RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Sangat Dinantikan
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS – Untuk pertama kalinya perempuan-perempuan dari kawasan Indonesia timur berkumpul bersama dalam Konferensi Perempuan Timur 2018, Senin (10/12/2018), di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Pada pembukaan konferensi tersebut, sekitar 500 aktivis perempuan dari 12 provinsi di Indonesia timur menyuarakan untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta mendesak DPR segera pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Mereka juga sepakat untuk memperkuat sinergi gerakan perempuan Indonesia timur dalam beragam isu hak asasi manusia demi menciptakan keadilan dan kesetaraan perempuan dalam berbagai bidang, terutama dalam mengakhiri segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
Konferensi Perempuan Timur 2018 yang mengangkat tema “Perempuan Timur untuk Pemenuhan Hak Korban” dibuka Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise. Pada pembukaan konferensi tersebut Yohana yang mewakili Presiden Joko Widodo juga bersama-sama dengan aktivis perempuan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
Hadir juga pada acara tersebut, Bram Marolop perwakilan dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, dan Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi.
Yohana menyatakan sangat prihatin dengan angka kekerasan terhadap perempuan di Indonesia timur yang sangat tinggi, terutama angka kekerasan fisik. Karena itu Yohana meminta peserta Konferensi Perempuan Timur (KPT) 2018 duduk bersama membahas bagaimana solusi terbaik untuk menurunkan angka kekerasan perempuan di Indonesia timur.
“Kita harus libatkan pusat studi wanita di perguruan tinggi daerah masing-masing atau lembaga apapun. Mari kita kaji bersama, mengapa Papua, NTT, Maluku, dan daerah lain tinggi sekali angka kekerasan terhadap perempuan,” kata Yohana yang menyatakan perlu ada profil perempuan di berbagai daerah sehingga bisa mengetahui lebih jauh persoalan yang dihadapi perempuan di masing-masing daerah.
Terkait dengan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Yohana menegaskan, pemerintah terus mengawal proses legislasi di DPR bahkan terus berkomunikasi dengan panitia kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Komisi VIII DPR. Yohana memastikan proses RUU tersebut akan berlanjut, karena mendesak untuk disahkan menjadi undang-undang.
Hentikan perdagangan orang
Yohana juga menyerukan kepada semua pihak untuk bersama menghentikan tindak perdagangan orang yang hingga kini sudah banyak perempuan yang menjadi korban. Adapun Josef menyatakan melihat banyaknya korban pekerja migran yang pulang ke NTT sudah dalam kondisi meninggal, pemerintah provinsi menerapkan moratorium pengiriman pekerja migran ke luar negeri. Sejauh ini sudah ada sekitar 300 calon pekerja migran ilegal berhasil dicegah pemberangkatannya.
Ketua Panitia Bersama KPT 2018, Maria Filiana Tahu menyatakan konferensi yang diselenggarakan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Forum Pengada Layanan (FPL), dan Yayasan BaKTI, dengan dukungan Program Mampu (Kemitraan Australia-Indonesia untuk kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan) diikuti aktivis perempuan dari 12 provinsi di kawasan timur Indonesia.
Para perempuan yang berasal dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat, selama ini bergerak di daerah masing-masing memberikan pendampingan dan advokasi kepada perempuan di akar rumput.
KPT 2018 merupakan yang ketiga diselenggarakan, KPT pertama dan kedua digelar pada 2016 dan 2017. KPT I dan II berfokus pada permasalahan perempuan yang terjadi wilayah perbatasan Indonesia dan Timor Leste, di Pulau Timor. KPT 2018 merupakan perluasan dari konferensi sebelumnya.
“Konferensi ini untuk menjawab berbagai persoalan yang melekat pada isu perempuan umumnya, yang bermuara pada kemiskinan dan kurangnya akses pada layanan dasar bagi perempuan Indonesia, terutama perempuan di kawasan Indonesia timur,” ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana Manalu.
Perempuan di kawasan timur rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, perkawinan anak, kematian pada persalinan, gizi buruk, putus sekolah, migrasi dan perdagangan anak, dipengaruhi antara lain karena tingginya kemiskinan dan kesenjangan di bagian Timur.
Berdasarkan Catatan Akhir Komnas Perempuan tahun 2017 disebutkan ada 2.796 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan di Indonesia bagian Timur.
Adapun angka perkawinan anak tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat 5,5 persen, disusul Papua 5, 1 persen, Sulawesi Tengah 4 persen, Papua Barat 3,9 persen dan Sulawesi Selatan 3,8 persen. Sebanyak 46,7 persen anak yang sudah dikawinkan, tidak bersekolah lagi atau tidak tamat Sekolah Dasar (Unicef, 2016).
Lusia Palulungan dari Yayasan BaKTI mengungkapkan, sejauh ini sebenarnya masyarakat dan pemerintah di wilayah Indonesia Timur tidak tinggal diam. Berbagai inisiatif untuk memperbaiki kesejahteraan di wilayah Timur Indonesia sudah muncul dari berbagai pihak.
KPT 2018 akan berlangsung di Kupang hingga Selasa (11/12/2018). Berbagai narasumber dari tingkat nasional hadir membawa materi. Pada KPT tersebut beberapa narasumber dari berbagai daerah menyampaikan praktik-praktik baik yang dilaksanakan dalam rangka pencegahan kekerasan terhadap perempuan.