, dalam puisi ditampakkan juga penderitaan yang tidak dilihat orang.
Penyair memperlihatkan apa yang tersembunyi, memosisikan diri sebagai penderitaan itu sendiri sehingga ia tampak. Di sini, hampir semuanya mengarah pada hal-hal bertentangan yang tidak dipertentangkan satu sama lain, misalnya bahagia itu dalam posisi menderita atau menderita dalam kebahagiaan.
Penyair memperlihatkan apa yang tersembunyi, memosisikan diri sebagai penderitaan itu sendiri sehingga ia tampak.
”Keduanya tidak dipertentangkan sebagai suatu hal yang terpisah, batasnya samar,” kata pengamat sastra sekaligus mahasiswa program doktoral Jurusan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Muhammad Qadhafi, akhir pekan lalu, dalam acara Bincang Karya ”Kejujuran dalam Air Kata-kata” di Taman Yakopan Omah Petroek, Sleman, Yogyakarta.
Dalam puisi-puisinya, Sindhunata memakai berbagai macam bentuk dan model. Ada yang tampaknya secara visual indah, tetapi isinya tentang hal-hal tak indah atau bahasa puisinya kasar tapi isinya tidak buruk atau kasar. ”Menariknya, dari puisi Romo Sindhunata, dia tidak menghilangkan salah satu hal untuk menonjolkan yang lain. Semua diakomodasi untuk memunculkan kekhasannya masing-masing. Kekuatannya di situ,” ucapnya.
Kumpulan puisi air kata-kata memperlihatkan banyak kemungkinan tafsir bagaimana air dimaknai sebagai sesuatu yang hidup dan menghidupi. Air bisa menjadi kematian sekaligus kehidupan. Di situlah sifat ganda dari sebuah puisi.
Qadhafi juga mengapresiasi munculnya visualisasi puisi-puisi Sindhunata dari para perupa. Ternyata banyak gambar dan wujud interpretasi berbeda yang muncul dari puisi. Artinya, banyak sekali kemungkinan makna di dalamnya dan tidak ada yang salah di sana.
Dengan demikian, dari sebuah puisi bisa muncul interpretasi yang berbeda-beda. Puisi tidak pernah memiliki makna utuh, dia punya kemungkinan bermacam-macam untuk direspons.
”Pencarian pada sebuah puisi tidak akan bisa final. Air dalam puisi-puisi Sindhunata banyak dihidupkan, diberi sifat yang aktif seperti manusia. Air bisa menjadi representasi kehidupan, juga dari keberadaan Tuhan. Kita manusia diandaikan berasal dan berakhir dari air,” kata Qadhafi.
Dalam puisi-puisinya, Sindhunata memiliki ”senjata”. Bahkan, pandangan tentang keilahian pun semua bisa ditertawakan. Sebagai contoh, ketika Nietzsche mati pun, ia tidak bisa mengelak atas nasibnya, dan secara langsung ia mengakui keberadaan Tuhan. Sia-sia Nietzsche membunuh Tuhan karena ia mati oleh nasib itu sendiri. Sindhunata menyikapi secara kritis mana yang bisa dilihat secara positif dari sesuatu yang negatif.
Puisi membumi
Penikmat sastra Komang Ira Puspitaningsih yang mengupas kumpulan buku puisi Sindhunata kedua, Air Kejujuran, melihat syair-syair Sindhunata sebagai puisi yang membumi. Menurut dia, Sindhunata melihat fenomena-fenomena sosial secara jujur seperti halnya air. Syairnya tidak diindah-indahkan, tidak diliris-liriskan, tidak mengawang-awang, ada kesederhanaan di sini.
Dalam puisi Jula-Juli Lolipop, Sindhunata menyikapi secara kritis fenomena booming seni rupa tahun 2007-2008-an. ”Para seniman pasti akan merasa tersengat dengan syair-syair ini. Di sini, tidak ada yang ditutup-tutupi. Puisi-puisinya sangat gampang diserap dan ditafsirkan,” katanya.
Hal lain yang menjadi kelebihan dari Sindhunata adalah ia memunculkan banyak sekali idiom Jawa yang menyiratkan penguasaan tradisi, pewayangan, dan segala sesuatu tentang Jawa. ”Puisi-puisinya sangat dekat dengan keseharian kita. Ada banyak petuah hidup. Di dalamnya terselip petuah, pitutur, dan ajaran leluhur,” katanya.