Kualitas Guru Terus Digenjot
Upaya memacu kualitas pembelajaran di kelas antara lain ditempuh dengan memberdayakan komunitas guru pengampu mata pelajaran. Pemerintah menyediakan guru inti dan instruktur.
JAKARTA, KOMPAS — Hari Guru Sedunia diperingati pada setiap 5 Oktober. Di bawah naungan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO, kali ini momentum tersebut mengusung salah satu tema sentral, yakni terciptanya guru profesional untuk mewujudkan pendidikan berkualitas.
”Pendidikan butuh ekspansi penyediaan guru berkualitas. Harus dipastikan guru mendapatkan pelatihan yang efektif dan dukungan untuk melengkapi mereka dalam merespons kebutuhan semua siswa, termasuk yang termarjinalkan,” demikian sambutan Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, dirilis laman resmi organisasi tersebut.
Azoulay mengatakan, tersedianya guru berkualitas harus menjadi komitmen pemerintah untuk menjamin hak dasar anak-anak atas pendidikan. Karena itu, pendidikan dan pelatihan bagi guru dalam sepanjang kariernya sebagai pendidik harus dilakukan.
”Saat ini masih ada diskriminasi bagi anak-anak miskin dan marjinal karena mereka mendapat guru yang tidak hanya minim dalam jumlah, tetapi juga tidak terlatih dari aspek pedagogi, berstatus honorer, dan tidak menerima pelatihan sebelum dan sesudah menjadi guru,” kata Azoulay.
UNESCO mendorong pemerintah menunjukkan penghargaan kepada guru sebagai profesi yang bernilai dengan memberikan gaji yang layak dan meningkatkan kondisi kerja semua guru.
Pendidikan dan pelatihan
Menyambut seruan itu, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Supriano, Kamis (4/10/2018), di Jakarta, mengatakan, fokus program pendidikan dan pelatihan guru dari Kemdikbud mulai 2019 mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.
”Pengembangan kompetensi guru akan merujuk pada potret mutu yang sudah cukup spesifik, seperti analisis hasil ujian nasional. Pelatihan dan pendidikan guru harus berdampak langsung pada peningkatan pembelajaran di kelas,” kata Supriano.
Menurut Supriano, pendidikan dan pelatihan guru akan lebih intensif dilakukan melalui musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) dan kelompok kerja guru (KKG) dengan sistem zonasi. Nanti akan dilatih guru inti ataupun instruktur di daerah. Mereka ini akan mendampingi pendidikan dan pelatihan guru di MGMP.
”Pemerintah dan pemerintah daerah akan menyalurkan anggaran langsung ke MGMP untuk mendukung pelatihan yang langsung berfokus pada hal-hal yang perlu diperbaiki dalam pembelajaran di sekolah,” tutur Supriano.
Saat ini terdata sekitar 3.000 zonasi. Dengan pendidikan dan pelatihan yang memperkuat peran MGMP dan KKG, peningkatan dan penyebaran guru berkualitas sesuai standar nasional diyakini lebih cepat terwujud.
Paradigma baru
Supriano menambahkan, paradigma guru masa kini hendaknya menjawab empat tantangan besar, yakni revolusi industri 4.0, globalisasi, kebutuhan domestik terkait daya saing dan penyediaan tenaga kerja, serta mendidik generasi Z. Perubahan dunia yang begitu cepat dan tidak linear ini mengubah cara bekerja dan belajar.
”Untuk itu, pendidikan masa depan harus berpusat kepada siswa, baik secara aspek akademis maupun kepribadian atau karakter,” kata Supriano.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di acara lokakarya nasional menyambut Hari Guru Sedunia 2018, di Jakarta, Selasa lalu, mengatakan, guru adalah ”akar rumput” pendidikan nasional. Perannya sangat penting meski sering kali dianggap remeh karena posisinya.
”Tidak akan ada pendidikan yang ’menghijau’ jika tidak ada guru. Pendidikan juga tidak akan subur kalau gurunya tidak ’subur’. Karenanya, sebelum bicara tentang pendidikan yang berkualitas, sejahterakan guru,” ujar Muhadjir dalam forum yang melibatkan Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO itu.
Mendikbud mendorong berkembangnya asosiasi profesi guru. Asosiasi profesi itu berperan saling mengasah kemahiran, kecakapan, bersama-sama. Saling tukar pengalaman tentang ilmu dan keahliannya.
”Seharusnya asosiasi guru juga demikian,” ujar Muhadjir. (ELN).
Saat ini terdata sekitar 3.000 zonasi. Dengan pendidikan dan pelatihan yang memperkuat peran MGMP dan KKG, peningkatan dan penyebaran guru berkualitas sesuai standar nasional diyakini lebih cepat terwujud.
"Yang menyiapkan guru inti dan instruktur kabupaten/kota itu Ditjen Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah). Kami di Ditjen GTK yang menyiapkan model pembelajarannya, kemudian unit-unit pembelajaran, bukan modul. Guru inti menjadi fasilitator bersama guru-guru di zona itu," jelas Supriano.
Supriano menambahkan, paradigma guru masa kini hendaknya menjawab empat tantangan besar, di antaranya revolusi industri 4.0, globalisasi, kebutuhan domestik terkait daya saing dan penyediaan tenaga kerja, serta mendidik generasi Z. Perubahan dunia yang begitu cepat dan tidak linear ini mengubah cara bekerja dan belajar. "Untuk itu, pendidikan masa depan, harus berpusat pada siswa, baik secara aspek akademis, juga kepribadian/karakter, kata Supriano.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di acara lokakarya nasional menyambut Hari Guru se-Dunia 2018 pada Selasa kemarin di Jakarta, mengatakan guru adalah \'akar rumput\' pendidikan nasional. Perannya sangat penting, meski seringkali dianggap remeh karena posisinya.
"Tidak akan ada pendidikan yang \'menghijau\' jika tidak ada guru. Dan juga pendidikan tidak akan subur kalau gurunya, tidak \'subur\'. Karenanya, sebelum bicara tentang pendidikan yang berkualitas, sejahterakan guru. Dan beri dia status yang membikin dia bangga, sehingga dia memiliki harga diri," kata Muhadjir.
Mendikbud mendorong berkembangnya asosiasi profesi guru. "Asosiasi profesi itu untuk saling mengasah kemahiran, kecakapan, bersama-sama. Saling tukar menukar pengalaman tentang ilmu dan keahliannya. Seharusnya asosiasi guru juga demikian," ujar Muhadjir.
Kualifikasi
Pada bagian lain, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay, mengatakan di banyak negara, anak-anak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan berkualitas karena kurang guru yang berkualifikasi dan berpengalama. Padahal, Agenda 2030 mengamantkan tercapainya pendidikan berkualitas untuk semua anak sejak usia dini hingga menengah.
Untuk itu, pendidikan butuh ekspansi penyediaan guru berkualitas. "Harus dipastikan guru mendapatkan pelatihan yang efektif dan dukungan untuk memperlengkapi mereka dalam merespon kebutuhan semua siswa, termasuk yang termarginalkan. Sebab, saat ini masih ada diskriminasi bagi anak-anak miskin dan marginal karena mereka mendapat guru yang bukan hanya kurang dalam jumlah, tapi juga tidak terlatih pedagoginya, berstatus honorer, dan tidak menerima pelatihan sebelum dan sesudah jadi guru,"kata Audrey.
Menurut Audrey, dalam perjalamam karir guru, sebagian besar minim mendapatkan pelatihan yang dibutuhkan untuk jadi guru profesional. Padahal selalu diakui, guru merupakan kunci untuk mencapai pendidikan berkualitas untuk semua. "Mengajar tidak dihargai sebagai profesi yang bernilai. Kami mendorong pemerintah untuk menunjukkan penghargaan pada guru sebagai profesi yang bernilai dengan memberikan gaji yang layak dan meningkatkan kondisi kerja semua guru,"ujar Audrey.
Peringatan Hari Guru se-Dunia sebagai perayaaan pentingnya peran guru dalam meningkatkan kehdiupan anak-anak dan pemuda di seluruh dunia. Karena itu, dunia harus meneguhkan kembali komitmen dalam peningkatan jumlah guru berkualitas.