Upaya konservasi sidat dinilai belum berjalan sesuai yang diharapkan. Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana memperbaiki Rencana Aksi Nasional terkait konservasi sidat.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya konservasi sidat dinilai belum berjalan sesuai yang diharapkan. Karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP berencana memperbaiki Rencana Aksi Nasional terkait konservasi sidat.
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi, mengemukakan, dari hasil evaluasi, rencana aksi nasional terkait konservasi sidat periode 2016 - 2020 baru terlaksana 70 persen dari target. Evaluasi diperlukan untuk pembaharuan rencana aksi konservasi sidat pada periode 2021-2025.
Rencana Aksi Nasional Konservasi Sidat periode 2016-2020 mencakup 6 sasaran, 5 strategi, dan 23 rencana aksi. Di antaranya, penetapan status perlindungan berdasarkan ukuran, tempat, dan waktu, paling sedikit satu spesies ikan sidat jenis tertentu yang statusnya rawan terancam punah.
Selain itu, tersedianya paling tidak satu lokasi percontohan pembangunan fishway pada bendungan yang menjadi jalur ruaya ikan sidat pada tahun 2020, serta terwujudnya dukungan pemda dan masyarakat dalam program konservasi sidat.
“Rencana aksi bertujuan mempercepat pemulihan dan perlindungan sumber daya ikan sidat. Namun, tetap belum berjalan sesuai yang kita harapkan karena baru terlaksana 70 persen,” katanya, saat dihubungi, Minggu (12/9/2021).
Dari 19 spesies dan subspesies sidat di dunia, sebanyak 9 spesies ada di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 4 subspesies di antaranya dilindungi secara terbatas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/2012 tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat (Anguilla Spp), setiap orang perorangan atau korporasi dilarang mengeluarkan benih sidat (Anguilla spp) dengan ukuran kurang dari atau sama dengan 150 gram per ekor dari wilayah RI ke luar negeri.
Hingga saat ini, kebutuhan dunia terhadap ikan sidat tetap tinggi. Beberapa negara seperti Jepang, Korea, Taiwan, China, dan Hong Kong yang selama ini mengonsumsi ikan sidat jenis Anguilla japonica berupaya mendapatkan suplai ikan sidat dari Indonesia. Permintaan pasar ekspor yang tinggi turut memicu aktivitas penangkapan benih dan ikan sidat yang tidak terkontrol di sejumlah daerah di wilayah Indonesia.
Tahun 2020, KKP menetapkan sidat sebagai jenis ikan yang dilindungi terbatas melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 80 Tahun 2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Perlindungan itu meliputi seluruh benih ikan sidat pada stadium glass eel tidak boleh ditangkap setiap bulan gelap tanggal 27-28 Tahun Hijriah. Sedangkan, sidat jenis Anguilla bicolor dan Anguilla interioris dewasa dengan berat di atas dua kilogram tidak boleh ditangkap sepanjang waktu, serta Anguilla marmorata dan Anguilla celebesensis dewasa dengan berat di atas lima kilogram tidak boleh ditangkap sepanjang waktu.
Tahun 2021, KKP menetapkan kuota pengambilan benih Sidat (Anguilla spp) maksimum 13.022.649 ekor untuk kebutuhan budidaya pembesaran. Kuota itu mencakup 22.649 benih di Aceh, 6 juta benih di Jawa Barat, 2 juta benih di Sulawesi Tengah, dan 5 juta benih di Jawa Tengah, dengan benih yang diambil direkomendasikan berukuran 0,15-0,18 gram/ekor.
Andi mengemukakan, sidat memiliki siklus hidup yang unik. Sidat menghabiskan stadium dewasanya di perairan tawar baik di sungai atau di danau, dan akan bermigrasi untuk memijah di laut dalam, kemudian mati setelah proses pemijahan tersebut. Akibatnya, ikan sidat sulit berkembang biak dengan cepat. “Populasinya akan sulit pulih jika siklus hidupnya terganggu,”ujarnya.
Secara terpisah, Pembudidaya Sidat asal Cilacap, Ruddy Sutomo, mengemukakan, diperlukan edukasi pembesaran sidat kepada masyarakat untuk mendongkrak ekonomi masyarakat. Di samping itu, diperlukan pembuatan jalur sidat supaya sidat bisa beruaya dan memudahkan penebaran kembali benih di alam. Di sisi lain, diperlukan pelarangan menangkap sidat di alam dengan bobot di atas 200 gram supaya tidak memutus benih sidat di alam.
Diperbarui
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari menjelaskan, rencana aksi nasional konservasi sidat perlu segera diperbarui. Beberapa masukan di antaranya, perlunya penyediaan data dan informasi potensi sumber daya ikan sidat di daerah sebaran utama (barat Sumatera, selatan Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Papua).
Selain itu, peningkatan jumlah kegiatan penelitian terkait sumber daya ikan sidat untuk penetapan habitat penting, pembangunan jalur sidat (eel way), keberhasilan penebaran kembali benih (restoking), serta sebaran jenis ikan sidat.
Juga, penetapan habitat penting ikan sidat untuk menjamin indukan sidat di Teluk Tomini, pantai selatan Jawa, dan barat Sumatera, peningkatan populasi ikan sidat melalui kegiatan restoking dan rehabilitasi habitat di daerah sebaran utama, serta membuat jalur sidat pada bendungan yang menjadi alur ruaya ikan sidat.
Konservasi sidat dinilai perlu melibatkan kearifan lokal, serta peningkatan dukungan pihak terkait dalam pelaksanaan program konservasi sidat. “Penerapan prinsip-prinsip konservasi dan keterlibatan berbagai pihak dalam pengelolaan sumber daya sidat diharapkan dapat memberikan jaminan bagi keberlanjutan sumber daya sidat di Indonesia,” kata Lestari.