Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang dijamin bebas dari paham radikalisme. Undana selalu mengedepankan paham NKRI, Pancasila, dan Kebhinekaan. Sebagai salah satu perguruan tinggi negeri tertua di NTT, Undana terus berjuang bersama pemerintah menciptakan manusia berkompeten di bidangnya dalam membangun daerah ini. Pancasila terus dijaga dan diamalkan semua warga.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang dijamin bebas dari paham radikalisme. Undana selalu mengedepankan paham NKRI, Pancasila, dan Kebhinekaan. Sebagai salah satu perguruan tinggi negeri tertua di NTT, Undana terus berjuang bersama pemerintah menciptakan manusia berkompeten di bidangnya dalam membangun daerah ini. Pancasila terus dijaga dan diamalkan semua warga.
Rektor Universitas Negeri Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof Fred Benu dalam dialog dengan kader PDI-P Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok di Kupang, Selasa (13/8) mengatakan, Undana sejak awal berdiri 1962, mendasarkan misi dan visi perguruan tinggi. Misi dan visi adalah menciptakan generasi bangsa yang cerdas dengan berpedoman pada Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan menjunjung tinggi semangat kemajemukan berdasarkan paham Negara Kesatuan RI.
“Saya boleh menjamin, Undana bebas dari paham-paham radikalisme. Kami yakin itu karena dari semua kegiatan kemahasiswaan, dan media sosial milik Undana, kelompok dan perorangan dari kampus ini, tidak ada yang menyimpang dari Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Dari sisi, ini Undana boleh menjadi pionir semangat kebangsaan berkampus dan bertoleransi,”kata Benu.
Ia mengatakan, sejumlah perguruan tinggi di tanah air sudah terpapar paham radikalisme baik mahasiswa, dosen, maupun staf sekretariat rektorat. Kondisi ini sangat membahayakan semangat hidup berbangsa dan bernegara. Pemerintah, DPR, perguruan tinggi, TNI dan Polri jangan segan-segan menindak siapa pun yang ingin mengganggu Pancasila dan semangat Bhineka Tunggal Ika.
Ancaman keterpecahan
Ketua Sinode Gereja Kristen Masehi Injili di Timor Pdt Meri Kolimon mengatakan, Ahok adalah simbol ancaman keterpecahan NKRI. Kasus Ahok menjadi pelajaran sangat berharga bagi bangsa dan Negara ini. Semua pihak perlu mengambil hikmat dari kasus tersebut. Indonesia bersatu bukan karena agama, tetapi karena semangat Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Ia pun meminta agar PDI-P sebagai partai penguasa saat ini tetap menjadi garda terdepan membela Pancasila dan membangun toleransi di semua lini kehidupan masyarakat. Seluruh warga bangsa diberi kebebasan yang sama untuk menjalankan ritual keagamaan dan membangun iman kepercayaan secara bebas di negeri ini. Jangan ada diskriminasi keagamaan dalam kehidupan bersama di masyarakat.
Ahok datang bukan melihat peluang untuk membangun industri besar tetapi bagaimana membangun usaha, di mana masyarakat terlibat langsung di dalam dengan jumlah besar
Ahok mengatakan, memilih bergabung dengan PDI-P karena partai ini tetap solid menjaga dan mengawal praktik Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan semangat hidup berbhineka bagi bangsa dan negara di negeri ini. Sampai kapan pun, PDI-P tetap berdiri tegak menjaga dan memperjuangkan Pancasila dan UUD 45.
Ketua DPD PDI-P NTT Emi Nomleni mengatakan, kehadiran Ahok selama tiga hari di Kupang untuk mengunjungi Soe, Timor Tengah Selatan. Ia ingin melihat peluang usaha apa yang bisa dikembangkan di TTS. Ahok sudah bergabung dengan PDI-P tentu ia akan mencurahkan perhatian khusus untuk kepentingan masyarakat termasuk di NTT.
“Ahok datang bukan melihat peluang untuk membangun industri besar tetapi bagaimana membangun usaha, di mana masyarakat terlibat langsung di dalam dengan jumlah besar. Ia ingin menghadirkan jenis usaha tertentu dengan memanfaatkan potensi lokal. Ini masih dalam tahap pemantauan,”kata Nomleni.