Menguji Kartu ”Sakti” dan Bertemu Dua Pangeran di Istana Buckingham
Setelah selama ini hanya bisa melihat foto dan video Pangeran William dan Pangeran Harry di internet. Kali ini bisa melihat keduanya langsung di Istana Buckingham, London. Tidak hanya sekali, tetapi tiga kali.
Sekitar 25 tahun lalu, pemandangan Pangeran William dan Harry berjalan di belakang peti jenazah Putri Diana menyayat hati warga dunia. Banyak orang bersimpati kepada kedua pangeran yang kehilangan ibunda mereka setelah wafat dalam sebuah kecelakaan mobil di Paris, Perancis, pada 31 Agustus 1997.
Setelah berkali-kali melihat foto dan video kedua pangeran di internet, ada perasaan déjà vu melihat hal yang sama terulang. Kali ini bukan di dunia maya, melainkan melihat secara langsung di Istana Buckingham, London, Inggris.
Selama bertugas meliput wafatnya Ratu Inggris Elizabeth II, saya bertemu dan melihat langsung Pangeran William dan Harry sebanyak tiga kali. Pertemuan pertama terjadi ketika peti jenazah Ratu Elizabeth II tiba di Istana Buckingham, London, Senin (12/8/2022).
Kesempatan pertama saat melihat Pangeran William masuk ke dalam Istana Buckingham bersama istrinya, Kate Middleton. Urutan pertama dalam garis suksesi takhta Kerajaan Inggris Raya ini masuk ke istana dengan naik kendaraan berwarna hitam.
Selanjutnya sang adik, Pangeran Harry, bersama istrinya, Meghan Markle, masuk ke istana juga dengan naik mobil. Sebelum kakak beradik ini tiba, ayah mereka, Raja Charles III, terlihat memasuki gerbang istana bersama Permaisuri Camilla. Setelah semua anggota kerajaan sampai, barulah kendaraan yang membawa peti jenazah Ratu Elizabeth II datang.
Awalnya, saya tidak menyadari kalau yang masuk ke dalam istana adalah keluarga kerajaan. Kilatan lampu blitz dari puluhan fotografer yang menghujani mobil mereka membuat saya sadar bahwa William dan Harry sudah tiba di istana.
Baca juga: Rupa-rupa Wajah Ratu
Kehadiran keluarga kerajaan ini disambut ribuan masyarakat Inggris yang telah menunggu 5-6 jam di sekitar Istana Buckingham. Hujan deras tidak menyurutkan semangat warga yang ingin bertemu dengan keluarga kerajaan dan melihat langsung peti jenazah Ratu Elizabeth II.
Kesempatan kedua melihat dari dekat kedua pangeran terjadi saat mereka berjalan bersama iring-iringan keluarga kerajaan yang mengantar peti jenazah dari Istana Buckingham menuju tempat pesemayaman di Westminster Hall, Rabu (14/8/2022).
Kesempatan ketiga terwujud ketika kedua pangeran kembali berjalan dalam rombongan keluarga kerajaan yang berjalan kaki di belakang peti jenazah dari Westminster Abbey, menuju Wellington Arch, Senin (18/9/2022). Setelah itu peti jenazah dibawa dengan menggunakan mobil menuju tempat peristirahatan terakhir di Kastil Windsor.
Pertemuan kedua dan ketiga dengan Pangeran William dan Harry kemudian mengingatkan saya akan video ketika kedua pangeran itu berjalan di belakang peti jenazah ibunda mereka, Putri Diana. Mengulangi kejadian dua setengah dekade lalu, kali ini mereka berjalan di belakang peti jenazah Ratu Elizabeth II, yang biasa mereka sapa ”granny”.
Pemandangan kedua pangeran berjalan di belakang peti jenazah membuat warga Inggris bersimpati. Masyarakat tersentuh karena setelah Putri Diana wafat, Ratu Elizabeth II lah yang menjadi sosok penting yang menemani kedua pria ini tumbuh dan melewati suka-duka kehidupan.
Dalam perbincangan dengan warga yang hadir untuk memberikan salam perpisahan kepada Ratu Elizabeth II di Sandringham House, Kamis (15/9/2022), Pangeran William mengatakan, berjalan di belakang peti jenazah ”mengembalikan memori masa lalu”.
Baca juga: Dicurigai sebagai Agen Pemasaran Susu Formula
Saat melihat kedua pangeran berjalan di belakang peti jenazah, saya menyadari sekilas tidak ada yang berbeda dengan penampilan mereka di foto dan video yang beredar di internet. Dalam iring-iringan keluarga kerajaan, rambut pirang Harry mencuri perhatian, sama seperti ketika ia dan kakaknya berjalan di belakang peti jenazah Putri Diana.
Selain itu, keduanya juga menunjukkan wajah muram. Wajah duka William dan Harry juga terlihat ketika mereka bertugas menjaga (vigil) peti jenazah Ratu Elizabeth II di Westminster Hall. Selama 15 menit, kedua pangeran ini berdiri sambil menunduk di dekat peti jenazah Ratu Elizabeth. Sebagai anggota kerajaan, keduanya harus rela kedukaan, kesedihan, dan kerentanannya menjadi tontonan masyarakat.
Hal yang membedakan, tentu saja Pangeran William dan Harry sudah lebih dewasa. Ketika mereka berjalan di belakang peti jenazah Putri Diana, usia William 15 tahun, sementara Harry baru 12 tahun. Selain itu, di belakang peti jenazah Ratu Elizabeth II, William berjalan mengenakan pakaian militer sementara Harry memakai jas dengan lencana kebangsaan.
Melihat Pangeran William dan Harry secara langsung, membuat saya sadar mengapa ribuan orang rela antre belasan hingga puluhan jam untuk melihat peti jenazah Ratu Elizabeth II. Kerentanan dan kesamaan perasaan ditinggalkan, membuat warga rela berdesak-desakan, dan berjalan dalam hening selama berjam-jam, untuk menyampaikan salam perpisahan.
Setelah wafatnya Ratu Elizabeth II, video kedekatan kedua pangeran dengan Sang Ratu tersebar di dunia maya. Video Ratu Elizabeth bercanda dengan Pangeran Harry, yang disebut-sebut sebagai cucu kesayangan, misalnya, muncul di berbagai kanal media sosial.
Harry dikatakan sebagai sosok penting yang meyakinkan Ratu Elizabeth II untuk mengambil peran ”terjun” dari helikopter dalam pembukaan Olimpiade London 2012. Kedekatan cucu dan nenek ini menjadi salah satu perekat bagi masyarakat Inggris dengan Ratu Elizabeth II.
Sejak Januari 2020, Pangeran Harry dan Meghan keluar dari Kerajaan Inggris. Pasangan ini bersama anak mereka, Archie dan Lilibet, memilih tinggal di Amerika Serikat. ”Sedih sekali melihat Harry tidak ada di sana ketika Ratu Elizabeth II mengembuskan napas terakhir,” kata Sandra Brown (70), warga Surrey yang datang ke Istana Buckingham, London, Jumat (9/9/2022), sehari setelah wafatnya Sang Ratu.
Baca juga: 40 Hari Meliput Perang Ukraina-Rusia (2): Membujuk Tentara agar Boleh Menerbangkan Drone
Akses khusus
Sebagai jurnalis, pengalaman berharga lain yang saya dapatkan adalah ketika berhasil melihat peti jenazah Ratu Elizabeth II di Westminster Hall. Saya mendapatkan akses khusus setelah permintaan akreditasi liputan disetujui oleh Tim Media Parlemen UK.
Informasi mengenai akreditasi saya peroleh saat berbincang dengan seorang reporter televisi dari Pakistan yang meliput di Istana Buckingham. ”Kamu harus punya UK Press Card untuk meliput di Westminster Hall,” ujarnya.
Meskipun agak tidak yakin bisa lolos akreditasi, saya tetap berusaha untuk menghubungi Tim Media Parlemen UK melalui e-mail. Akreditasi adalah proses pendataan jurnalis untuk meliput acara khusus seperti kejuaraan olahraga atau konferensi internasional.
Biasanya, proses akreditasi memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Saya terkejut, permintaan akreditasi direspons oleh tim media parlemen hanya dalam waktu kurang dari sehari. Mereka meminta data diri, foto pindai kartu pers, dan permintaan waktu liputan.
Saya terkejut, permintaan akreditasi direspons oleh tim media parlemen hanya dalam waktu kurang dari sehari.
Segera saya membalas e-mail itu dengan meminta waktu liputan pada Sabtu (17/9/2022) malam. Pertimbangannya, dengan mengambil waktu itu akan memungkinkan berita sampai di meja redaksi pada Minggu pagi waktu Indonesia. Harapannya, tulisan itu bisa terbit keesokan harinya, Senin (19/9/2022), bersamaan dengan pemakaman Ratu Elizabeth II.
Setelah harap-harap cemas, pada Sabtu siang permintaan akreditasi dikabulkan. Saya segera mengirim kabar ke kantor Redaksi Kompas bahwa saya mendapat kesempatan liputan di Westminster Hall. Kesempatan ini memungkinkan saya melihat peti jenazah Sang Ratu tanpa harus mengantre selama 12 jam seperti yang dialami mantan pesepak bola beken David Beckham.
Pada Sabtu malam, sebanyak 12 jurnalis mendapat kesempatan masuk ke Westminster Hall selama satu jam, yaitu dari pukul 19.00 hingga pukul 20.00. Selama berada di dalam tempat persemayaman, jurnalis tidak diizinkan memotret. Kami hanya dibekali pensil dan kertas untuk mencatat kejadian di dalam aula yang berada di dalam gedung parlemen Inggris itu.
Baca juga: 40 Hari Meliput Perang Ukraina-Rusia (1): Menghitung Risiko
Jujur saja, di dalam Westminster Hall saya bingung mau menulis apa. Akhirnya saya mencatat apa yang saya lihat, seperti mencatat berapa banyak petugas yang berjaga, bagaimana reaksi para pelayat, dan waktu pergantian petugas jaga.
Setelah liputan, saya bertanya kepada seorang jurnalis. ”Sebenarnya apa sih yang kamu catat?” Ia menjawab kalau ia mencatat apa yang dia saksikan dan apa yang dia pikirkan, seperti makna antrean para pelayat. Dari sini saya sadar proses mencatat yang terkesan zadul itu membuat jurnalis jadi lebih cermat mengamati.
Liputan Ratu Elizabeth II cukup menantang karena selama sepuluh hari berkabung, 9-19 September, masyarakat selalu memadati Istana Buckingham dan Westminster Hall. Selama masa itu, ratusan polisi selalu berjaga-jaga mengawasi pergerakan warga. Polisi sering menutup akses jalan ketika kehadiran para pelayat sudah melebihi kapasitas. Beruntunglah sebagai jurnalis saya dibekali kartu pers yang memudahkan aktivitas.
Setidaknya, sebanyak dua kali saya dicegat polisi ketika hendak bertugas meliput, yaitu di Westminster Hall dan Parlement Square. Saya menyampaikan kepada polisi yang bertugas bahwa saya adalah jurnalis dari Indonesia. Tidak lupa saya menunjukkan kartu pers. Setelah melihat kartu pers Kompas, polisi mengizinkan saya mengakses lokasi liputan.
Pada Senin (19/9/2022), seusai liputan, saya berniat menguji ”kesaktian” kartu pers. Ketika itu, jenazah Ratu Elizabeth II sudah dipindahkan ke Kastil Windsor untuk dimakamkan. Ribuan pelayat segera tersebar tak tentu arahnya. Saya berjalan ke Hyde Park yang berada di belakang Istana Buckingham untuk bertemu teman.
Tiba-tiba, seorang polisi mencegat saya. Ia mengatakan bahwa jalanan ditutup. Saya mencoba melobi polisi tersebut dengan mengeluarkan kartu pers. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini polisi tegas tidak mengizinkan saya menembus jalan.
Saya menyerah dan mengambil jalan pintas lain. Dari kejadian ini saya diingatkan bahwa kartu pers ”sakti” ketika digunakan sebagai mana mestinya, yaitu untuk liputan dan bukan untuk sekadar bertemu teman.