Penuh Kesan dalam 15 Menit Bersama Miss K di Mandalika
Saya tidak bisa menyembunyikan kondisi badan saya yang memang basah oleh keringat. Namun, bukan karena mengendarai Miss K saja yang semata-mata membuat saya berkeringat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F05%2F870a4ae1-e96b-4eba-956a-02fcaff07843_jpeg.jpg)
Peserta mengambil gambar di area berfoto yang disediakan pada ajang Shell Eco-marathon Asia 2023 Mandalika di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (5/7/2023).
Tak pernah terbayangkan sebelumnya, saya bakal punya kesempatan untuk menjajal kendaraan hemat energi di sirkuit internasional. Namun, butuh pengorbanan untuk menjajalnya. Setidaknya, saya harus rela mandi keringat selama 15 menit di dalamnya.
Sebagai wartawan di daerah, saya dituntut untuk siap meliput apa pun. Termasuk topik liputan baru yang selama ini tidak pernah saya ambil, seperti meliput Shell Eco-marathon 2023 di Sirkuit Mandalika.
”Baru sekali putaran saja, kamu sudah berkeringat seperti itu. Bayangkan para peserta yang harus berputar tiga kali di sirkuit ini saat perlombaan,” kata Ian Moore begitu ”Miss K” kembali ke garasinya.
Miss K adalah kendaraan urban concept milik Shell yang kami tumpangi. Dalam delapan tahun terakhir, Ian menjadi salah satu orang penting dalam pengembangan kendaraan hemat energi yang kami tumpangi itu.
Jadi, ia pasti paham betul apa yang terjadi pada penumpang Miss K. Mobil tanpa AC dan kondisi Sirkuit Mandalika yang selalu panas adalah kombinasi yang pas untuk membuat siapa pun berkeringat.
Saya tidak bisa menyembunyikan kondisi badan saya yang memang basah oleh keringat. Namun, bukan karena mengendarai Miss K saja yang semata-mata membuat saya berkeringat.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F11%2Fa4a6878e-2114-4652-abb5-92028462ea2b_jpg.jpg)
Tim Shell memeriksa kesiapan penumpang Miss K atau kendaraan hemat energi milik Shell dalam ajang Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 Mandalika, Juli 2023.
Mewawancarai Ian selama sekitar 15 menit sambil mengelilingi Sirkuit Mandalika sepanjang 4,31 kilometer tidak kalah membuat berkeringat. Bukan apa-apa, ini lebih karena selama ini saya tidak secara khusus meliput olahraga, termasuk otomotif dan energi.
Menjajal kendaraan hemat energi adalah inti kegiatan Media Car yang menjadi salah satu agenda dalam ajang kompetisi Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 di Mandalika. Kompetisi yang diikuti pelajar dan mahasiswa ini menguji kemampuan mereka dalam merancang, membangun, dan menguji kendaraan hemat energi.
Pada 2023, Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah memasuki tahun kedua penyelenggaraannya di Mandalika. Tahun ini, jumlah tim peserta meningkat, yakni sebanyak lebih dari 70 tim dari 13 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Brunei Darussalam, Filipina, Korea Selatan, India, China, Qatar, Kazakhstan, dan Arab Saudi.
Tahun sebelumnya, jumlah peserta lebih dari 40 tim dari 9 negara. Para peserta berkompetisi pada dua kategori kendaraan, yakni prototype dan urban concept.
Secara singkat, kategori prototype ditujukan untuk kendaraan ultra-efisien, ringan, dan umumnya memiliki tiga roda serta dirancang untuk mengurangi resistensi dan memaksimalkan efisiensi.
Baca juga: Bagaikan Kurcaci Hobbit di Hadapan Gunung Anak Krakatau
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F11%2F09b195ce-8217-4a43-8c5e-fd9a9044dc68_jpeg.jpg)
Wartawan Kompas, Ismail Zakaria, berfoto bersama Ian Moore seusai mencoba Miss K atau kendaraan hemat energi milik Shell dalam ajang Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 Mandalika, Juli 2023. Ian adalah salah satu sosok di balik pengembangan kendaraan hemat energi tersebut.
Sementara kategori urban concept difokuskan pada efisiensi energi dalam desain kendaraan roda empat, layaknya mobil penumpang konvensional yang dirancang untuk penggunaan di jalan raya.
Miss K adalah kendaraan hemat energi kategori urban concept. Shell punya empat unit kendaraan serupa dan yang saya coba menggunakan bahan bakar mesin pembakaran dalam atau internal combustion engine (ICE).
Saat tim Image Dynamics (agensi hubungan masyarakat yang mengurus media peliputan Shell Eco-marathon 2023) memberi tahu agenda Media Car, saya langsung bersemangat.
Ini akan jadi pengalaman baru keliling Sirkuit Mandalika dengan cara berbeda karena sejak sirkuit ini mulai digunakan, saya sudah beberapa kali mengelilinginya, mulai dari jalan kaki, berlari, naik motor, sampai naik safety car saat free session MotoGP pada Februari 2022 silam.
Namun, sekali lagi, saya memang tidak spesialis liputan olahraga atau otomotif yang saya pikir akan sangat berkaitan. Jadi, sejak mendapat tugas dari kantor untuk meliput acara ini, saya membuka berbagai referensi, termasuk berita-berita terbitan Kompas tahun lalu tentang Shell Eco-marathon.
Mengikuti acara Media Car pun demikian. Saya hanya mendapat informasi bahwa sepanjang perjalanan, wartawan bisa wawancara dengan Ian, selaku pengemudi. Tentu menggunakan bahasa Inggris.
Baca juga: Disambut Gempa Saat Hendak ke Hiroshima dan Nagasaki
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F11%2F245ee7e9-34a3-41a4-b780-3ea2070e76c0_jpg.jpg)
Tim pengembang memeriksa kesiapan Miss K atau kendaraan hemat energi milik Shell sebelum dicoba kembali dalam kegiatan Media Drive pada ajang Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 Mandalika, Juli 2023.
Saya tidak masalah dengan bahasa Inggris. Meski jarang digunakan, tetapi sisa kuliah di Pendidikan Bahasa Inggris selama lima tahun masih nyantol.
Hanya saja, ketika bicara otomotif atau energi hijau, akan lebih khusus. Istilahnya specific purpose. Jadi saya sudah berpikir pasti akan susah.
Namun, saya telanjur setuju untuk ikut Media Car. Bisa saja saya batalkan, tetapi kesempatan seperti ini tentu jarang didapatkan. Belum tentu tahun depan saya akan mendapat kesempatan seperti ini lagi.
Ribet
Dibandingkan naik mobil biasa yang langsung naik begitu saja, naik mobil hemat energi ternyata berbeda. Cukup ribet. Kita tidak bisa langsung naik. Terlebih dahulu harus mengenakan pakaian khusus berupa jaket dan celana serba merah, lengkap dengan penutup kepala berupa kain tipis. Lalu paling unik, harus pakai helm. Seumur hidup, baru kali ini saya naik mobil pakai helm.
Sabuk pengaman yang dipakai pun bukan yang menyilang dari kiri atas ke kanan bawah laiknya pada mobil biasa, melainkan dua sabuk menyilang dengan beberapa cantelan dari besi. Memang terasa aman, tetapi pergerakan jadi cukup susah.
”Bagaimana jika ada apa-apa. Misalnya kendaraan ini bermasalah di tengah jalan. Terbakar, misalnya. Apakah cukup untuk menyelamatkan diri,” pikir saya berlebihan, sedikit ragu dengan kualitas Miss K.
Baca juga: Dengan Mata Terluka Saya Temui Para Buruh
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F11%2F61f3f25f-7e3b-4f11-9d17-50aa12a27067_jpeg.jpg)
Suasana Media Drive atau uji coba Miss K atau kendaraan hemat energi milik Shell dalam ajang Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 Mandalika, Juli 2023. Dalam uji coba, wartawan merasakan langsung sensasi berkeliling Sirkuit Mandalika menggunakan kendaraan urban concept tersebut.
Namun, melihat Ian yang tersenyum meski telah berkali-kali keliling dengan penumpang berbeda, saya sedikit tenang. Satu-satunya yang masih mengganjal adalah bagaimana memulai wawancara.
Sebelum naik mobil, saya sudah menghidupkan handphone (HP) dengan posisi perekaman video on. Lalu menitipkannya ke tim Image Dynamics. Begitu selesai, saya mendapatkan kembali HP dengan kondisi perekaman berjalan.
Hal itu dilakukan karena selama di mobil, saya mengenakan sarung tangan sehingga tidak bisa lagi menyentuh layar, baik untuk membuka kunci HP maupun aplikasi video.
”Siri, open camera,” saya sempat mencoba perintah itu. Berharap saat di dalam mobil, bisa membuka aplikasi video tanpa menyentuh layar. Tetapi, asisten pintar perangkat Apple itu ternyata tidak bisa apa-apa jika HP dalam kondisi terkunci. Ponsel pintar Apple pun tidak bisa otomatis terbuka karena harus lebih dahulu mengusap layar ke atas.
Jadi, pilihannya memang menghidupkan video dari awal dengan menggunakan kamera utama. Lalu menghadapkannya ke Ian yang tampak menikmati perjalanan kami.
”Halo, Sahabat Kompas, sekarang kami akan mencoba salah satu mobil hemat energi dari Shell,” kata saya mencoba mencairkan suasana.
Saya yakin, Ian di sebelah saya tidak paham apa yang saya sampaikan kecuali kata ”Shell”.
Saat mobil dihidupkan, suaranya amat bising. Apalagi saat mobil itu melaju dengan kencang. Belum dua menit berjalan atau sebelum sampai tikungan pertama Sirkuit Mandalika, Ian mematikan mesin. Saya kira ada masalah seperti mobil-mobil peserta yang tiba-tiba mogok di jalan.
Ian rupanya paham kebingungan saya. Lalu dalam bahasa Inggris yang pelan, ia mengatakan, ”Inilah yang dilakukan setiap tim saat menguji kendaraannya. Mereka harus mengakselerasi kendaraan, lalu mematikannya untuk menghemat energi. Baru ketika sampai pada kecepatan tertentu, menghidupkannya lagi.”
Saya tidak ingin mengecewakan Ian. Oleh karena itu, meski belum paham betul, saya mengangguk-angguk seperti mengerti. ”Tidak apa. Nanti bisa saya tonton ulang videonya,” pikir saya.
Selesai menjelaskan itu, Ian kembali menghidupkan mobil. Hanya suara bising mesin yang terdengar. Sesekali, kendaraan peserta yang sedang menguji coba kendaraan melintas. Ian akan membunyikan klakson untuk mengingatkan peserta lain.
Saya belum paham aturan mainnya sehingga dalam perjalanan sempat membuat kesalahan. Dalam kondisi mobil melaju dengan kebisingan yang luar biasa, saya bertanya ke Ian. Ia hanya menengok dan fokus kembali ke lintasan.
”Sebaiknya, kamu bertanya saat mesin dimatikan. Kalau tidak begitu, tidak akan terdengar,” kata Ian saat mesin mobil kembali mati.
Baca juga: Menggantikan Tukang Ojek sampai "Hoek-hoek" Saat Cycling de Jabar
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F05%2F81580b20-c5a9-4c83-a475-8512cfee5df2_jpeg.jpg)
Tim Indonesia ITS Team Sapuangin membawa mobil mereka seusai mengikuti inspeksi sebelum nantinya berkompetisi pada ajang Shell Eco-marathon Asia 2023 Mandalika di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (5/7/2023).
Saya menuruti permintaan Ian. Tidak bertanya lagi saat mesin hidup. Juga tidak bertanya lagi hal yang terlalu teknis karena memang saya tidak paham. Ian sekali lagi memahami itu dan berusaha tetap menjelaskan setiap apa yang dilakukan selama berkeliling meski tidak saya tanyakan.
”Setiap putaran, peserta akan berhenti dua kali. Itu untuk menyimulasi seandainya mobil ini tengah melintasi jalan di perkotaan dan berhenti saat lampu merah,” kata Ian saat kami berhenti sebelum tikungan sepuluh Sirkuit Mandalika.
Agar tidak benar-benar canggung, saya mencoba bertanya hal-hal yang mungkin akan berguna ketika nanti menulis berita. Misalnya, menanyakan pendapat Ian tentang Sirkuit Mandalika, apa tantangan peserta saat berlomba, hingga menyelipkan pujian ke Ian soal Miss K yang ia kembangkan.
”Bisa mendapat izin agar empat kendaraan ini bisa mengaspal di jalan perkotaan adalah hal yang luar biasa,” kata Ian merespons pujian saya.
Ian tampak senang dan sebelum turun dari mobil, kami bersalaman. Saat saya keluar dari mobil dan melepas baju khusus serta helm, badan saya benar-benar basah keringat. Biar ada bukti, saya mendekat ke Ian dan meminta swafoto bersama.
Saya memang tidak serta-merta paham dengan obrolan selama 15 menit dengan Ian. Namun, setelah itu, saya coba menonton dan mendengarkannya berkali-kali. Perjalanan singkat itu memberi saya gambaran yang cukup untuk meliput Shell Eco-marathon yang berlangsung hampir satu minggu pada 4-9 Juli 2023.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F09%2F20256a14-5dbb-46f3-9af9-030d89547dde_jpeg.jpg)
Empat mobil hemat energi kategori urban concept yang akan mewakili regional Asia Pasifik dan Timur Tengah di kejuaraan dunia di India pada Oktober 2023 ditampilkan seusai menerima penghargaan di Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok Tengah, NTB, Minggu (9/7/2023).
Tugas penting
Tidak semua orang paham tentang Shell Eco-marathon, termasuk kami para peliput. Apalagi embel-embel maraton membuat siapa saja akan berasumsi bahwa ajang itu adalah perlombaan lari.
”Wah, penampilannya seperti mau ikut maraton saja. Pas dengan liputannya,” kata seorang teman saat kami bertemu pada pagi hari sebelum saya ke sirkuit. Pagi itu, saya yang menginap di kawasan Mandalika memang hendak berolahraga sebentar. Setelah saya jelaskan, kami tertawa bersama.
Jadi, saya kira, itu yang menjadi tugas penting di awal. Membumikan Shell Eco-marathon sebagai sebuah kompetisi mobil hemat energi. Bukan lari maraton. Karena itu, dalam setiap tulisan, juga video berita yang dibuat, saya berusaha memberikan gambaran atau latar belakang apa sebenarnya Shell Eco-marathon.
Saya turut menyaksikan bagaimana anak-anak muda dari 13 negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah itu mulai menyiapkan mobil hemat energi mereka.
Di awal, saya juga tidak paham tentang jalannya kompetisi ini. Saya mengira peserta akan adu balap setelah sedikit latihan bebas laiknya balapan pada umumnya. Rupanya tidak demikian. Ada proses panjang yang harus mereka lewati dan itu tidak mudah.
Saya turut menyaksikan bagaimana anak-anak muda dari 13 negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah itu mulai menyiapkan mobil hemat energi mereka. Lalu melewati tahapan pemeriksaan teknis yang juga tidak mudah.
Mereka harus lolos pemeriksaan teknis sebagai syarat untuk bisa menguji kendaraan mereka di lintasan. Ada tiga belas poin yang harus dilewati. Ada yang dua kali masuk sudah selesai, ada juga yang berkali-kali, bahkan sampai hari terakhir pemeriksaan teknis, tidak selesai.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F09%2Fdacaabe2-cc8c-46a4-81ac-54d3db5bee97_jpeg.jpg)
Tim Semar Proto Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menerima piala sebagai juara Shell Eco-marathon Asia Pasifik dan Timur Tengah 2023 untuk kategori prototype kelas baterai listrik di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok Tengah, NTB, Minggu (9/7/2023).
Dari 70 lebih tim, sekitar 60 tim yang lolos. Kegembiraan terlihat di tim yang lolos dan sebaliknya untuk tim yang tidak lolos.
Namun, perjuangan tim yang lolos tidak berakhir di sana. Setelah pemeriksaan teknis, mereka harus menguji kendaraan di lintasan. Baru setelah itu, berlomba.
Dalam perlombaan, mereka harus menjadi yang paling hemat di setiap kategori kendaraan dan kelas bahan bakar, baik itu ICE, energi listrik, maupun hidrogen. Ada yang berhasil menyelesaikan tiga putaran. Ada juga yang baru start, sudah mogok dan harus digeret keluar lintasan.
Pada hari terakhir, sembilan tim terbaik dari kategori urban concept pada semua kelas bahan bakar berlomba untuk menentukan empat perwakilan yang akan melaju ke kejuaraan dunia di India pada Oktober 2023.
Ternyata, drama pun masih terjadi. Tim Semar Urban UGM yang percaya diri bisa menjadi salah satu wakil Asia Pasifik dan Timur Tengah ternyata gagal. Bahkan sebelum start. ”Setir kami patah saat akan masuk lintasan,” kata Manajer Tim Semar Urban UGM Eblin Alle Azarya.
”Memang tidak bisa diperbaiki?” tanya saya penasaran. Eblin memelas. ”Untuk memperbaiki butuh waktu semalam,” katanya singkat lalu meninggalkan kami yang masih mencerna jawabannya.
Meski tim Semar Urban UGM tidak lolos, setidaknya masih ada dua atau tiga tim Indonesia lain yang masuk empat besar dan mendapat kesempatan ke India. Tim tersebut adalah Garuda UNY Eco Team II Universitas Negeri Yogyakarta, ITS Team Sapuangin Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dan Arjuna Universitas Indonesia Team.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F06%2F0b735991-384b-4388-93f8-58c7b7560a7a_jpg.jpg)
Anggota Tim Semar Urban Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, membawa mobil kategori urban concept seusai mengikuti sesi latihan dalam ajang Shell Eco-marathon di Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, NTB, Kamis (6/7/2023).
Menantang
Meski terlihat berjalan lancar, liputan Shell Eco-marathon pertama saya ini sebenarnya tidak mudah. Sungguh menantang.
Untuk urusan bahasa memang terbantu oleh tim Shell Indonesia yang menyediakan penerjemah di setiap sesi konferensi pers, baik untuk pertanyaan yang diajukan dalam bahasa Indonesia maupun alih bahasa jawaban narasumber.
Penerjemah juga paham topik konferensi pers sehingga kami tidak kehilangan konteks penjelasan narasumber. Namun, saya kadang merasa tidak cukup dengan itu sehingga tetap harus mendengarkan ulang rekaman (meski harus dibantu Google Translator).
Sayangnya tidak semua sesi ada penerjemah. Misalnya saat sesi pembukaan. Saya harus merekam sekaligus menggunakan fitur voice to text di ponsel pintar. Saat sambutan perwakilan Shell yang memang berbahasa Inggris, transkrip sambutannya tersalin dengan baik. Namun, saat perwakilan salah satu kementerian memberi sambutan dalam bahasa Inggris, hasilnya acak-acakan.
Tidak ada kesempatan untuk nodong pertanyaan seusainya sehingga saya harus berkali-kali mendengar ulang rekamannya, termasuk meminta bantuan tim Shell Indonesia (tetapi tidak berhasil juga). Sialnya, tak lama setelah mengirim berita, foto-foto berisi sambutan perwakilan kementerian itu dibagikan ke grup.
Selain itu, dari 13 negara, tidak seluruh peserta bisa berbahasa Inggris, misalnya perwakilan Korea Selatan. Jadi, meski sangat ingin mewawancarai mereka, saya terpaksa mengurungkannya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F08%2F8a67cabd-4335-46cf-93b9-f9e4f566e580_jpeg.jpg)
Mobil prototype dari Tim Kust dari Universitas Kookmi Korea Selatan saat menuju lintasan.
Di luar perkiraan saya, tim PR ternyata punya anggota yang bisa berbahasa Korea Selatan sehingga teman-teman yang ikut menemui tim Korea Selatan bisa menggali informasi tentang pengembangan kendaraan hemat energi mereka.
Selain bahasa, saya harus benar-benar mengatur waktu untuk menulis berita. Apalagi ditambah video berita. Setiap jeda antarsesi yang sangat padat, harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Misalnya, mengetik sambil mengunggah bahan-bahan video berita. Beruntung, semua bisa berjalan lancar karena jaringan internet juga sangat baik.
Mengumpulkan bahan lewat wawancara dengan tim juga jadi pekerjaan rumah tersendiri. Tidak semua bisa digali. Apalagi tim-tim besar kandidat juara.
”Maaf ya, rahasia,” kata manajer salah satu tim asal Indonesia saat saya tanya mengenai pengembangan secara umum yang dilakukan sehingga bisa mencatat waktu terbaik.
Kesal juga rasanya karena gagal mendapat informasi yang saya harapkan. Meski demikian, saya tetap menulis tentang tim itu sebagai apresiasi dan dukungan karena mereka turut mengharumkan nama Indonesia di ajang internasional seperti Shell Eco-marathon.
Memang, masih banyak kekurangan dan catatan dari keterlibatan saya meliput Shell Eco-marathon. Apalagi itu pengalaman pertama. Namun, saya termotivasi melihat anak-anak muda yang penuh gairah merancang, membangun, dan menguji kendaraan hemat energi mereka. Terutama untuk belajar hal-hal baru demi semakin siap meliput apa pun setiap waktu.
”Ah, di usia mereka saat kuliah dulu, di jam-jam segini, kita mungkin masih rebahan di kos, ya. Ha-ha-ha,” kata saya sambil tertawa ke salah satu teman wartawan.