Penelusuran berikutnya mempertemukan kami dengan seorang perempuan di Surabaya, Jawa Timur. Kepada kami, ia menawarkan bayi yang masih berupa janin di perutnya untuk diadopsi jika sudah lahir.
Oleh
INSAN ALFAJRI, ADITYA DIVERANTA, IRENE SARWINDANINGRUM, DHANANG DAVID ARITONANG, ANDY RIZA HIDAYAT
·6 menit baca
Sebuah unggahan viral di aplikasi Tiktok menjadi pintu masuk liputan investigasi kami tentang perdagangan bayi berkedok adopsi. Konten berdurasi 1 menit 44 detik itu menyentak perhatian kami. Penasaran apakah informasi itu benar.
Kami mencari sumber informasi itu, yang ternyata berasal dari pengacara Rendi Rumapea. Unggahan yang ditonton lebih dari 100.000 kali per Senin (1/5/2023) itu menayangkan bantuan hukum ke seorang ibu berinisial EK (36) di Jakarta Utara. Perempuan itu diduga dipaksa menandatangani surat adopsi oleh bidan YK yang membantunya bersalin.
Untuk melengkapi bahan awal sebelum menjadikan tema ini sebagai proposal liputan, kami mendatangi lokasi bidan YK, tempat bersalin sang ibu. Namun, yang bersangkutan tidak mau berkomentar. Kami juga menyambangi rumah orangtua angkat sang bayi di Depok, Jawa Barat. Sama seperti bidan YK, pengadopsi yang berisial EE ini bungkam.
Dari sini, kami meluaskan pencarian dengan bertanya ke berbagai sumber, termasuk Rendi. Ternyata, setelah konten tentang EK viral, masuk beberapa aduan lain ke akun Tiktoknya terkait adopsi. Dua di antaranya, laporan dari Jawa Tengah. Mereka berharap pengacara itu dapat membantu mendapatkan kembali anak mereka yang telah diberikan secara ilegal. ”Ada dua kasus lagi, di Semarang dan di Karanganyar,” ujar Rendi, akhir Februari 2023.
Informasi awal itu kami susun sebagai bahan proposal. Kami lengkapi dengan informasi hasil riset kecil guna mempertajam proposal. Tema ini lalu diusulkan bersama sejumlah tema lain di hadapan pimpinan. Pimpinan kemudian memilih tema ini dengan sejumlah pertimbangan.
Setelah itu, kami makin ngegas mencari bahan-bahan pendukung. Penelusuran berikutnya mempertemukan kami dengan seorang perempuan di Surabaya, Jawa Timur, bernama Mella (24), bukan nama sebenarnya. Kepada kami, ia menawarkan bayi yang masih berupa janin di perutnya untuk diadopsi jika sudah lahir.
Lantaran menarik, kami mendatanginya dengan menyamar sebagai pasangan yang ingin mengadopsi anak. Dari sini terungkap kalau Mella sudah tiga kali ini menawarkan anaknya untuk diasuh orang lain. Terakhir, yang ditawarkannya adalah janin yang masih berusia sekitar tiga bulan dengan imbalan Rp 30 juta.
Mella berjanji akan langsung menyerahkan bayi itu sesaat setelah lahir. Untuk memastikan tawarannya bukan penipuan, kami minta dia cek kandungan di sebuah klinik di Surabaya. Hasilnya, dia memang sedang hamil muda.
Bertemu calo bayi
Penelusuran terhadap Mella di Surabaya berbarengan dengan penggalian informasi di Kabupaten Karanganyar dan Semarang di Jawa Tengah. Kisah di Semarang ini bisa dibilang lebih kuat karena hingga artikel ini ditulis, sang anak masih bersama orangtua angkat.
SS (20), nama perempuan di Semarang itu, ketika kami temui sedang berjuang mencari alamat CR (43), yang kini menjadi orangtua angkat anaknya. Menurut SS, CR diperkirakan tinggal di Karawang, Jawa Barat.
Perkenalan SS dan CR difasilitasi oleh DS (32). Nama terakhir terindikasi sebagai calo yang sudah beberapa kali mencarikan bayi untuk pasangan yang butuh anak. Kata SS, DS tinggal di Yogyakarta. Bermodal informasi awal itu, kami melacak keberadaan CR di Karawang dan DS di Yogyakarta.
SS sempat merasa tidak enak dengan kami karena misi pencarian anaknya itu membuat kami harus pergi ke beberapa kota. Dia khawatir, kegiatan yang menjadi bagian dari liputan kami ini bakal merepotkan.
”Untuk biaya sampeyan ke sana-sini bantu saya dan suami, gimana Mas? Sedangkan saya tidak mempunyai biaya sama sekali,” ujar SS khawatir. Kami kemudian meyakinkannya agar tidak memikirkan soal pengeluaran kami karena sudah ditanggung kantor. Dia pun lega.
Singkat cerita, kami melacak keberadaan DS dan CR. Beruntung, mereka berdua sama-sama menyisakan jejak digital di media sosial. Dari situ kami mendapatkan alamat mereka berdua. Konfirmasi kepada keduanya berlangsung menegangkan. Namun, akhirnya, kami dapat melewati fase ini dan mendapatkan sejumlah informasi penting.
Tenaga kesehatan
Selain mengungkap tentang ibu bayi dan calo adopsi, liputan ini juga membongkar keterlibatan tenaga kesehatan dalam memfasilitasi adopsi ilegal. Pintu masuknya lewat sebuah berita media daring di Probolinggo, Jawa Timur, akhir 2022.
Informasi yang kami terima, tiga bidan itu dilaporkan warga ke polisi karena terlibat adopsi ilegal. Kami tertarik mendalaminya karena memang beririsan dengan kasus di Jakarta Utara.
Sebelum ke Probolinggo, kami mengobrol dengan wartawan yang menulis berita itu. Katanya, klinik tempat bidan itu bekerja sering memfasilitasi adopsi ilegal. Namun, kasus-kasus sebelumnya tidak sempat ramai karena si ibu membolehkan bayinya diadopsi. ”Ketika mencoba mau mengusut, kesulitan mendapat keterangan dari narasumbernya,” kata wartawan itu.
Tiba di Probolinggo, kami bertanya ke beberapa orang ihwal sepak terjang klinik milik seorang dokter spesialis kandungan (obstetri dan ginekologi) itu. Hampir semua yang kami tanyai pernah mendengar desas-desus tentang klinik yang memfasilitasi adopsi ilegal tersebut. Meski demikian, tak pernah ada yang berhasil membuktikannya. Dokter ini tergolong senior dan terkenal di Probolinggo.
Lewat berbagai cara, kami akhirnya bisa mendapatkan bukti kuat bahwa klinik itu benar memfasilitasi adopsi secara ilegal. Salah satu caranya dengan menyamar sebagai calon orangtua yang mencari anak adopsi.
Namun, konfirmasi kepada dokter tersebut sangat sulit. Butuh waktu dua minggu untuk mencari nomor ponselnya. Setelah itu, dia masih menyaratkan kami harus menemuinya di kantor Kepolisian Resor Kota Probolinggo jika ingin mendapatkan konfirmasi.
Tidak berhenti di situ. Kami juga mencium indikasi keterlibatan tenaga kesehatan dalam ”Ayah Sejuta Anak”, kasus perdagangan orang dengan modus adopsi bayi yang diungkap Polres Bogor, Jawa Barat. Dalam penelusuran, kami menemukan sebuah surat keterangan lahir (SKL) milik seorang perempuan korban, NI (26), dalam kasus ”Ayah Sejuta Anak”. SKL ditandatangani seorang dokter kandungan yang praktik di Tangerang Selatan, Banten.
Dalam SKL, ada nama orang lain yang berstatus sebagai ayah. Namanya Herdianto. Padahal, NI melahirkan sebagai orangtua tunggal atau tidak bersuami.
Untuk memvalidasi dokumen SKL, kami mendatangi Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSIA) Vitalaya, Tangerang Selatan, Rabu (12/4/2023). Karyawan bagian informasi rumah sakit itu, Dinaya, membenarkan bahwa Herdianto tercatat sebagai ayah kandung di sistem mereka.
Liputan kali ini juga menghadapkan kami pada kenyataan yang mengejutkan. Misalnya, ketika kami menyambangi Panti Asuhan Manarul Mabrur, Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/3/2023). Kami melihat puluhan bayi berada di sana, sebagian besar tidak diinginkan orangtua kandungnya. Apa salah mereka?
Panti itu menjadi tempat bernaung anak-anak yang diabaikan orangtuanya. Kami coba menggendong salah satu dari mereka. Ketika hendak dilepaskan, seorang bayi meronta, ingin tetap dalam gedongan. ”Aakkk, aakkk, akkkk!”
EL, pengawas di panti itu, buru-buru menenangkan. ”Omnya mau pulang, Dek,” kata EL. Kami tak ingin larut di sana. Kami melihat mereka sangat membutuhkan dekapan hangat keluarga. Sayangnya, mereka di sana karena tidak diinginkan orangtua kandungnya. Sungguh ironis.